Oleh Salma Fauzi Sani
- Mahasiswa STAI Baitul Arqom
METAFISIKA, sebagai cabang filsafat yang telah ada sejak zaman Yunani kuno, memiliki sejarah panjang yang dimulai dari era para filsuf yang mengkaji fenomena alam hingga masa Aristoteles (284-322 SM). Meskipun Aristoteles sendiri tidak menggunakan istilah “metafisika”, beliau memperkenalkan konsep “filsafat pertama” – suatu bidang studi yang melampaui ranah fisika, dengan tujuan membedakannya dari disiplin ilmu lain seperti logika, matematika, fisika, dan kimia yang berfokus pada fenomena alam yang dapat diamati dan berubah (Bakhtiar, 2004).
Istilah “metafisika” yang kita kenal saat ini sebenarnya berasal dari bahasa Yunani “ta meta ta physika”, yang berarti “yang muncul setelah fisika”, dan pertama kali digunakan oleh Andronikos dari Rhodos (70 SM) untuk merujuk pada karya-karya Aristoteles yang ditulis setelah karyanya tentang fisika (Bagus, 1991).
Dengan demikian, metafisika telah berkembang sebagai bidang studi yang mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang realitas, keberadaan, dan sifat alam semesta yang melampaui penjelasan fisik, menjadikannya pilar penting dalam sejarah pemikiran filosofis dan terus menjadi subjek perdebatan dan penyelidikan hingga saat ini.
1. Pengertian Filsafat Metafisika
Metafisika adalah salah satu cabang utama filsafat yang mempelajari tentang hakikat realitas dan eksistensi, dengan bertanya mengenai “apa yang ada” dan “mengapa sesuatu itu ada”. Secara harfiah, istilah “metafisika” berasal dari bahasa Yunani “meta” yang berarti “setelah” dan “physika” yang berarti “fisika” atau “alam”. Jadi, metafisika dapat diterjemahkan sebagai “apa yang ada setelah fisika”, yang merujuk pada studi mengenai prinsip-prinsip yang melampaui dunia fisik yang dapat kita indra. Metafisika tidak hanya mencakup pemahaman tentang apa yang ada (ontologi), tetapi juga menjawab pertanyaan mendalam tentang sebab-akibat, ruang, waktu, materi, dan hubungan antara pikiran dan dunia material.
Dengan kata lain, metafisika berusaha menjawab pertanyaan tentang “hakikat dari segala sesuatu” yang mendasari kenyataan yang dapat kita amati.
2. Sub-bidang Utama Metafisika
Metafisika dibagi menjadi beberapa sub-bidang utama yang saling berhubungan. Di antaranya adalah:
Ontologi: Studi tentang apa yang ada, yaitu hakikat dan kategori dasar dari segala bentuk eksistensi. Ontologi bertanya, apa yang ada di dunia? Apa perbedaan antara objek material dan immaterial? Apa itu realitas?
Contoh masalah ontologi adalah perdebatan tentang apakah entitas non-material seperti pikiran atau jiwa dapat dianggap ada.
Kosmologi Metafisik: Studi tentang asal usul dan struktur alam semesta secara keseluruhan. Ini mencakup pertanyaan tentang bagaimana dunia ini bermula, apakah dunia ini kekal atau memiliki awal dan akhir, dan apakah ada tujuan atau rencana yang lebih besar di balik struktur alam semesta.
Teori Kausalitas: Filsafat tentang sebab-akibat. Dalam metafisika, kausalitas mencakup pertanyaan mengenai bagaimana peristiwa dan fenomena saling berhubungan dan apa yang menyebabkan sesuatu terjadi. Misalnya, apakah ada sebab pertama yang memulai segalanya, ataukah dunia ini bergerak melalui serangkaian sebab-akibat tanpa awal yang jelas?
Filsafat Waktu dan Ruang: Masalah mengenai hakikat waktu dan ruang adalah salah satu masalah klasik dalam metafisika. Apakah waktu itu nyata, atau hanya sebuah konstruksi manusia? Apakah ruang itu adalah wadah kosong tempat peristiwa terjadi, atau sesuatu yang lebih mendalam dan mempunyai eksistensi yang independen?
