Search
Close this search box.

Serikat Pekerja di Kota Solo Sebut Omnibus Law dengan “Undang-Undang Cilaka”

Wali Kota Solo, Jawa Tengah, FX Hadi Rudyatmo, berdialog dengan kalangan serikat buruh dan pekerja tentang UU Cipta Kerja di Rumah Dinas Wali Kota Solo Loji Gandrung/visi.news/tok suwarto

Bagikan :

VISI.NEWS – Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Surakarta, Wahyu Rahadi, menyatakan, pihaknya mendukung maksud baik diundangkannya UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.

Namun dia menyayangkan, dalam pembahasan RUU tersebut tidak melibatkan perwakilan pekerja dan buruh, bahkan tidak ada pintu terbuka bagi kalangan pekerja dan buruh untuk mencari akses terhadap pembahasan RUU tersebut.

“Kami sebenarnya sudah sepakat menahan diri tidak turun ke jalan menggelar aksi penolakan. Karena kami mengikuti ajuran Dinas Tenaga Kerja dan Polresta Surakarta dan benar-benar menindaklanjuti anjuran tersebut agar Kota Solo tetap teduh dan damai,” ujar Wahyu Rahadi dalam dialog dengan Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, di Pendapa Rumah Dinas Wali Kota Solo “Loji Gandrung”, Senin (12/10).

Dalam dialog tersebut, hadir sejumlah pengurus organisasi pekerja dan buruh, seperti Serikat Pekerja Nasional (SPN), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) dan Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 92.

Meskipun semua organisasi pekerja dan buruh sepakat tidak menggelar aksi unjuk rasa, menurut Ketua KSPSI Surakarta itu, pihaknya berharap bisa bertemu Wali Kota Solo untuk menyampaikan uneg-uneg. Dia menegaskan, penyampaian aspirasi melalui dialog lebih baik daripada aksi unjuk rasa yang menjadikan para pekerja dan buruh kepanasan di jalan dengan kondisi yang sangat rentan terhadap Covid-19.

Seperti sikap seluruh serikat pekerja dan buruh di Kota Solo, yakni KSPSI, SPN, SBSI 92 dan lain-lain, menurut Wahyu, konfederasi serikat pekerja yang dipimpinnya sebenarnya juga menolak Omnibus Law. Sampai saat ini, katanya, kalangan serikat pekerja mengaku belum bisa mengakses draft UU Cipta Kerja yang menimbulkan kontroversi tersebut.

“KSPSI menolak UU Cipta kerja atau Omnimbus Law karena banyak hal yang kita rasakan memberatkan para pekerja,” tandasnya.

Baca Juga :  Jadwal SIM Keliling Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat Hari Ini Sabtu 7 Desember 2024

Ketua SPN Kota Solo, M Sholihuddin, seusai dialog mengungkapkan kepada wartawan, secara substansial RUU Cipta Kerja lebih banyak merugikan buruh. Sejak proses pembahasan, buruh tidak bisa mengakses draft RUU tersebut, meskipun buruh yang paling terdampak dari UU karena banyak pasal yang merugikan.

“Awalnya, RUU bernama Omnibus Law, UU Investasi, lalu diubah menjadi UU Cipta Lapangan Kerja. Belakangan berubah lagi menjadi UU Cipta Kerja. Karena semula namanya UU Cipta Lapangan Kerja yang merugikan buruh, teman-teman sering menyebut sebagai Undang-Undang Cilaka,” tuturnya berseloroh.

Selain menyampaikan keberatan terhadap sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja, dalam dialog itu kalangan serikat buruh usul kepada Wali Kota Solo agar memperbaiki komponen upah minimum kota (UMK). Dalan pandangan serikat buruh, komponen yang menjadi dasar penentuan UMK dinilai juga merugikan buruh yang dampaknya UMK yang diterima buruh tidak sesuai kebutuhan hidup layak.

Menanggapi pernyataan kalangan serikat buruh dan pekerja, Wali Kota Solo yang akrab disapa Rudy, menyatakan, dia bisa memahami keberatan serikat pekerja dan penolakan Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja.

“Saya mengapresiasi serikat buruh tidak turun ke jalan dan menyalurkan aspirasi secara santun untuk menjaga Kota Solo agar tetap aman dan kondusif. Semua aspirasi akan saya sampaikan ke Gubernur dan pemerintah pusat, baik penolakan UU Cipta Kerja, perubahan komponen UMK, maupun keinginan serikat buruh terlibat dalam pengawasan tenaga kerja,” tutur Rudy. @tok

Baca Berita Menarik Lainnya :