VISI.NEWS – Tenaga medis yang menangani korban keracunan akibat nasi kuning di Kelurahan Karikil, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, makin kewalahan karena setiap jamnya pasien terus bertambah. Hingga Jumat (9/10) pukul 15.00 WIB, jumlah korban menjadi 197 orang.
Dari jumlah tersebut yakni 83 orang laki-laki dan 114 l perempuan. Adapun untuk kelompok umur yakni balita sebanyak 25 orang, anak-anak sebanyak 56 orang, dewasa sebanyak 98 orang, dan lansia sebanyak 18 orang.
Sementara itu, para korban sudah mendapatkan penanganan medis. Untuk tingkat gejala sakit sebagian besar sakit ringan yakni sebanyak 119 orang. Adapun sakit sedang sebanyak 59 orang dan sakit berat sebanyak 19 orang.
Mereka diduga keracunan makanan yang berasal dari makanan yang dibagikan pada acara ulang tahun, Rabu (7/10) dan warga mulai merasakan gejala keracunan, Kamis (8/10) dini hari.
“Setelah didata hingga pukul 15.00 WIB, jumlahnya terus bertambah menjadi 197 orang,” kata Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan (Yankes) Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, dr. Titie Purwaningsari kepada wartawan di lokasi.
Menurutnya, dalam kasus keracunan massal ini memang penambahan kasusnya tidak pernah bisa diduga. Buktinya, pada kasus ini selain di Puskesmas Mangkubumi, tapi ada juga layanan-layanan kesehatan terdekat lainnya yang ikut menampung pasien.
Adapun dari jumlah 197 pasien, sebanyak 112.pasien kondisinya sudah membaik. Dari jumlah tersebut sebanyak 92 orang anak-anak, dan sisanya dewasa. Adapun dari keseluruhan pasien yang mendapatkan perawatan, dinyatakan tidak ada yang mengalami dehidrasi berat. Namun untuk dehidrasi sedang ada, itu pun menimpa balita dan lansia.
Terkait pasien yang dirujuk ke RSUD dr. Soekardjo itu karena dibarengi dengan penyakit penyerta. Terkait dengan penyakit penyerta itu, bisa disebabkan tambahan di sekitar lingkungan seperti suhu tubuhnya tidak mentolelir kondisi dinginnya malam sehingga timbul kejang, kemudian timbul panas yang naik turun. Bahkan bisa jadi karena faktor lingkungan yang tidak kooperatif saat dirawat ramai-ramai.
“Dari sisi lingkungan yang tidak kooperatif saat dirawat beramai-ramai juga bisa menjadi penyebab penyakit penyerta. Misalnya, rewel, marah-marah, dan sebagainya sehingga itu dirujuk,” tuturnya.
Dikatakan dr. Titie, sejauh ini tidak ada pasien yang kondisinya membahayakan mengancam nyawa. Namun yang menjadi masalah saat ini adalah terkait jumlah tenaga medis yang menangani.
Pihaknya butuh, selain perawat juga butuh tenaga farmasi yang memberikan obat. Karena jangan sampai ada pasien yang salah mengkonsumsi obat.
“Semalam saya cek banyak pasien yang salah mengkonsumsi obat. Masalahnya, sepele tapi sangat berpengaruh terhadap kesembuhan pasien. Sehingga butuh tenaga apoteker,” tuturnya.
Dia menjelaskan, saat ini yang dibutuhkan untuk menangani pasien mulai dokter, perawat, apoteker, pegetarian dan cleaning service sebanyak 100 orang.
Adapun dugaan kuat keracunan ini dari makanan, namun untuk memastikannya nanti tunggu hasil laboratorium. Karena dari hasil pemeriksaan laboratorium, akan ada keterangan spesifikasi mengenai penyebabnya termasuk jenis bakterinya.
“Untuk pastinya, nanti tunggu hasil pemeriksaan laboratorium,” ungkapnya.
Titie menambahkan, saat ini pihaknya sudah mengambil sampel makanan yang dikonsumsi para korban dan muntahan para korban. Nantinya, sampel itu akan di uji di laboratorium untuk memastikan penyebab keracunan massal ini.
Dugaan sementara para korban mengalami keracunan massal akibat mengkonsumsi makanan. Para korban mengalami gejala mual dan muntah, namun semuanya sudah ditangani medis, bahkan sebagian besar kondisinya sudah membaik. @arn