Oleh Idat Mustari
ISLAM mengajarkan kepada umatnya untuk saling berkenalan dengan siapapun, dengan latar belakang suku, bangsa bahkan agama yang berbeda.
Namun pada sisi yang lain, Islam menganjurkan umatnya untuk berhati-hati dalam berteman.
Nasehat tentang keharusan kita memilih—memilah seseorang layakkah dijadikan teman atau tidak, sudah banyak diterangkan baik oleh Nabi dan para sahabatnya seperti Ali Bin Abi Thalib, atau oleh Imam Al-Ghazali, Imam Syafe’I dan lain-lainnya.
Salah dalam pertemanan bisa menentukan diri ini menuju keselamatan atau kecelakaan. Menuju surga atau neraka. Hindarilah orang yang memiliki perangai yang buruk, siapapun orangnya, baik teman bahkan saudara sendiri sekalipun.
Harus ada keberanian berkata,”Tidak,” untuk orang yang bertabiat buruk, jika tidak, tak jarang ada orang yang harus terseret-seret akibat tindakannya.
Meskipun untuk ini tidaklah mudah, seringkali muncul kehawatiran perasaan tidak enak, takut tersinggung yang membuat kehilangan keberanian berkata “Tidak.”
Menghindar dari orang yang berperangai buruk adalah bentuk dari perawatan diri.
Tentu saja setiap orang sangat berharap bisa bertemu–berteman dengan orang yang membawa kebaikan, menambah energi positif, bukan sebaliknya.
Memang, tidaklah mudah mencari teman yang baik itu, cukup sulit menemukannya. Namun saat seseorang berusaha menjadi teman yang baik, maka tak sulit baginya menemukan teman dimana-mana.
Tentu kita sangat berharap—berdoa kepada Allah, semoga diri kita sendiri jadi teman yang bisa menambah pengetahuan bagi orang lain. Jadi teman yang bisa memberikan energi positif bagi orang lain. Jadi teman yang menggenapkan.
Bismillah yu ah ..belajar jadi teman yang baik bagi siapapun. Semoga pula ba’da Ramadhan ini, pertemanan kita semakin berkualitas. Yang kelak bisa menghantarkan kita sebagai dua teman yang masuk ke dalam surga, yang membuat para nabi pun iri.***
