Oleh Bambang Melga Suprayogi, M.Sn.
DOA pada Allah merupakan tumpahan kata hati kita, yang mengalir dan terucapkan oleh bibir kita, dalam rangkaian harapan yang dipanjatkan penuh harap, karena menginginkan do’a kita di ijabahi Allah, Tuhan sang pencipta alam dunia dan seisinya.
Bagaimana bagusnya kita berdo’a ?
Doa sebetulnya memiliki adab untuk kita pakai, agar do’a kita didengar Allah.
Kita tak bisa sembarangan berdo’a.
Doa bagi kita adalah hal sakral.
Hal suci yang tidak bisa dipakai main-main.
Adakah Nabi SAW berdoa untuk sesuatu keburukan bagi umatnya ?
Adakah Nabi SAW berdo’a sembarangan, mengutuki seseorang, mendo’a kan dengan kebencian yang sangat, karena ia membencinya ?
Jikapun Nabi pernah melakukan itu, Malaikat Jibril otomatis akan mengingatkannya !
Lalu jika kita melakukan doa yang buruk untuk ditimpakan kepada orang lain, lantas siapa yang bisa mengingatkan kita ?
Pastinya tidak akan ada !
Kita sendiri yang mengetahuinya.
Apa yang dicontohkan Nabi SAW dalam berdoa harusnya kita pakai.
Cara berdo’a Nabi tidak pernah serampangan, apalagi dengan nada atau intonasi meninggi seperti orang yang sedang marah.
Apakah doa dengan intonasi meninggi baik untuk Allah dengarkan !
Atau kita merasa percaya diri dengan hal konyol seperti itu…Allah mau mengijabahi do’a kita !
Fenomena para mubaligh dalam berdoa yang tak mengikuti kaidah adab seperti yang di ajarkan Nabi, sahabat, tabiin, dan para imam-imam besar kita dari berbagai mazhab, pastinya sangat menohok kesadaran kita, betapa dalam hal adab mumulai berdoa, mereka sampai lupa…!
kita sebagai umat, harus belajar dan memperhatikan secara cermat adab berdoa, tentunya harus mengikuti anjuran, dan kaidah yang benar.
Jangan tiru cara berdo’a para ulama, mubaligh, jika adab dalam berdo’a nya tidak dipakai.
Apalagi jika dalam berdo’anya, ia mengutuki orang lain, mengutuki penguasa, meminta Allah menghancurkan orang yang di do’akannya…
Belajarlah dari banyak kejadian, doa yang buruk malah mengena pada si pendo’anya.
Berapa banyak mereka yang berdo’a agar pemimpin kita binasa, malah Allah binasakan mereka terlebih dahulu.
Coba kita berpikir, ada apa Allah malah mencabut hidup mereka ?
Padahal mereka paranormal sakti yang orang tahu ia memiliki mata batin yang bisa melihat masa depan.
Yang terjadi, malah masa depan si paranormal itu di cabut, dan Allah tuntaskan karier keparanormalan mereka, tak lama dari mereka mendo’a kan keburukan buat orang lain.
Begitu pun dengan do’a dari sosok ulama terkenal, yang mendoakan buruk pada penguasa, yang terjadi, malah do’anya menimpa dirinya sendiri, innalilahi wa inaillaihi rojiun.
Mari kita selalu beristigfar !
Berdo’alah dengan adab dan berdo’a untuk hal yang baik.
Jangan sampai do’a kita menghinakan Allah secara tidak langsung.
Menyuruh Allah membuat kerusakan !
Menyuruh Allah menghadirkan kebengisan.
Apakah ini pantas ?
Maka untuk doa semacam ini, dalam peristiwa beberapa waktu lalu, Allah langsung jawab, do’a yang buruk malah akan mengena kepada diri kita sendiri.
Takutlah kita pada hal tersebut !
Jangan sampai do’a yang buruk malah menjadi senjata makan tuan.
Azab Allah datang seperti permintaan do’anya.
