Oleh Bambang Melga Suprayogi, M.Sn.
DALAM berbuat baik, memang kesadaran untuk melakukan itu, hendaknya datang dari kesadaran diri sendiri dalam pengamalkannya. Tidak dipaksakan kehadirannya, tapi muncul dengan sendirinya, akibat dorongan ketulusan hati dari kita, sebagai individu yang terdidik kolbun salimnya, sehingga memiliki kwalitas hati yang bersih dan kepekaan spiritual yang kuat pada kebaikan, yang akan menuntun individu tersebut pada kebaikan dan keselamatan.
Namun tidak pada diri manusia lain yang belum terdorong untuk melakukan hal baik itu, ini dikarenakan kesempatan untuk beramal baik, berbuat sosial, belum Allah tampakan untuknya. Maka berbahagialah sebetulnya bagi manusia seperti kita, yang setiap waktu, ditampakan oleh Allah kesempatan pada dirinya untuk beramal baik.
Beramal baik, berbuat baik, merupakan bentuk kesolehan sosial yang bisa dilakukan oleh siapapun, yang memang memiliki kesadaran berempati pada manusia lain disekelilingnya.
Dengan adanya empati tersebut, maka akan membentuk kehalusan jiwanya, peka hatinya, sehingga kecenderungan untuk selalu beramal soleh, berbuat baik, lambat laun akan menjadikan diri si manusia tersebut, memiliki karakter kuat yang postif, yang bisa menjadi refresentasi dari pribadi unggul, yang Allah banggakan.
Jika kita membuka Al Qur’an, dalam banyak kisah periwayatan para Nabi SAW, perjalanan kesadaran dalam mengemban amanah yang harus dipegang, diamalkan, dilakukan oleh nya, sebagai salah satu tugas yang harus di tunaikan, menuntut pembawa risalah dari Allah pada Nabi tersebut, dilaksanakan sepenuh keyakinan, tidak membantah, tidak banyak bertanya, mutlak yakin kebaikan yang ia dapat itu datang dari Allah, dengan kata lain, Allah paksakan kebaikan itu dilakukan oleh orang pilihannya, dan pastinya ada hikmah didalamnya, yang manusia tidak akan fahami pada saat kejadian, tapi akan difahamkan setelah kejadian itu berlalu.
Hal yang berkaitan dengan paksaan kehendak Allah itu, menekan orang pilihannya, baik ia siap atau tidak siap, untuk ia laksanakan, dan mematuhinya, dengan segenap hati, walau ada di hinggapi rasa kegalauan, dan kebingungan.
Namun pastinya, dan tetap jadi takdirnya…amanah kebaikan yang Allah inginkan itu harus ia tunaikan, harus ia jalankan!
Di uji ia dengan setengah tekadnya, namun Allah bantu ia untuk mau melangkah mengambil jalan kebaikan yang Allah paksakan itu, untuk ia tuntaskan.
Yahh, bagi kita pada saat melihat kejadian tersebut…kita orang lain yang berada di pihak ke dua, atau ketiga, yang menyaksikan dan terlibat dalam kejadian itu…
Adalah sesuatu yang tidak kita pahami.
Itu bagaikan hal rumit bagi dirinya.
Kita malah, menjadi pengoda kebaikan yang orang lain sedang Allah beri peran.
Lantas malah kita yang menjadi bingungnya, kita yang seperti kebakaran jenggotnya, uring-uringan, menyalahkan orang lain, yang menjadi jalan bagi masuknya takdir Allah lewat pihak lain, di luar dirinya.
Padahal manusia yang sedang Ia ‘Allah’ uji dengan situasi tersebut, malah dalam kondisi bertahap tumbuh kesadaran keikhlasannya, sampai akhirnya ia ikhlas sepenuh hati, dan tergerak hatinya untuk tunduk menjalani perannya.
Yang hanya melihat dengan pandangan kulit, peristiwa yang terjadi, dari kebaikan yang dipaksakan Allah, itu ibarat, yang menjalaninya sedang berjalan meniti di atas bara, menelan hal pahit, mendatangkan fitnah keji, yang mau tidak mau untuk saat itu, ketika hikmah belum Allah tampakan, itu seperti kita berperang melawan diri sendiri.
Dan bahkan jika kita tak di bekali keimanan, keikhlasan, kita di jadikan seperti bola, yang gampang dimainkan, karena peran keimanan kita yang gampang dipengaruhi oleh bisikan Iblis yang menyesatkan, dan iblis, ingin kita selamanya selalu berprasangka buruk pada suatu kejadian.
Perhatikan kisah Allah memaksakan adanya kebaikan dari perbuatan yang disangka sebuah keburukan, yang itu terjadi pada Nabi Musa di saat ia masih bayi.
Ibunya harus menghanyutkan Musa ke sungai, sampai akhirnya bayi Musa yang diapungkan di air, dalam keranjang, di ambil oleh istri Fir’aun, dan Musa di angkat menjadi anak angkatnya.
Jika melihat dari kacamata normal, apa yang diperbuat ibu Nabi Musa, itu tak masuk akal, menjadi pemberitaan viral jika itu di lakukan pada masa kini oleh seorang ibu.
