VISI.NEWS –
3. Taklid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah akidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya. Sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka bertaklid kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam sesat sehingga mereka juga sesat, jauh dari akidah sahihah.
4. Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang salih, serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun menolak kemudaratan.
Juga menjadikan para wali itu sebagai perantara antara Allah dan makhlukNya sehingga sampai pada tingkat penyembahan para wali tersebut dan bukan menyembah Allah. Mereka ber-taqarrub kepada kuburan para wali itu dengan hewan kurban, nazar, doa, istigasah dan meminta pertolongan.
Sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh Alaihissalam terhadap orang-orang salih ketika mereka berkata:
“Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.” (QS Nuh: 23).
Dan demikianlah yang terjadi pada pengagung-pengagung kuburan di berbagai negeri sekarang ini.
Selain itu juga karena “ghaflah” (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam KitabNya (ayat-ayat ‘Qur’aniyah’).
Juga karena terbuai oleh hasil-hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia semata. Sebagaimana kesombongan Qarun yang mengatakan:
“Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.” (QS Al-Qashash: 78)
Dan sebagaimana perkataan orang lain yang juga sombong: “Ini adalah hakku …” (QS. Fushshilat: 50)
”Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku”. (QS. Az-Zumar: 49)
Mereka tidak berpikir dan tidak pula melihat keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam ini dan yang telah menimbun berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dengan bekal keahlian dan kemampuan guna menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta mengfungsikannya demi kepentingan manusia.
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”. (QS Ash-Shaffat: 96)
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, …” (QS. Al-A’raf: 185)
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendakNya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.” (QS Ibrahim: 32-34) (Kitab At-Tauhid, jilid 1).Wallahu a’lam. @fen/sumber:parapencintasunnah.com