VISI.NEWS | JAKARTA – Tim Kehumasan Kementerian Agama menghadiri Training of Trainer (ToT) Ekonomi dan Keuangan Syariah bagi Jurnalis se-Jabodetabek Tahun 2025 yang berlangsung di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta, Sabtu (15/11/2025). Kehadiran tim humas ini menjadi bagian dari upaya Kemenag memperkuat kapasitas komunikasi publik dalam menyampaikan isu-isu strategis terkait ekonomi syariah dan penguatan keluarga.
Kemenag menilai materi ekonomi dan keuangan syariah semakin relevan untuk mendukung berbagai program layanan, terutama peran Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai pusat penguatan keluarga. Pemahaman yang baik mengenai keuangan keluarga menjadi salah satu kunci untuk mengurangi kerentanan rumah tangga, khususnya pada pasangan muda.
Saat ini, Kemenag tengah menguatkan program pembinaan calon pengantin (bimwin) sebagai langkah menekan angka perceraian. Salah satu penguatan yang dinilai perlu adalah memasukkan literasi ekonomi dan keuangan syariah ke dalam materi bimwin guna membantu keluarga muda terhindar dari jeratan pinjaman daring (pinjol) dan persoalan finansial lainnya.
Berdasarkan data perceraian menurut usia perkawinan tahun 2020–2024 dari Ditjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, terdapat 604.463 kasus perceraian pada usia perkawinan di bawah lima tahun dan 583.130 kasus pada usia lima hingga sepuluh tahun. Sementara data BPS (2023) mencatat lima penyebab perceraian terbesar, yakni pertengkaran terus-menerus, masalah ekonomi, meninggalkan salah satu pihak, kekerasan dalam rumah tangga, serta kebiasaan mabuk.
Data tersebut menunjukkan bahwa persoalan ekonomi memiliki kontribusi besar terhadap keretakan rumah tangga, terutama bagi pasangan muda yang belum memiliki pemahaman finansial memadai. Karena itu, literasi ekonomi syariah dipandang sebagai langkah pencegahan yang penting.
Hal ini ditegaskan oleh Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Imam Hartono, yang menjadi pemateri dalam kegiatan ToT tersebut. Menurutnya, banyak keluarga muda terjebak pinjol bukan semata karena kesulitan mengatur keuangan, tetapi karena minimnya pemahaman mengenai risiko dan instrumen keuangan yang aman.
“Banyak keluarga muda yang terjebak pinjol bukan karena tidak mampu mengatur keuangan, tetapi karena tidak paham risiko, tidak memahami perencanaan finansial, dan tidak mengenal instrumen keuangan syariah yang lebih aman. Maka literasi ekonomi syariah sangat perlu diajarkan sejak sebelum mereka menikah,” jelas Imam. Ia juga menekankan bahwa ekonomi syariah menyediakan instrumen keuangan yang lebih aman, transparan, dan berkeadilan.
Integrasi literasi ekonomi syariah dalam bimwin sejalan dengan Asta Protas Kementerian Agama, khususnya program Pemberdayaan Pesantren dan Ekonomi Umat serta Layanan Keagamaan Berdampak. KUA sebagai garda terdepan layanan keluarga dinilai strategis dalam menyampaikan edukasi finansial ini kepada calon pengantin. Materi yang disampaikan dapat mencakup pengelolaan keuangan, pemahaman akad syariah, manajemen utang sehat, hingga perencanaan keuangan jangka panjang.
Pendekatan ini tidak hanya menyasar penyelesaian persoalan ekonomi jangka pendek, tetapi juga membangun mindset keluarga muda agar lebih bijak dan bertanggung jawab dalam mengelola keuangan. Dengan pemahaman yang baik, keluarga akan lebih siap menghadapi tantangan finansial dan menghindari risiko-risiko yang mengancam ketahanan rumah tangga.
Kemenag menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat kurikulum bimwin agar lebih relevan dengan kondisi saat ini. Harapannya, upaya ini mampu menurunkan angka perceraian, mengurangi ketergantungan keluarga muda terhadap pinjaman ilegal, serta membangun generasi baru yang lebih cerdas dalam mengelola keuangan. Melalui sinergi dengan Bank Indonesia dan pihak terkait lainnya, literasi ekonomi syariah diharapkan menjadi pilar penting dalam pembentukan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
@uli












