VISI.NEWS | BANDUNG – Perjalanan hidup Ana Sumarna (72) seperti tampak dari gurat wajahnya yang keras dan tak mudah dikalahkan. Meski demikian, Ketua Federasi Serikat Pekerja Transportasi Indonesia (F-SPTI) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jawa Barat punya sisi lembut “nyaah kanu leutik” dan mudah mengulurkan tangan untuk membantu sesama.
Ditemui di kediamannya yang sekaligus jadi “markas”-nya di Taman Gantung Stasion Bandung, Kang Ana, demikian pria ini biasa disapa, nampak sedang bercengkerama dengan teman-temannya.
Ruangan di lantai dua ini tampak menarik. Lokasinya tepat di seberang pintu ke luar Stasiun Selatan. Ada tangga kecil dari konstruksi besi, untuk sampai di tempat penghunian tokoh ini.
Memasuki lantai dua bangunan ini, ada beberapa sudut yang enak untuk bincang-bincang santai. Bahkan bagi yang senang baca, bisa berlama-lama di sini, karena ada perpustakaan mini yang mengoleksi ratusan judul buku, kebanyakan buku ajar untuk pendidikan tinggi.
“Ini dulu bahkan dipakai cafe juga, tapi karena tidak ada yang mengelolanya lagi, maka untuk sementara ditutup dulu,” ungkap ayah tiga anak ini.
Bangunan dan interiornya nampak memang meninggalkan jejak cafe. Ada meja kursi untuk duduk lesehan, naik 3-4 anak tangga ke arah selatan ada beberapa kolam yang banyak ikannya. Di sini ada tempat tidur, tempat santai, ada alat treadmill, sampai ada mushalla lengkap dengan tempat wudhunya.
Anak Jalanan
Ana bercerita, sejak kecil ia biasa hidup di jalanan dan mandiri. “Sejak kecil saya biasa membiayai sekolah sendiri. Saya hidup di jalanan, tapi pendidikan sampai sekarang tidak pernah berhenti,” ungkap pemilik gelar sarjana S1 dan S2 bidang administrasi, ilmu hukum, bahkan sekarang masih tercatat sebagai “mahasiswa” ini.
Ana bercerita, ayahnya seorang tentara yang mendidiknya dengan keras. Tak tahan dengan pendidikan yang diterapkan ayahnya, Ana ke luar dari rumah dan menjadi anak jalan. Ia menjadi petarung jalanan di Bandung bahkan pernah bergabung dengan preman di Tanah Abang. “Itu semua saya lalui, tapi pendidikan tidak pernah putus sampai sekarang,” ungkapnya.
Ia menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya di Gang Kina, Pajajaran, Kota Bandung sambil belajar ngaji di rumah seorang ustadz setempat, kemudian menyelesaikan pendidikan SMP-nya di Pasundan 4 Bandung Jalan Kebonjati, menyelesaikan SMA-nya di kampus depan SMP-nya, SMA Kemah, kemudian melanjutkan ke Akademi Tekstil Bandung (ATB) dan menyelesaikan S1nya di STAN Jakarta, kuliah lagi S1 Ilmu Hukum di Bandung, meneruskan S2nya juga di Bandung.
“Saya merasa Allah SWT sudah memberikan banyak jalan keberkahan buat saya. Anak2 juga sekarang sudah pada mandiri, menyelesaikan pendidikan S2nya, bahkan anak yang satu lagi sekarang sedang menyelesaikan S3 bidang ilmu komunikasi di Unpad, ” ungkapnya.
Oleh karena itu, sebagai rasa Terima kasih atas kemurahan Allah padanya, Ana secara bertahap sejak dulu membantu anak-anak lain untuk belajar di Taman Gantung ini. “Di sini, tempat sekolah singgah juga untuk anak-anak jalanan. Mereka, sekalipun tergolong hidup di jalanan, tapi pendidikannya saya usahakan tidak putus,” ujar Ana.
Selain itu, dalam kapasitasnya sekarang ini sebagai Ketua DPD Federasi Serikat Pekerja Transportasi Indonesia (F-SPTI) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Jawa Barat, Ana juga membuka pendidikan tingga untuk para pekerja, buruh, khususnya para pengemudi.
“Sekarang ini ada 160 mahasiswa yang kuliah melalui program yang saya kembangkan ini. Kadang mereka belajar di sini dengan menghadirkan dosennya ke sini, kebanyakan belajar secara daring, ” ungkapnya seraya menyebutkan program tersebut bekerjasama dengan Universitas Terbuka Negeri untuk program pendidikan S1.
Program RPL
Ke depan, pria yang terlihat lebih muda dari usianya ini, Ana sedang menyiapkan program rekognisi pembelajaran lampau (RPL) yang rencananya di kerjasamakan dengan Jepang.
“Melalui program ini nantinya mahasiswa yang dulu pernah kuliah, atau punya kompetensi dibidang keahliannya bisa dikonversi, dan meneruskan program S1nya. Sehingga kuliah yang mereka jalani cukup 3 hingga 4 semester saja,” ujarnya.
Untuk program ini, kata Ana, ia dan timnya sedang menyiapkan program kuliah sambil magang di Jepang. “Jadi mereka belajar juga bahasa Jepangnya sampai mahir dan praktek pekerjaan sesuai dengan program pendidikan S1nya,” ungkapnya.
Ana berharap, melalui program tersebut nantinya bisa lebih banyak lagi masyarakat yang bisa menyelesaikan pendidikan S1nya. “Kalau program ini berjalan, insyaAllah kami di sini bisa membantu pemerintah daerah dalam meningkatan rata-rata lama sekolah atau RPL, ” ungkapnya.
Ana sepertinya tidak pernah lelah untuk membantu banyak orang terutama dalam bidang pendidikan. Ia masih begitu bersemangat, dan sepertinya usia bukan lagi penghalang baginya selama masih bisa dibutuhkan dan bermanfaat bagi orang lain.
@mpa/asa