VISI.NEWS | SUKABUMI – Pihak kontraktor PT Lingkar Persada KSO Adhi Makmur buka suara terkait dengan patung penyu di Alun-Alun Gado Bangkong, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Patung penyu itu tengah menjadi sorotan karena disebut-sebut dibangun dengan biaya miliar rupiah, namun berisi kardus serta kerangka bambu.
Kontraktor menyatakan patung penyu yang merupakan ornamen itu dibuat dengan biaya puluhan juta rupiah, bukan miliaran seperti narasi yang selama ini beredar.
“Sehubungan dengan isu bahwa ornamen penyu di Alun-Alun Gadobangkong dibangun dengan anggaran miliaran rupiah, kami tegaskan bahwa biaya pembuatannya hanya sekitar Rp 30 juta, sesuai dengan spesifikasi proyek yang telah ditetapkan,” kata Imran Firdaus, pihak kontraktor.
Selanjutnya tentang material patung penyu, kontraktor menyebut bahan atau material utamanya terdiri dari resin dan fiberglass. Kedua material ini umum digunakan untuk patung dan ornamen luar ruangan karena daya tahannya terhadap cuaca ekstrem.
“Terkait kardus dan bambu yang terlihat dalam video yang beredar, kami tegaskan bahwa material tersebut bukanlah bagian dari struktur utama ornamen, melainkan hanya alat bantu dalam proses cetakan awal untuk membentuk penyu,” ujarnya.
Secara logis, jika ornamen ini benar-benar terbuat dari kardus, tidak mungkin bisa bertahan lebih dari satu tahun menghadapi hujan lebat, panas terik, dan kondisi pesisir yang ekstrem.
Menurut kontraktor, patung penyu itu rusak akibat ulah pengunjung yang naik lalu berfoto.
“Kami juga mengingatkan bahwa ornamen ini bukan untuk dinaiki oleh pengunjung. Sayangnya, banyak pengunjung yang memanjat dan berswafoto di atas ornamen ini, sehingga menyebabkan tekanan berlebih yang mempercepat kerusakan,” ujarnya.
Kini patung penyu yang hanya berjumlah satu buah itu sedang diperbaiki oleh pihak kontraktor. Selain menjelaskan mengenai patung penyu, pihak kontraktor juga mengungkap penyebab kerusakan infrastruktur Alun-Alun Gadobangkong akibat gelombang pasang.
“Desain Alun-Alun Gadobangkong telah dibuat sesuai dengan perencanaan, dengan posisi berada di atas permukaan datar yang mengarah ke pasir. Namun, perlu dipahami bahwa konstruksi ini tidak dirancang untuk menghadapi ombak secara langsung, karena untuk menghadapi gelombang besar dibutuhkan pemecah ombak atau breakwater,” ujar Imran.
Dia menuturkan pada Maret 2024, terjadi bencana gelombang pasang setinggi 2,5 hingga 3 meter yang menghantam kawasan pesisir, termasuk Alun-Alun Gadobangkong.
“Ombak besar yang terus-menerus menghantam area tangga setiap detik dan menit menyebabkan kerusakan yang bertahap dan akhirnya mengikis struktur beton. Kami menegaskan bahwa kerusakan ini bukan karena kesalahan konstruksi, melainkan akibat faktor alam yang tidak bisa dihindari,” ujarnya.
“Kami berharap pemerintah daerah dapat mempertimbangkan pembangunan pemecah ombak sebagai solusi jangka panjang untuk mengurangi dampak abrasi dan gelombang tinggi di kawasan ini,” pungkasnya. @andri