REFLEKSI | Yang Mata Hatinya Jauh dari Ilmu

Silahkan bagikan

Oleh Bambang Melga Suprayogi, M.Sn.

QUR’AN, Surat Al Hajj Ayat 46
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”

Dari uraian Surat Al Hajj ini, kita dibawa untuk memahami pentingnya kita berjalan di atas bumi dengan harus secara terus-menerus wajib membangun kesadaran diri.

Artinya, kesadaran sebagai manusia yang memiliki hati nurani, memiliki perasaan, dan memiliki ingatan.

Dari ayat di atas juga, kita bisa melihat, adanya suatu anjuran kepada kita, dari Allah, yang mengingatkan kita agar kita mau mendengarkan apa-apa yang membuat kita bisa sadar, akan apa yang menjadi kekurangan diri kita, dan sadar, pada apa yang harus kita perbaiki !
Juga, sadar pada apa yang harus kita bisa perbuat !

Dari semua apa yang kita dengar tersebut, itu datangnya dari perbincangan orang-orang, atau masyarakat yang ada di sekeliling kita, lantas apakah kita menutup telinga, masih tetap tak mau mendengar !
Seperti halnya orang yang tuli !

Membuka telinga untuk mendengar bagi seorang muslim adalah mutlak, suatu kebaikan, wajib bagi kita menggunakan dan memfungsikan telingga untuk mau mendengar, baik menerima saran, masukan, pendapat, maupun kritikan.

Atau kitanya sendiri, tak mau melihat realitas tentang diri kita yang diperbincangkan orang, terhadap apa yang mereka tahu dari kekurangan kita!
Sangat disayangkan jika ini terjadi.
Utamanya bagi orang berilmu, baik itu para cendikiawan, agamawan, ataupun manusia yang memiliki kedudukan lebih dalam status sosialnya di lingkungan masyarakatnya.

Baca Juga :  Update Corona 30 Agustus: 172.053 Positif, 124.185 Sembuh

Sesungguhnya Allah dalam ayat di atas, ingin membuat kita untuk bisa membangun kepekaan diri, dari apa yang bisa kita cermati dalam ayat di surat Al Hajj di atas.

Agar supaya kita tidak terjerumus menjadi manusia yang buta hati, membutakan perasaan, yang akhirnya menjadikan kita buta, baik lahir dan batinnya.

Jika itu menjangkiti, akan sangat celaka kita nanti, susah dibuat menyadarinya, karena jika hati kita sudah berkarat dan membantu, hati kitapun akhirnya, tidak bisa lagi melihat kebenaran yang sangat jelas adanya.

Manusia yang sadar, akan keberadaan dirinya di dunia untuk menjadi fill ardhi (Khalifah di bumi) akan selalu mengembangkan potensinya untuk memberi nilai kebermanfaatan dirinya, bagi manusia lainnya, ini merupakan manusia yang mawas diri, tau menempatkan dirinya, untuk bisa berguna, dan bisa memberi kontribusi terbaik dirinya bagi kemanusiaan.

Dalam pandangan Tuhan, tipikal manusia seperti ini, adalah manusia agung, yang level capaiannya melebihi manusia lainnya, dalam meninggalkan jejak langkahnya, yang terus berproses menjadikan ia rahmat bagi seluruh alam.

Maka pantas manusia macam ini disebut dengan panggilan terhormat yang gelari, Alim Rabbani.

Apakah itu Alim Rabbani ?

Alim Rabbani adalah para ulama yang mengamalkan ilmunya.
Mengajarkan kebaikan, membawa umat pada pemahaman, sehingga umat menjadi tahu, mana yang baik dan mana hal yang buruk yang harus mereka jauhi, sehingga umat semakin kuat akidahnya, semakin baik ahlaqnya, dan berkualitas keimanannya.

Dan dengan demikian, mereka akan berjalan di atas permukaan bumi dengan banyak rasa syukurnya, dan dengan selalu mengajak manusia lainnya pada kebaikan.
Dengan adanya ilmu, mereka menjadi orang yang rendah hati, mudah berbuat kebaikan.