Kemudian lihat kejadian Nabi Ibrahim saat harus meninggalkan istrinya Siti Hajar yang membawa bayi kecil Ismail, di gurun gersang, tampa ada manusia lainnya, jika kita lihat peristiwa itu, dengan pandangan kemanusiaan kita pada saat ini, itu pastinya sebuah bentuk penelantaran, kekejaman, membuang istri dan anak dengan tampa rasa kemanusiaan, dan hal tersebut pastinya merupakan kejahatan yang tidak terampuni, prasangka manusia yang tidak tertuntun hatinya pasti beranggapan pada berpikir dan berprasangka buruk pada Allah.
Padahal pada saat Allah sendiri memaksakan hal itu terjadi, harus dilakukan, tentunya dengan memberi hikmah dibalik kejadian yang dimata manusia mungkin salah, tidak baik, tidak pantas.
Dan dibalik apa yang terjadi, dibalik keterpaksaan, dibalik desakan, ada hikmah luarbiasa, yang kita akan tahu, setelah kejadian itu terjadi, cepat atau lambatnya, kita akan saksikan bagaimana Allah mengatur sebuah kejadian, agar kebaikan yang sebenarnya itu nampak… Alhamdulillah.
Semua kebaikan yang dipaksakan untuk kita lakukan, adalah kebaikan yang tidak akan sia-sia, Allah menyembunyikan hal besar yang tidak akan tampak pada mereka yang masih berpikir pragmatis, instant, sesaat, hanya melihat kulit, tidak melihat isi dan kebermanfaat yang ada di dalamnya.
Kebaikan yang dipaksakan pada seorang individu oleh Allah, yang didalamnya masih ada ketidak ikhlasan, rasa berat, ragu, baru memiliki setengah kesadaran, merupakan sebuah dorongan naluri dari mulai bergeraknya hati yang kondisinya biasa, ke hati yang menuju keHanifan, terpanggil jiwa, tergetar hatinya, yang awalnya mau karena terpaksa, menjadi mau karena Ikhlas pada akhirnya.
Alhamdulillah.
Itulah cara Allah mendidik semua orang soleh, mendidik manusia pilihannya, untuk bisa berkontribusi baik, bagi munculnya kebermanfaatan yang akan dirasa oleh orang kebanyakan.
Maka dalam kondisi tertentu pada masa kita dipaksakan untuk bisa berbuat baik, majukanlah hati kita lebih kedepan, cenderung lah pada mendengar kata hati, mendengar bisikan kebaikan, karena hati yang sebenarnya itu, ia akan selalu mengkondisikan jiwa kita untuk sefrekuensi dengan kemurnian hatinya.
Menjadi manusia baik itu akan selalu dibukakan jalan-jalannya.
Menjadi manusia yang tak lulus ujianNya, gagal dalam misi yang diemban, dalam memunculkan sisi kebaikan, itupun banyak terjadi.
Kita berada dalam dua sisi pemberat timbangan, lalu…akan di pilih berat timbangan yang beratnya sebelah mana, tentunya hanya kita yang paham.
Dan keputusan kita mengambil salah satu pilihan itupun, tentunya akan berimplikasi pada kebaikan kita dimasa depan, takdir baru bagi kita ketika kita memilih jalan kebaikan.
Dan kebaikan yang dilakukan untuk manusia dalam memberikan manfaatnya bagi kebermanfaatan untuk manusia lainnya, Allah catat dalam catatan penuh arti, karena ada hal monumental yang menjadi kiprah dirinya, yang membedakan keberadaan dirinya diantara orang-orang lain disekitarnya.
Maka bersyukurlah bagi mereka yang Allah sedang berada didekatnya dengan cara itu, di mana Allah menguji dirinya, ‘ lewat kebaikan yang dipaksakan Allah’ untuk bisa ia lakukan, dan ia tunaikan.
Ketika kebaikan itu di lakukan, maka, takdir bagi dirinya dimasa depan Allah bukakan lembaran baru, yang akan membuat hidupnya bahagia, Alhamdulillah.
Mereka yang berjiwa hanif, adalah mereka, orang-orang yang ikhlas dalam ibadahnya. Tidaklah mungkin seseorang itu berjiwa hanif, namun tidak mukhlis (orang yang berhati ikhlas). Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidaklah diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus. Dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah [98]: 5).***
Alhamdulilah ini sy bermampaat khusus utk sy pribadi,umum utk semua orang yg membaca apalagi bisa memaknai isi nya serta mengamalkannya. Terima kasih.
Maaf sebelum nya sy pribadi sy ini lg butuh solusi / jalan keluar dr situasi yg saat ini yg tidak mungkin sy ceritakan disini.
Cuma sy mohon doa dr semua nya smg alloh memberikan keteguhan iman, keikhkasan menerima scanario dr alloh sehingga sy bisa kuat, tabah dan yakin semua ini semata mata allioh sayang pafs keluarga sy.
smg allah memberikan pintu hidayah dan karunia nya serta smg ada jalan dr pintu yg tidak disangka sangka.. Aamin yarbbal aalamin.
Htr nuhun pisan