3. Metafisika dalam Sejarah Filsafat
Filsafat metafisika sudah ada sejak zaman Yunani kuno dan berkembang sepanjang sejarah filsafat. Beberapa tokoh utama dalam perkembangan metafisika adalah:
Aristoteles: Seorang filsuf Yunani kuno yang dianggap sebagai salah satu pendiri metafisika. Dalam karya terkenalnya Metaphysics, Aristoteles berusaha menggali prinsip-prinsip dasar dari eksistensi. Aristoteles memperkenalkan konsep substansi dan sebab pertama (prime mover), yang menjadi batu loncatan untuk banyak pemikiran metafisik berikutnya.
Immanuel Kant: Filsuf Jerman ini mengajukan pandangan bahwa kita hanya dapat mengetahui dunia sebagaimana ia tampak bagi kita (fenomena), tetapi tidak bisa mengetahui “dunia itu sendiri” (noumena). Dengan demikian, Kant memunculkan perdebatan besar dalam metafisika tentang batas pengetahuan manusia.
René Descartes: Dalam karyanya Meditations on First Philosophy, Descartes mempertanyakan segala sesuatu yang dapat diragukan, termasuk realitas dunia luar. Ia terkenal dengan pemikirannya yang merumuskan cogito ergo sum (saya berpikir, maka saya ada), yang menjadi dasar ontologi modern.
Heidegger: Martin Heidegger, seorang filsuf eksistensialis, mengajukan pandangan bahwa metafisika harus mencakup pemahaman yang lebih mendalam tentang keberadaan manusia itu sendiri, yang disebutnya sebagai being-in-the-world. Heidegger menekankan pentingnya pengalaman hidup konkret dalam memahami eksistensi.
4. Isu-isu Kontemporer dalam Metafisika
Pada zaman kontemporer, metafisika terus berkembang dan menghadapi tantangan baru, termasuk interaksi dengan sains dan teknologi. Beberapa isu kontemporer yang menjadi fokus diskusi metafisika adalah:
Realitas vs. Perceptualisme: Apakah dunia yang kita alami adalah dunia yang nyata ataukah hanya sekadar gambaran persepsi kita? Filsuf kontemporer berusaha untuk memecahkan masalah ini dengan mempertanyakan apakah dunia luar ada terlepas dari pengalaman kita tentangnya.
Multiverse: Teori fisika modern seperti teori banyak alam semesta (multiverse) memunculkan pertanyaan metafisik tentang kemungkinan adanya dunia paralel dan dampaknya terhadap pemahaman kita tentang realitas.
Keterhubungan Pikiran dan Tubuh: Isu klasik tentang hubungan antara pikiran dan tubuh (mind-body problem) masih menjadi masalah besar dalam metafisika. Apakah pikiran hanyalah produk dari aktivitas otak, ataukah ada dimensi non-fisik yang mendasari kesadaran kita?
Filsafat Teknologi: Perkembangan teknologi, seperti kecerdasan buatan dan bioteknologi, mengajukan pertanyaan metafisik baru tentang hakikat manusia, identitas, dan eksistensi dalam dunia yang semakin bergantung pada teknologi.
5. Kesimpulan
Filsafat metafisika adalah disiplin yang menyelidiki pertanyaan-pertanyaan fundamental mengenai eksistensi, realitas, dan hubungan antara berbagai aspek dunia ini. Meskipun sering dianggap sebagai filsafat yang sangat abstrak, metafisika memiliki implikasi yang mendalam bagi pemahaman kita tentang dunia, ilmu pengetahuan, dan bahkan kehidupan sehari-hari.
Dengan terus berkembangnya pemikiran metafisik, kita ditantang untuk terus menggali lebih dalam tentang hakikat segala sesuatu yang ada, dari yang terkecil hingga yang terbesar, dari yang terindera hingga yang tidak terjangkau oleh panca indera.
- Catatan: Artikel ini terinspirasi dari dosen filsafat umum kami, Ridwan Ch. Madris, S.Pd., M.M.