VISI.NEWS – Di atas segala ikhtiar optimal dan sikap tawakal menyerahkan hasil kepada-Nya, ketahuilah, ada izin dan rida Allah di dalamnya. Izin dan rida Allah itu bisa diraih melalui cara-cara yang sesuai dengan rida-Nya, yang telah disyariatkan, bukan cara yang batil.
Dari Umar bin Khattab r.a. berkata, Nabi saw. bersabda:
لو أنَّكم كنتُم توَكلونَ علَى اللهِ حقَّ توَكلِه لرزقتُم كما يرزقُ الطَّيرُ تغدو خماصًا وتروحُ بطانًا
“Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim).
Itulah jaminan Allah SWT kepada seluruh makhluk. Tugas kita adalah berusaha maksimal dan bertawakal. Tentu saja, jika kita berhasil mencapai salah satu tahapan dalam tujuan kehidupan, bukan berarti itu akhir atau puncaknya. Mesti diingat, akan ada tahapan berikutnya yang harus dilalui.
Ketercapaian suatu rencana dan keinginan bukanlah satu tujuan, melainkan sebuah ujian. Boleh jadi, di situlah ujian sesungguhnya. Kita harus mampu mensyukuri, menjalani, dan memenuhi sejumlah harapan yang menyertai keberhasilan itu dengan niat untuk meraih keridaan-Nya. Allah SWT berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya untuk meraih keridaan Allah. Dan Allah Mahapenyantun terhadap hamba-hamba-Nya,” (QS al-Baqarah: 207).
Tak ada puncak kenikmatan hidup selain mendapatkan rida-Nya. Rasulullah saw. bersabda:
عن أبي سعيد الخدري قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن الله تعالى يقول لأهل الجنة: يا أهل الجنة، فيقولون: لبيك ربنا وسعديك، والخير كله في يديك، فيقول: هل رضيتم؟ فيقولون: وما لنا لا نرضى يا رب، وقد أعطيتنا ما لم تعط أحداً من خلقك؟ فيقول: ألا أعطيكم أفضل من ذلك؟ فيقولون: يا رب، وأي شيء أفضل من ذلك؟ فيقول: أحل عليكم رضواني فلا أسخط عليكم بعده أبداً
“Sesungguhnya Allah berfirman kepada penghuni surga: Hai penghuni surga! Mereka menjawab: Kami penuhi seruan-Mu wahai Tuhan kami, dan segala kebaikan ada di sisi-Mu. Allah melanjutkan: Apakah kalian sudah merasa puas? Mereka menjawab: Kami telah merasa puas wahai Tuhan kami, karena Engkau telah memberikan kami sesuatu yang tidak Engkau berikan kepada seorang pun dari makhluk-Mu. Allah bertanya lagi: Maukah kalian Aku berikan yang lebih baik lagi dari itu? Mereka menjawab: Wahai Tuhan kami, apa yang lebih baik dari itu? Allah menjawab: Akan Aku limpahkan keridaan-Ku atas kalian sehingga setelah itu Aku tidak akan murka kepada kalian untuk selamanya.” (HR Muslim dari Abu Said Al-Khudri).
Dengan demikian, jangan sempitkan satu momen keberhasilan dengan sekadar perayan apalagi penuh hura-hura. Jadikan momen keberhasilan itu sebagai alat introspeksi, melakukan pengukuran ke dalam diri terkait dengan potensi dan kemampuan yang mungkin dilakukan untuk memenuhi harapan dan tujuan. Harapan di sini artinya harapan umum, bukan harapan pribadi atau golongan.
Sebagai contoh, jika Anda lulus sekolah atau kuliah sebagai sebuah momentum keberhasilan, maka lakukanlah pengukuran ke dalam diri Anda tentang kemampuan yang sepadan dengan kelulusan itu sendiri. Di situlah makna syukur dari sebuah momentum keberhasilan, yaitu bukan capaian pada tahap keberhasilan itu, tetapi lihatlah proses sebelumnya dan apa yang akan dilakukan setelah momen itu diraih.
Dengan demikian, tak ada kata berhenti untuk belajar, berusaha dan bekerja secara terus -menerus. Mereka yang pandai bersyukur, pasti akan berikhtiar maksimal untuk bekerja keras, cerdas, tuntas, dan ikhlas dalam proses pascaperayaan keberhasilan.
Tidak akan ada capaian yang hilang karena setiap capaian akan dipandang sebagai langkah awal baru bagi capaian berikutnya. Dengan demikian, bila kita merasa berhasil pada satu tahapan kehidupan, seyogianya kita segera menyiapkan diri untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang muncul dari capaian tersebut dan berusaha meningkatkan kemanfaatan bagi yang lainnya.
@fen/republika.co.id