VISI.NEWS | BERAU – Rasa dark chocolate itu semewah kemasannya. Tampilan luarnya elegan, memamerkan permainan warna dan grafis yang keren. Satu gigitan kecil seketika akan membuat Anda ketagihan. Tak semua orang suka dark chocolate yang cenderung menonjolkan cita rasa pahit. Tapi, percayalah, Anda akan suka yang satu ini. Cokelat ini asli buatan Indonesia, diracik dari bahan baku biji kakao dari Kampung Merasa, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Kaltim).
Hampir semua penduduk Kampung Merasa punya kebun pribadi berisi pohon kakao. Begitu cerita Maya Patriani dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). Tidak tanggung-tanggung, satu keluarga bisa punya satu hingga dua hektar kakao. Pohon kakao itu tumbuh dengan sistem agroforestry, mengombinasikan beberapa jenis tanaman produktif di satu lahan.
“DNA kerja YKAN adalah konservasi alam, tapi ekonomi juga merupakan faktor penting. Ketika memiliki pendapatan alternatif, masyarakat akan senang. Karena sejak 1980-an banyak penduduk Kampung Merasa yang mempunyai kebun kakao, kami mencoba memaksimalkan potensi yang ada di sana. Maka, kami pun melakukan pendampingan ekonomi juga seiring dengan harapan masyarakat dapat hidup bahagia di tengah hutan yang lestari.”
Agar Indonesia Maju Bareng, YKAN mendukung pengembangan kakao sebagai sumber pendapatan alternatif penduduk lokal. Pendampingan komoditas kakao merupakan bagian dari upaya menyelamatkan hutan di Kampung Merasa, yang menjadi bagian dari ekosistem Hutan Lindung Sungai Lesan.
Rasa Khas Madu dan Citrus
Bagian paling berharga dari buah kakao adalah bagian biji, yang kemudian dapat diolah menjadi cokelat. Saat panen, rata-rata petani menjemur biji kakao dan menjualnya dalam bentuk kering. Hanya saja, dengan biji kakao seperti ini, rasa dan aroma yang dihasilkan akan sama saja, terlepas dari di mana pohon kakao itu tumbuh. Lalu, apa yang menjadikan kakao Kampung Merasa berbeda?
“Setiap daerah sebenarnya bisa mempunyai karakteristik biji kakao yang berbeda, tergantung pada ekosistem tempatnya tumbuh. Tapi, muncul atau tidaknya karakteristik itu dipengaruhi oleh proses fermentasi. Proses tambahan ini akan memunculkan cita rasa, aroma, dan karakteristik yang khas,” cerita Maya.
Setelah dilakukan uji cita rasa di laboratorium, karakteristik paling kuat yang muncul pada biji kakao Kampung Merasa adalah madu dan citrus. Menariknya, biji kakao dari kampung berbeda tapi di satu kabupaten yang sama bisa menghasilkan aroma dan cita rasa berbeda pula. Misalnya, ada yang menghasilkan aroma dan cita rasa bunga, ada juga yang memunculkan cita rasa aprikot.
Cita rasa madu pada biji kakao Kampung Merasa muncul, karena wilayah itu memiliki ekosistem dengan hutan yang baik. Maya menjelaskan, Kampung Merasa memiliki hutan yang bagus, dipenuhi pohon-pohon banggeris yang menjadi tempat favorit lebah penghasil madu untuk membuat sarang. “Ketika hutannya bagus, pohonnya banyak, cita rasa madu akan bisa terus dimunculkan.”
Biji Kakao Fermentasi: Kualitas Premium
Maya menjelaskan, ada tiga jenis biji kakao yang bisa dipasarkan, yaitu biji kakao basah, biji kakao kering asalan, dan biji kakao fermentasi. Hanya saja, ketiganya ditawarkan dengan harga berbeda. Petani kakao pada umumnya menjual biji kakao basah dan/atau kering asalan. Setelah memanen buah kakao, mereka mengambil biji kakao basah, lalu menjemurnya secara alami selama sekitar 5 hari, tergantung panas matahari. Hasil dari proses ini disebut biji kakao kering asalan.
“Yang bisa menaikkan harga jual adalah menyelipkan proses fermentasi, sebelum biji tersebut dikeringkan. Ketika buah baru dipanen, bijinya dikeluarkan, dimasukkan ke kotak fermentasi dari kayu, ditutup dengan daun pisang, dan diperam (didiamkan) selama sekitar 5 hari,” cerita Maya, yang bercerita ia masih berproses mendampingi petani kakao untuk proses fermentasi.
Di tengah proses pemeraman itu, ada proses pembalikan biji setiap dua hari, juga pengukuran suhu, untuk memastikan mikroorganisme dan enzim di dalamnya berproses sempurna. Setelah difermentasi, biji kakao dijemur di bawah sinar matahari langsung. Proses tambahan inilah yang bisa meningkatkan kualitas.
Dengan fermentasi, menurut Maya, aroma dan cita rasa kakao keluar maksimal. Inilah yang membuat suatu biji kakao bisa masuk pasar premium. Harga jualnya seharusnya bisa berlipat lebih tinggi daripada biji kakao kering asalan. Masalahnya, tidak semua petani berhasil bertemu pembeli yang menghargai kualitas. YKAN kemudian mengambil peran menemukenali dan menjembatani petani dengan pembeli yang menghargai kualitas dan mengikuti harga kakao dunia.
Dari Kampung ke Ibukota
Popularitas biji kakao Kampung Merasa meroket, ketika artisan cokelat terbesar di Indonesia, Pipiltin Cocoa, bersedia menjadi buyer. Untuk mendukung kampanye Untukmu Bumiku, cokelat artisan atau perajin cokelat hanya memproduksi olahan cokelat dari biji kakao fermentasi.
