- Catatan Hari Kebangkitan Nasional
Oleh Drajat
ISOMORPHIC Mimicry diadopsi dari teori organisasi yang menjelaskan bagaimana organisasi atau individu dalam organisasi meniru bentuk atau tampilan institusi yang baik, padahal tidak mengadopsi esensi atau praktik yang sebenarnya. Di dunia pendidikan, gejala ini terlihat jelas: Di depan atasan atau publik, mereka tampil manis, ramah, penuh inovasi, bahkan tampak sangat akomodatif. Namun di internal, mereka memerintah secara otoriter, menutup akses partisipasi guru dan tenaga kependidikan, bahkan dalam pengelolaan keuangan sekolah pun cenderung tertutup dan elitis.
Dana BOS yang sejatinya harus dikelola secara transparan dan melibatkan berbagai pihak, dijadikan alat kekuasaan tunggal oleh kepala sekolah atau pejabat pendidikan yang memegang kendali. Segala kebutuhan sekolah ditentukan sepihak, bahkan guru atau staf yang mengkritik atau sekadar memberi masukan akan dicap sebagai pembangkang.
Ironisnya, dalam berbagai forum resmi atau media sosial, pemimpin semacam ini sangat piawai memainkan narasi seolah sekolahnya adalah sekolah yang demokratis, terbuka, dan penuh inovasi.
Dampak Isomorphic Mimicry bagi Dunia Pendidikan. Pertama, matinya partisipasi guru dan tenaga kependidikan. Guru dan staf kehilangan ruang partisipasi dalam pengambilan keputusan, membuat suasana kerja menjadi penuh tekanan, formalitas semu, dan menumbuhkan budaya takut.
Kedua, meningkatnya mentalitas apatis di kalangan pendidik. Ketika suara guru diabaikan, kepercayaan diri dan motivasi mereka pun perlahan mati. Mereka hanya menjadi pelaksana instruksi, bukan lagi penggerak pembelajaran.
Ketiga, korupsi kecil-kecilan menjadi hal biasa. Ketertutupan pengelolaan keuangan membuka ruang manipulasi dan korupsi kecil-kecilan yang dilegitimasi secara sistematis.
Keempat, kehilangan teladan kepemimpinan yang baik. Di saat pemimpin hanya sibuk dengan pencitraan, guru dan siswa kehilangan sosok teladan integritas, transparansi, dan kepemimpinan melayani.
Menghadapi situasi ini, tepat Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei menjadi momen yang sangat strategis untuk melakukan refleksi bersama. Sudah saatnya dunia pendidikan berani menolak pemimpin pendidikan yang hanya menjadi aktor isomorphic mimicry.
Pendidikan membutuhkan pemimpin yang jujur, transparan, melibatkan semua unsur, dan benar-benar menjalankan kepemimpinan melayani (servant leadership), bukan kepemimpinan pencitraan.
Seorang pemimpin pendidikan sejati adalah yang: Berani membuka ruang kritik dan masukan dari bawah. Mengelola keuangan secara transparan, melibatkan komite, guru, dan masyarakat. Mengayomi dan memberdayakan, bukan menakut-nakuti atau mempermalukan di depan umum. Juga menjadi teladan nilai kejujuran, integritas, dan keterbukaan dalam segala tindakan.
Fenomena isomorphic mimicry dalam dunia pendidikan harus dihentikan. Jangan sampai kita terus menerus terjebak dalam ilusi pendidikan yang penuh polesan namun kosong dari esensi. Pendidikan hanya akan maju jika dipimpin oleh mereka yang benar-benar berani jujur, terbuka, dan menempatkan kepentingan anak bangsa di atas kepentingan citra dan kekuasaan pribadi.
Mari di Hari Kebangkitan Nasional ini, kita mulai dari diri sendiri sebagai guru, kepala sekolah, pengawas, bahkan pejabat dinas pendidikan, untuk menegakkan kejujuran sebagai roh utama kepemimpinan pendidikan. Biarlah generasi yang lahir nanti benar-benar menjadi Generasi Emas yang berpijak pada nilai kejujuran, bukan Generasi Cemas yang hidup dalam dunia penuh kepalsuan.***
- Penulis, Doktor Ilmu Pendidikan, Guru, Praktisi Pendidikan dan Hipnoterapis.