Search
Close this search box.

VISI | Gray Divorce

Bagikan :

Oleh Aep S. Abdullah

AKHIR AKHIR ini, fenomena Gray Divorce atau perceraian pada pasangan berusia 50 tahun ke atas menjadi topik yang cukup hangat diperbincangkan, terutama di Amerika Serikat. Menurut berbagai studi, hampir satu dari tiga pasangan yang berusia di atas 50 tahun berakhir dengan perceraian. Kejadian ini semakin mendapatkan perhatian, tidak hanya di kalangan masyarakat biasa, tetapi juga di kalangan publik figur, seperti artis dan eksekutif. Dan sebenarnya, bukan hanya di Amerika, di Indonesia pun kecenderungan seperti ini mulai nampak. Hal ini memunculkan pertanyaan besar tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam hubungan pernikahan yang telah berjalan lama ini.

Seorang kenalan, mantan pejabat di Pemprov Jabar, saat sama-sama menunggu antrian di Dinkes Kota Bandung Jalan Supratman N0. 73, mengungkapkan bahwa setelah pensiun banyak perubahan yang dilakukannya. “Dulu saya itu tidak pernah memperhatikan pekerjaan istri di rumah tangga. Cukup memberi uang, dan semua dikerjakan oleh istri saya. Setelah pensiun, dan anak-anak sudah misah rumah semua, saya jadi banyak waktu luang. Saya mulai melihat dan memperhatikan kesibukkan istri memasak, mencuci, menjemur pakaian, membersihkan rumah, dan pekerjaan rumah lainnya. Ternyata, lumayan berat juga tanggung jawab istri itu. Setelah saya ikut membantunya, cukup capek juga. Tapi ada hikmahnya. Sekarang saya semakin kasihan sama istri. Sekarang saya lebih banyak komunikasi dan saling bantu dengan istri di rumah. Dan, di masa pensiun saya mendapat keasyikan baru dengan istri di rumah,” ujar pria 65 tahun yang fisiknya nampak masih segar ini.

Salah satu faktor utama yang sering disebutkan sebagai penyebab dari Gray Divorce adalah perubahan kondisi kehidupan setelah pensiun. Banyak pasangan yang merasa hubungan mereka didasarkan pada materi dan status sosial, yang bisa menutupi kesenjangan komunikasi diantara mereka. Ketika salah satu pasangan, atau bahkan keduanya, kehilangan pekerjaan atau penghasilan yang stabil, ketegangan dengan pasangan mulai muncul. Fenomena ini tampaknya menggambarkan bahwa ketergantungan emosional dalam sebuah pernikahan sering kali terlupakan dan digantikan oleh faktor ekonomi.

Pengalaman seorang teman saya, mantan manajer di perusahaan Jepang yang ada di Bandung, mungkin dapat memberi gambaran tentang betapa dalamnya dampak perubahan ekonomi terhadap hubungan dengan pasangannya. Setelah purna kerja, ia merasa kehilangan rasa hormat dari istrinya. Dulu, ia dipandang sebagai sosok yang dihormati karena posisi dan penghasilannya yang besar. Hampir setiap pekan ia bisa membawa istri dan anak-anaknya makan di luar atau healing ke tempat-tempat wisata. Namun, setelah ia tidak lagi dapat menyediakan materi yang diharapkan, katanya, perlahan-lahan sikap istrinya berubah. Ia baru menyadari bahwa materi adalah faktor pengikat utama dalam hubungan mereka. Tidak lama kemudian, ia memutuskan untuk meninggalkan rumah yang dibangun bersama dan kembali ke rumah ibunya yang sudah renta dan sakit-sakitan. Keputusan itu menyakitkan, tetapi ia merasa tidak ada pilihan lain.

Baca Juga :  Warga Pabuaran Ciamis, Digegerkan dengan Penemuan Mayat dalam Kamar Kos

Cerita lainnya datang dari teman saya yang merupakan alumni perguruan tinggi ternama di Bandung. Ia seorang yang ahli dalam bidang seni dan budaya Sunda. Setelah bekerja keras selama bertahun-tahun, ia merasa terasingkan dari istrinya setelah pensiun. “Kang, abdi tos pirak sareng istri. Abdi ninggalkeun rorompok teu nyandak nanaon,” katanya sambil mengenakan jas hujan, usai berkunjung ke Redaksi dan pulang malam-malam meninggalkan rasa getir diantara derasnya hujan. Setelah lebih dari 35 tahun menikah, hubungan mereka berakhir karena ia merasa tidak lagi dihargai istrinya setelah kehilangan penghasilan tetap. Kehilangan rasa hormat dan kepercayaan dari pasangan menjadi titik balik yang akhirnya mengarah pada perceraian.

Fenomena Gray Divorce ini mencerminkan pergeseran dalam cara kita memandang pernikahan, terutama di usia lanjut. Dulu, pernikahan dianggap sebagai ikatan yang harus dijaga sepanjang hidup, terlepas dari kondisi ekonomi, perubahan fisik, atau dinamika sosial. Namun kini, terlebih semakin terbukanya interaksi di media sosial (medsos), semakin banyak orang yang merasa bahwa kebahagiaan pribadi adalah hal yang tak bisa ditawar. Meskipun mereka telah menjalani kehidupan bersama selama puluhan tahun. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan pernikahan yang bertahan dalam waktu lama sering kali dibangun bukan hanya pada cinta dan kasih sayang, tetapi juga pada stabilitas materi dan ekonomi.