Kerja sama antara Pipiltin Cocoa dan petani kakao Kampung Merasa diawali dari keberanian para petani mengirimkan sampel biji kakao ke Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember dalam rangka seleksi nasional. Pemenang pertamanya akan mengikuti acara dua tahunan Cocoa of Excellence di Paris. Tujuan kegiatan ini adalah memberikan apresiasi kepada biji kakao terbaik di seluruh dunia.
“Kampung Merasa tidak menang, tapi berhasil masuk 8 besar. Kesuksesan ini menjadi pemantik luar biasa besar di lapangan. Masyarakat Kampung Merasa selama ini tidak menyadari bahwa kakao bisa begitu menarik dan memainkan peran penting. Hingga kemudian mereka bersama-sama belajar meningkatkan kualitas. Ini juga menjadi modal bagi mereka untuk menawarkan kakao Kampung Merasa ke Pipiltin Cocoa,” kisah Maya.
Januari 2022 menjadi momen yang menarik. Pipiltin Cocoa merilis chocolate bar Kampung Merasa 74%, cokelat single origin asli Indonesia keenam yang diproduksi oleh perajin cokelat tersebut. “Sejak itu, semua pintu kanal seperti terbuka. Tanpa kami mencari, orang datang ke Kampung Merasa. Pemkab Berau menjadikan kakao sebagai komoditas unggulan yang harus dikembangkan. Bola saljunya bergulir ke mana-mana,” kata Maya.
Yang makin membanggakan, Kampung Merasa menjadi kampung rujukan bagi kampung lain untuk meningkat level biji kakao. Kabupaten lain berkunjung ke Kampung Merasa, belajar proses dari hulu ke hilir, dari pengelolaan kebun hingga proses bean to bar.
Legenda Cokelat Sempat Menghambat
Ada cerita menarik di balik kakao Merasa. Sebelum pendampingan oleh YKAN, warga Kampung Merasa berpikir bahwa kakao adalah buah beracun. “Rupanya, sewaktu mereka masih kecil, nenek moyang mereka mengatakan bahwa kakao itu beracun. Dulu, penduduk sering mengulum buah kakao. Orang dengan perut yang sensitif lalu akan mengalami sakit perut. Padahal, itu karena di dalam kakao ada kandungan kafein,” kata Maya.
Saat menemani warga lokal untuk membuat biji kakao fermentasi dalam pelatihan bean to bar, YKAN mengumpulkan para ibu Kampung Merasa dan melatih mereka mengolah kakao untuk konsumsi sendiri. “Mereka takjub, karena untuk pertama kalinya mereka tahu bahwa kakao bisa diolah menjadi makanan dan minuman. Sejak itu, mereka suka membuat di rumah masing-masing untuk dijual kepada wisatawan,” kata Maya.
Sementara itu, di saat bersamaan, kelompok tani mulai konsisten mengolah dan memproduksi produk dari kakao, hingga kemudian membuat chocolate bar dengan varian rasa 50% atau 70%. Karena warga Kalimantan lebih menyukai cita rasa manis, kelompok tani ini memberi campuran rasa manis berupa gula aren dan susu.
Yang menarik, Kampung Merasa juga mulai memproduksi pasta kakao padat sebagai bahan baku signature drink di Milkyway Coffee & Milk, Tanjung Redeb, Berau. Kerja sama dengan kafe ini tak lepas dari berbagai pemberitaan terkait launching produk Pipiltin Cocoa. “Milkyway berpikir, jika kakao Kampung Merasa bisa sampai Jakarta, kenapa mereka yang berada di Kabupaten Berau justru tidak memanfaatkannya? Kebanggaan menggunakan biji kakao lokal itu pun menular,” kata Maya.
Dengan begitu, alternatif sumber pendapatan dari kakao pun berkembang. Di tingkat lokal, mereka menjual produk rumahan langsung kepada wisatawan. Di tingkat kabupaten, mereka menjual bahan baku minuman. Sedangkan di tingkat nasional, mereka menjual biji untuk dijadikan olahan cokelat.
Kakao sandaran harapan
YKAN membuat kegiatan pertama di Kampung Merasa dengan nama Pelatihan Internal Controlling System (ICS) Kakao. “Ini semacam tools agar petani mengetahui apa yang diinginkan pasar, bagaimana mereka saling mengingatkan untuk melakukan hal sesuai standar, untuk bersama-sama mematuhi aturan, agar bisa menembus pasar premium,” kata Maya, menggandeng Yayasan Kalimajari dari Bali, yang ahli di bidang kakao.
Petani yang menjadi alumni pelatihan ICS kemudian Bergerak Bersama Berdaya, secara sukarela mengikat diri sendiri sebagai Kelompok ICS Kakao Pesete Tawai. Pesete tawai berarti sandaran harapan. Jadi, kelompok ini memiliki visi untuk menjadi sandaran hidup di masa mendatang.
“Mereka didorong menjadi pihak yang paling memahami standar biji kakao premium sehingga dapat menjadi tiket masuk menuju artisan. Mereka membuka diri bagi petani kakao di kampungnya dengan mengambil biji kakao basah dari siapa pun di kampung. Lalu, meningkatkan mutunya dengan fermentasi dan memasarkan,” kata Maya.
Kelompok tersebut mengelola organisasi dengan profesional. Mereka membagi bidang pekerjaan menjadi tiga divisi. Pertama, divisi fermentasi untuk menjaring biji basah, melakukan fermentasi, hingga mengirimkannya kepada artisan. Kedua, divisi budi daya untuk membantu teman petani memperbaiki bagian hulu agar produksi kebunnya maksimal. Ketiga, divisi produk turunan, yang menghasilkan berbagai produk siap santap untuk dipasarkan di kampung dan kabupaten.
@uli