Mari kita kembali pada adab dalam mengawali do’a !
Berdo’alah dengan bersungguh-sungguh, awali dengan memuji Allah SWT.
Dari Fadhalah bin ‘Ubad Radhiyallahu anhu, ia berkata;
“Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan duduk-duduk, masuklah seorang laki-laki. Orang itu kemudian melaksanakan salat dan berdoa:
‘Ya Allah, ampunilah (dosaku) dan berikanlah rahmat-Mu kepadaku.’
Maka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Engkau telah tergesa-gesa, wahai orang yang tengah berdoa. Apabila engkau telah selesai melaksanakan sholat lalu engkau duduk berdoa, maka (terlebih dahulu) pujilah Allah dengan puji-pujian yang layak bagi-Nya dan bersholawatlah kepadaku, kemudian berdoalah.’ Kemudian datang orang lain, setelah melakukan salat dia berdoa dengan terlebih dahulu mengucapkan puji-pujian dan bersholawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, ‘Wahai orang yang tengah berdoa, berdoalah kepada Allah niscaya Allah akan mengabulkan doamu.'” (HR. at-Tirmidzi dan Abu Dawud)
Ada 10 adab dalam berdoa menurut Imam Ghazali:
1. Mencari waktu di hari-hari mulia. Seperti, hari Jum’at, hari Arafah, sepertiga malam dan bulan Ramadan.
2. Mencari keadaan-keadaan yang mulia. Seperti keadaan dalam sujud, bertemunya dua pasukan perang, turunnya hujan, saat akan mendirikan dan setelah salat, serta ketika hati sedang peka dalam kelembutan.
3. Menghadap ke arah kiblat dengan mengangkat kedua tangan dan setelah berdoa mengusapkannya ke wajah.
4. Menjaga suara antara yang keras dan suara pelan.
5. Tidak perlu bersajak dalam berdoa. Artinya, tidak berlebih-lebihan dalam berdoa. Lebih utamanya menggunakan doa-doa yang ma’tsur. Sebagian ulama mengatakan, berdoalah dengan suara yang rendah dan cukup serta tidak menyengaja terlalu fasih dan dengan nada yang keras.
6. Tunduk, patuh dan khusuk dalam berdoa. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah yang berbunyi: “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan kebaikan, dan mereka berdoa kepada Allah dengan penuh harapan dan kecemasan. (QS. Al-Anbiya: 90)
7. Meminta secara sungguh-sungguh dan meyakini harapannya akan dikabulkan. Seperti yang dikatakan sahabat Sufyan bin Uyainah bahwa, jangan pernah menghalangi seseorang dari kalian dari berdoa dengan apa yang diketahui pada jiwanya, karena Allah mengabulkan doa iblis sekalipun.
8. Mengulang doa sebanyak 3 kali dan tidak berharap doanya akan lama dikabulkan.
9. Memulai doa dengan berzikir kepada Allah SWT seraya membaca salawat Nabi kepada Rasulullah SAW. Setelah memuji keharibaan Allah, kemudian ditutup dengan berdoa.
10. Bertobat. Yakni, mengembalikan hak-hak orang lain dan berharap sepenuhnya kepada Allah SWT.
Imam Ghazali pula mengatakan, doa adalah sebab tertolaknya takdir dan timbulnya rahmat.
Sebagaimana perisai yang merupakan sebab dalam menangkis serangan senjata.
Dan air yang merupakan sebab tumbuhnya tanaman di bumi.
Oleh karena itu, sama halnya dengan doa dan bencana.
Allah menakdirkan sesuatu, juga ada sebab-sebabnya, dan ada penangkalnya.
Artinya, bahwa dalam berdoa haruslah menghadirkan hati dan memperlihatkan sikap sangat butuh, karena keduanya merupakan puncak dari suatu ibadah.***
Sumber: Disarikan dari keterangan dalam Al-Adzkar An-Nawawiyah karya al-Imam Abi Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi.