University of Technology Sydney Percepat Aksi Iklim dengan Robot Penganalisis Alga yang Pertama di Dunia

Editor The "Algae Phenotyping System" menganalisis alga dengan kecepatan 20 ilmuwan yang bekerja 24 jam sehari, tujuh hari seminggu. /visi.news/prnewswire/marcus stimson
Silahkan bagikan

VISI.NEWS | SYDNEY – “Sistem Fenotipe Alga” (Algae Phenotyping System) mencari “alga super” yang mampu mengatasi perubahan iklim. Riset ini digarap oleh 20 ilmuwan yang bekerja 24 jam sehari, tujuh hari seminggu.

Peneliti UTS di Climate Change Cluster (C3) berkolaborasi dengan PSI—produsen alat-alat ilmu biologi yang terkemuka di dunia—untuk mengembangkan dan memasang sistem robotik otomatis yang menyeleksi ribuan jenis alga setiap hari.

Alga adalah tumbuhan laut yang berukuran sangat kecil. Ketika dibudidayakan di sebuah reaktor biologis, alga mampu menyerap karbondioksida dari atmosfer dengan efisiensi 40 kali lipat lebih baik dari pepohonan. Dengan karakteristik yang tepat, alga ini dapat dipakai di berbagai industri, seperti makanan dan minuman, serat tekstil, plastik nabati, dan bahan bakar nabati.

“Kolaborasi kami dengan PSI…merupakan terobosan dalam pemanfaatan ‘alga super’ guna mengatasi perubahan iklim, serta akan menciptakan industri bioteknologi alga yang baru di Australia,” ujar Distinguished Professor, Peter Ralph, Director, C3 di UTS.

“Untuk setiap spesies alga yang dibudidayakan, masih ada ratusan ribu alga lain yang belum teridentifikasi. Dengan mempercepat penemuan dan karakterisasi alga lewat teknologi mutakhir ini, kami mewujudkan potensi masif alga bagi pelaku industri yang ingin memakai ‘alga super’ untuk mendekarbonisasi proses produksi.”

Sebelumnya, ilmuwan membutuhkan waktu sekitar enam bulan untuk melakukan eksperimen secara manual dan purnawaktu. Tujuan dari eksperimen ini adalah mencari karakteristik dari satu galur alga. Berkat teknologi baru tersebut, alga yang memiliki galur serupa dapat dianalisis hanya dalam satu minggu.

“UTS memimpin upaya karakterisasi alga dan mempelajari peran penting alga dalam memperlambat perubahan iklim. Maka, kami meyakini Australia akan memimpin bidang ini, serta mengembangkan teknologi baru dan mendatangkan manfaat besar bagi industri. Dengan demikian, perusahaan sebagai pengguna akhir alga tersebut dapat meningkatkan pendapatan secara signifikan, serta membuka lapangan pekerjaan baru,” jelas Martin Trtilek, Pendiri dan CEO PSI.

Baca Juga :  Kashmir: Setahun Terkunci dan Kehilangan Otonomi (2/habis)

Setelah memasang Sistem Fenotipe Alga, UTS dan PSI akan mengadaptasi sistem ini guna menganalisis karakteristik beragam galur rumput laut. Industri rumput laut diperkirakan bernilai US$ 15 miliar.

University of Technology Sydney (UTS) adalah universitas teknologi terkemuka yang berada di peringkat #1 di Australia dalam bidang Riset AI, Ilmu Komputer, dan Ilmu Teknik.@nia

M Purnama Alam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Next Post

Dorong Indonesia Bebas Kandang Baterai 2030, AFJ Adakan Diskusi Kelompok Terpumpun

Kam Jul 14 , 2022
Silahkan bagikanVISI.NEWS | YOGYAKARTA – Animal Friends Jogja (AFJ) mengadakan diskusi kelompok terpumpun dengan pemerintah untuk pertama kalinya tentang pelaksanaan kesejahteraan hewan yang diternakkan di Indonesia, khususnya ayam dan bebek petelur, bertempat di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan diskusi ini melibatkan instansi-instansi pemerintahan terkait di DIY, […]