TAUSIAH: Sebelum Berutang, Perhatikan Adab yang Dianjurkan Agama

Editor Memberi uang dan membayar utang./ ilustrasi/via republika.co.id.
Silahkan bagikan

VISI.NEWS – Jika bagi orang yang mengutangkan saja terdapat etika atau adab yang harus diperhatikan, apalagi bagi orang yang berutang. Maka, agama juga menyusun beberapa adab yang perlu diperhatikan bagi orang yang berutang.

Dalam buku Berilmu Sebelum Berutang karya Muhammad Abdul Wahab dijelaskan, orang yang berutang sebaiknya mengetahui kapasitas finansial atau sumber penghasilannya yang artinya yakin mampu membayar utangnya.

Islam menganjurkan umatnya agar tidak berutang sebelum yakin bahwa yang bersangkutan meyakini mampu melunasinya di kemudian hari.

Berutang tanpa perhitungan matang tidak dibenarkan. Sebab, dalam Islam perkara utang-piutang bukanlah hal yang sepele. Utang yang dipinjam sejatinya adalah hak orang lain yang harus dikembalikan.

Menyepelekan pelunasan utang sama saja dengan menyepelekan hak orang lain. Sedangkan urusan antar-sesama manusia adalah urusan yang tidak hanya berhenti di dunia, melainkan perkaranya akan berlanjut ke pengadilan akhirat.

Rasulullah saw. bersabda: “Man akhadza amwala an-nasi yuridu ada-aha addaallahu anhu, wa man akhadza yuridu itlafaha atlafahullahu,”. Yang artinya: “Barangsiapa yang mengambil harta manusia, (dan) ingin melunasinya, niscaya Allah akan melunaskan atasnya dan barangsiapa yang mengambil (dan) ia ingin menghilangkannya niscaya Allah menghilangkannya,”.

Adab selanjutnya adalah tidak menunda pembayaran, sebab orang yang menunda-nunda pembayaran utang padahal dia mampu sama saja ia tengah berbuat perbuatan zalim.

Selanjutnya, orang yang berutang juga perlu mencatat utangnya. Bahkan adab ini secara langsung diperintahkan Allah di dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 282:

Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun dari utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu)”.

Baca Juga :  Kapolresta Bandung Tampak "Santai", Demo Buruh Bandung Timur Kondusif

“Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.”

“(Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan.”

“Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu.” @fen/sumber:republika.co.id

Fendy Sy Citrawarga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Kemenag dan Asosiasi Bahas RPMA Umrah di Masa Pandemi

Sel Okt 13 , 2020
Silahkan bagikanVISI.NEWS – Kementerian Agama membahas kelanjutan Rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA) tentang Penyelenggaraan Umrah di masa Pandemi. Setelah sebelumnya dibahas di internal, RPMA dibahas bersama dengan asosiasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Rakor dibuka Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar. Hadir, lima asosiasi PPIU, yaitu Amphuri, Himpuh, Kesthuri, Asphurindo, […]