Oleh Bambang Melga Suprayogi, M.Sn.
KEKECEWAAN, merupakan suatu perasaan yang membuat kita sakit takala mengalaminya, manusia tak selamanya mengalami perjalanan yang mulus di kehidupannya.
Riak dan gelombang kehidupan merupakan hal yang jamak kita hadapi. Dan menghadapi cobaan ini, kitanya tak perlu sampai berputus asa dalam menghadapinya, hadapi dengan semangat dan terus menempa diri, selalu awas dan terus memiliki kewaspadaan, jangan shok, ataupun kagetan mengalami tempaan hidup.
Hidup ada yang mengumpamakan seperti bola yang mengelinding, kadang di atas, kadang di bawah, ada juga yang mendramatisir bahwa hidup itu bagaikan rollercoaster, yang cepat meluncur keatas, dan menukik ke bawah, lalu ada sebagian meyakini, kehidupan itu kejam, ia bisa melibas siapapun yang tak mempersiapkan hidupnya di masa depan.
Kekecewaan atas perjalanan proses di kehidupan, banyak ditimbulkan dari ketidaksiapan kita pada saat batu sandungan itu datang menghadang.
Kita hidup terlalu santai, padahal dalam ekosistem kehidupan masa ini, semuanya sangat cepat mengalami perubahan, kehidupan berproses pesat, lantas kitanya saja yang hanya jalan di tempat.
Hal inilah yang tidak siap kita antisipasi, kita ketinggalan kereta, hingga kita dilewati, tanpa bisa melakukan hal yang berarti.
Kehidupan kedepan merupakan tantangan, untuk mengarungi itu, kita perlu kecakapan khusus.
Tidak bisa kita hidup asal hidup, atau biarkan hidup mengalir seperti air yang mengalir, ini bukan sikap para pejuang kehidupan.
Karena sikap para petarung unggul kehidupan adalah, kita harus jadi pemenang, kita harus mampu jadi manusia andal, yang bisa mengendalikan kehidupan kita kedepannya.
Maka tak heran, pengalaman dilapangan banyak dimenangkan oleh mereka yang mau berperih-perih di masa diawal, sambil ia banyak belajar menyikapi gerak zaman…hingga akhirnya, ia tahu langkah apa yang diperlukan, dan bagaimana ia memanfaatkan peluangnya.
Para manusia yang pasif, maupun yang aktif, semuanya akan mendapatkan bagian, sesuai porsi dari apa yang ia perjuangkan buat hidupnya.
Kebahagiaan maupun kepahitan sebenarnya kitalah yang menciptakan.
Tuhan hanya meminta kita untuk berikhtiar di dunia, agar kehidupan kita diperjuangkan oleh diri kita sendiri.
Kehidupan sendiri, sudah dipastikan siap untuk membukakan pintu-pintunya, rezeki selalu tersedia di setiap pintu tersebut, namun syarat nya, kunci pintunya itu sendiri, harus kita miliki terlebih dahulu.
Saat mengambilnya bagian rezekinyapun, takarannya sudah pasti, itu akan disesuaikan dengan wadah yang sudah kita persiapkan.
Wadahnya adalah otak kita!
Wadah untuk meraup rezekinya itu sendiri, adalah ilmu yang kita sudah miliki.
Kita bisa mengambil bagian yang besar dari rezeki yang Allah siapkan, tergantung dari kapasitas otak dan ilmu yang sudah ada dalam diri kita.
Maka tanpa ilmu, kita akan perih di masa yang akan datang.
Masih baik kita berperih-perih di saat muda, sehingga masa selanjutnya, kapasitas kita dalam meraih kebahagian sudah ada, karena modal ilmunya sudah kita miliki.
Kehidupan bagi yang memiliki daya juang lemah, ia berpikir cukup apa yang sudah ia upayakan, sebagai rezeki itu baginya.
Kehidupan bagi mereka yang tertantang untuk berpikir keras, dan siap berjuang lebih, maka bagiannya pun, tentunya dilebihkan pula.
Kecewa pada ikhtiar kita yang belum maksimal, merupakan sebuah perenungan, yang menghasilkan kesadaran baru.
Dan banyak melakukan introspeksi diri atas kiprah perjuangan ikhtiar kita, akan membentuk tekad baru, di mana kesadaran yang sudah kita peroleh tersebut, bisa mengerakan motivasi kita untuk mengantisipasi kehidupan kedepan, agar tak kembali terjebak, oleh sikap kita yang terlalu santai sampai lupa mengasah diri.
Kita harus selalu mengupgrade diri kita, dengan meningkatkan kualitas dan mutu diri, dan itu sebagai upaya kita, untuk menjadikan diri lebih baik lagi dari waktu ke waktunya, hal ini kita lakukan, agar kita mampu untuk beradaptasi di tengah perubahan zaman yang begitu cepat, dan siap melindas yang lengah.
Lalu maukah kita untuk merubah diri ?
Maukah kita menambah kapasitas diri kitanya ?
Hanya kita yang mampu menjawab itu !
Maka jangan pernah kecewa dengan apa yang menjadi sikap kita dalam menjemput rezeki, dan menerima rezeki dariNya.
Besar kecil rezeki yang kita dapatkan, baiknya kita syukuri.
Tak baik kita hanya menyibukkan dengan terus berdoa, mengharap sesuatu turun dari langit, tanpa kitanya mau berikhtiar memperbaiki kwalitas diri.
Rezeki itu bagaikan permainan sepakbola.
Siapa yang menguasai permainan, dengan mampu mengiring bola, maka, menjebol gawang, bisa kita lakukan berkali-kali…
Alhamdulillah.***