Penyebab lain yang tidak bisa diabaikan adalah perasaan kesepian dan ketidakpuasan emosional yang sering kali muncul setelah bertahun-tahun bersama. Ketika rutinitas sehari-hari hilang pasca-pensiun, banyak pasangan yang merasa terperangkap dalam kebosanan. Bahkan, hubungan yang tampak sempurna bisa berubah menjadi tidak memuaskan, karena keduanya mulai merasa tidak ada lagi hal yang menyatukan mereka selain kewajiban finansial. Hal ini bisa menimbulkan rasa frustrasi yang akhirnya memuncak dalam perceraian.

Baca Juga :  Jadwal SIM Keliling Kota Cimahi Hari Ini, Sabtu 19 April 2025

Namun, meskipun fenomena Gray Divorce semakin marak, bukan berarti semua pasangan yang memasuki usia pensiun akan mengalaminya. Banyak pasangan yang berhasil mengatasi tantangan tersebut dan justru semakin kuat ikatannya. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan pernikahan di usia lanjut dapat bertahan, bahkan berkembang, asalkan ada komunikasi yang terbuka dan saling menghargai. Di sini, pentingnya peran komunikasi dalam hubungan yang sehat tidak bisa dipandang sebelah mata.

Lalu, apa yang bisa dilakukan pasangan agar tidak terjerumus dalam fenomena Gray Divorce ini? Berikut beberapa saran berbagai pasangan langgeng yang bisa menjadi pegangan agar hubungan pernikahan tetap terjaga dan menikmati tua bersama:

Komunikasi yang Terbuka dan Jujur

Salah satu kunci utama dalam mempertahankan hubungan adalah komunikasi. Ketika salah satu pasangan merasa terabaikan atau tidak dihargai, penting untuk mengungkapkan perasaan tersebut. Jangan biarkan ketegangan menumpuk hingga menjadi masalah besar.

Pemahaman Agama Harus jadi Landasan

Pemahaman yang sama terhadap ajaran agama sangat penting untuk menjaga keikhlasan, ketulusan, kesabaran dan rasa syukur yang bisa menerima kondisi apapun dari pasangannya. Nilai-nilai agama yang tertanam dan diimplementasikan dengan baik bisa menjadi perekat yang tidak mudah diintervesi oleh provokasi dari luar.

Fokus pada Kebersamaan

Setelah pensiun, banyak pasangan yang kehilangan rutinitas harian yang sibuk. Gunakan waktu ini untuk lebih banyak melakukan aktivitas bersama. Temukan hobi baru atau lakukan hal-hal yang menyenangkan bersama pasangan untuk menjaga kedekatan emosional.

Jangan Terlalu Mengandalkan Materi

Hubungan yang sehat tidak hanya dibangun oleh faktor ekonomi. Jangan biarkan materi menjadi satu-satunya ikatan dalam pernikahan. Fokuslah pada cinta, rasa hormat, dan dukungan emosional untuk satu sama lain.

Saling Mendukung dalam Perubahan

Pensiun membawa perubahan besar dalam kehidupan seseorang. Sebagai pasangan, penting untuk saling mendukung dan membantu dalam menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Ini adalah waktu yang tepat untuk berfokus pada diri sendiri dan pasangan, bukan hanya materi.

Baca Juga :  Harga Emas Pegadaian Mencetak Rekor Baru: Antam Melonjak Menjadi Rp 2.004.000 per Gram

Menjaga Rasa Hormat

Salah satu masalah utama yang menyebabkan perceraian di usia senja adalah kehilangan rasa hormat. Rasa hormat yang hilang bisa menjadi tanda bahwa hubungan tersebut telah terbangun di atas dasar yang salah. Pastikan untuk selalu menghargai pasangan, bahkan setelah masa pensiun.

Berbagi Tujuan Hidup

Setelah pensiun, pasangan sering kali merasa kehilangan arah atau tujuan hidup. Penting untuk berbicara tentang tujuan hidup yang baru, baik itu bepergian, mengejar hobi, atau menjalani kehidupan yang lebih sederhana dan bahagia bersama.

Mengelola Stres dengan Baik

Stres yang muncul karena perubahan finansial atau kesehatan dapat memperburuk hubungan. Belajarlah untuk mengelola stres secara sehat, baik melalui olahraga, meditasi, atau berkonsultasi dengan profesional jika diperlukan.

Menerima Perubahan Fisik dan Emosional

Penuaan membawa banyak perubahan, baik fisik maupun emosional. Terimalah perubahan tersebut dengan lapang dada dan berbicaralah dengan pasangan mengenai bagaimana masing-masing merasa. Ini dapat memperkuat ikatan di antara keduanya.

Tidak Takut untuk Mencari Bantuan

Jika pasangan merasa hubungan mereka terguncang, jangan ragu untuk mencari bantuan. Terapis atau konselor pernikahan bisa membantu pasangan untuk mengatasi masalah yang ada dan menemukan solusi yang konstruktif.

Membangun Kebiasaan Baru

Saat pensiun, rutinitas lama bisa hilang, tetapi ini juga memberi kesempatan untuk membangun kebiasaan baru. Cari hal-hal baru yang dapat dinikmati bersama untuk memperkuat hubungan.

Dengan menerapkan tips-tips ini, pasangan bisa lebih siap menghadapi perubahan besar dalam hidup mereka, terutama saat usia mulai menua. Gray Divorce mungkin menjadi fenomena yang semakin berkembang, tetapi bukan berarti pernikahan di usia senja tidak bisa dipertahankan. Dengan komunikasi yang baik, saling menghargai, dan penyesuaian terhadap perubahan, pasangan dapat menikmati masa tua mereka bersama dalam kebahagiaan dan keharmonisan.***

Baca Berita Menarik Lainnya :