Pada orang yang memiliki ilmu, ia berjalan bersama ilmu yang ia miliki. Allah Swt berfirman:

Baca Juga :  Biro Umum Apresiasi Pengelolaan Arsip di Kemenkumham Jatim

أَوَمَن كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَٰهُ وَجَعَلْنَا لَهُۥ نُورًا يَمْشِى بِهِۦ فِى ٱلنَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُۥ فِى ٱلظُّلُمَٰتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْكَٰفِرِينَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

“Apakah orang yang dulunya mati (hatinya) kemudian Kami hidupkan, dan Kami berikan kepadanya cahaya (ilmu dan hidayah) yang dia berjalan dengan cahaya tersebut ditengah-tengah manusia, apakah sama dia dengan orang yang berada di dalam kegelapan-kegelapan (kesesatan) yang dia tidak bisa keluar darinya.” (Qur’an, Surat Al-An’am: 122)

Dan itu berbeda dengan orang yang mata hatinya telah tertutup, ia akan berjalan di atas dunia dengan penuh kesombongan, dengan penuh keangkuhan, dan lupa akan kehidupan yang selalu ada akhirnya.

Lalu apakah orang semacam ini, tidak belajar pada kesombongannya orang-orang terdahulu sebelum mereka ?
Pastinya mereka jauh dari kesadaran ke arah sana !
Karena ia telah merasa benar sendiri, dan hidayah tentunya juga akan menjauh.

Allah berfirman: “Mereka tuli, bisu, dan buta; maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar),”
(Al Qur’an, Surat Baqarah ayat 18).

Ali Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna summun bukmun ‘umyun, bahwa mereka tidak dapat mendengar petunjuk, tidak dapat melihatnya, dan tidak dapat memahaminya. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abul Aliyah dan Qatadah ibnu Di’amah.

Fahum la yarji’una, menurut Ibnu Abbas mereka tidak dapat kembali ke jalan hidayah. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ar-Rabi’ ibnu Anas.

Lantas apa yang kita harus lakukan agar hidayah mendekat kepada kita yang bodoh ini, sehingga kita tak masuk dalam golongan yang buta mata hati, tuli, dan buta ?

Mengakui kebodohan diri, merupakan salah satu ungkapan kata hati yang mau mengakui realitas bahwa kita perlu penerang jiwa.
Allah sangat menyukai orang-orang yang mau menuntut ilmu, dan mau mengentaskan kebodohannya.

Baca Juga :  Studi HP: Generasi Milenial dan X Punya Peran Besar Hilangkan Keraguan Teknologi oleh Gen Z dan Baby Boomer

Seperti dalam Surat Al An’am,… dan Kami berikan kepadanya cahaya (ilmu dan hidayah) yang dia berjalan dengan cahaya tersebut ditengah-tengah manusia,..”

Semoga kita selalu dibukakan pintu kesolehan, dari mengakui keberadaan kita sebagai orang yang bodoh ini, lalu Allah tunjukan jalan-jalan kemudahan bagi kita dalam mendapatkan ilmu, dan keberkahannya.

Hanya pada Allah kita memohon pertolongan, dan hanya pada Allah kita meminta, Alhamdulillah.***

M Purnama Alam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Huawei Gelar Forum tentang Konvergensi Teknologi yang Memfasilitasi Transformasi Digital di Industri

Sab Apr 30 , 2022
Silahkan bagikan  VISI.NEWS | SHENZHEN – Huawei Global Analyst Summit Ke-19, Huawei menggelar forum “Dive into Industrial Digitalization, Creating New Value Together”. Forum ini mengulas tantangan transformasi digital yang dihadapi beragam industri, seperti pertambangan, kelistrikan, pelabuhan, dan jalan raya. Huawei juga membahas cara berinovasi dalam infrastruktur TIK, mengintegrasikan teknologi digital […]