VISI.NEWS | BANDUNG – Anggota Fraksi Golkar DPRD Jawa Barat (Jabar) Reynaldi menyebutkan, ada yang menarik dari pertemuan Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Airlangga Hartarto dengan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani.
Selain karena didahului dengan berolahraga bersama, ada hadiah mobil listrik berwarna kuning bergaris merah sebagai hadiah Airlangga untuk Puan.
“Dari situasi tersebut setidaknya bisa dideskripsikan bagaimana obyektif dan rasionalnya relasi antara Golkar dengan PDI-P ini,” katanya.
Fakta historik membuktikan bahwa saat petahana tak bisa maju lagi dalam kontestasi (open election) pasca reformasi, PDIP dan Golkar kerap berseberangan.
Golkar senantiasa merapat kepada kekuasaan baik dalam konteks Demokrat (2004-2014) maupun PDI-P (2014-2024), realitas politik tersebut sepertinya berulang saat ini jelang Pilpres 2024 di mana Golkar telah merajut Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama PAN dan PPP.
“Sementara, PDI-P baru intensif melakukan silaturahim politik lintas partai sebagai mandat rakernas sebelum memutuskan berkoalisi dengan kubu manapun,” Ungkap Reynaldi.
Kemudian latar politik yang berbeda dari Golkar dan PDI-P ini mengemuka, disebabkan hanya PDI-P yang mampu memenuhi presidential threshold secara mandiri, sedangkan Golkar mesti mencari satu atau dua partai agar bisa masuk ke arena Pilpres 2024.
“Realitas politik ini mau tak mau membuat nalar politik Golkar mengharuskan lebih awal berinisiatif agar Airlangga sebagai ketum tak memiliki beban besar setelah partai berlambang beringin ini ‘memastikan’ tiket dengan terbentuknya KIB,” ujarnya.
Ini sangat penting, agar posisi tawar (bargaining position) politik Golkar semakin strategis ketika berhadapan dengan partai atau koalisi manapun termasuk PDI-P, sisi yang lain, PDI-P memiliki tantangan politik dengan kelebihan sekaligus kekurangan yang dimiliki.
“Pertanyaan mendasar akhirnya mengemuka, ke manakah PDI-P akan berlabuh, KIB? Koalisi Indonesia Raya (KIR)? Atau membuat koalisi baru?,” pungkasnya. @eko