Oleh A. Rusdiana
KEKALAHAN Timnas Indonesia dari Arab Saudi dan Irak baru-baru ini menjadi cermin besar bagi bangsa ini. Bukan sekadar persoalan taktik, tapi soal evaluasi diri. Lainhalnya Pesib, malam mini pada menit ke 60 sudah mampu mencetak gool 2:0. Kita terlalu sering mencari kambing hitam, bukan menata ulang sistem. Padahal Nabi ﷺ telah bersabda: “Orang yang cerdas adalah yang mampu menilai dirinya sendiri dan beramal untuk kehidupan setelah mati.” (HR. Tirmidzi). Evaluasi diri, atau muhasabah, bukan tanda kelemahan, tetapi bukti kecerdasan moral. Di ruang publik kita kerap kehilangan semangat ini. Namun menariknya, di ruang kuliah justru muncul kisah kecil yang menyegarkan: mahasiswa yang belajar menegakkan disiplin bukan karena perintah, melainkan karena kesadaran.
Ketika Kelas Menjadi Cermin Perubahan
Dalam mata kuliah Sistem Informasi Manajemen Pendidikan dan Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan pada pertemuan ketujuh, tingkat kepatuhan mahasiswa Kelas III/D dan Kelas III/A untuk mengunggah tugas di platform LMS awalnya hanya 13%. Sebagian merasa tak sempat, sebagian menunggu peringatan. Situasi ini mencerminkan kondisi umum: banyak sistem berjalan tanpa kesadaran reflektif.
Namun, setelah dilakukan pendekatan berbasis tutor sebaya dan refleksi bersama pada Sabtu lalu, hasilnya berubah drastis. Seluruh mahasiswa (100%) berhasil mengirim tugas tepat waktu pada pukul 15.18. Tak ada pengawasan langsung, tak ada ancaman nilai. Semua bekerja serempak, saling membantu, dan menyelesaikan tugas dengan rata-rata waktu satu menit per orang. Perubahan kecil ini menunjukkan betapa kuatnya efek muhasabah kolektif ketika evaluasi dilakukan bukan untuk menyalahkan, tetapi untuk memperbaiki bersama.
Dari Kepatuhan ke Kesadaran
Kepatuhan sejati lahir bukan dari rasa takut, melainkan dari rasa memiliki. Mahasiswa yang patuh karena sadar akan tanggung jawabnya menunjukkan kedewasaan moral yang sebenarnya. Ketika sistem akademik didukung oleh kesadaran reflektif, kepatuhan berubah menjadi budaya, dan konsistensi menjadi karakter. Pelajaran pentingnya: sistem akan berjalan baik jika dihidupi oleh nilai. Dan nilai itu tumbuh dari kejujuran mengevaluasi diri baik bagi individu, kelompok, maupun institusi.
Evaluasi Diri sebagai Akhlak Publik
Akhlak bukan hanya soal tutur kata yang sopan, tetapi keberanian menilai diri sendiri. Dalam birokrasi, keberanian ini berarti berani mengakui kekurangan kebijakan. Dalam dunia olahraga, berarti jujur melihat kelemahan strategi. Dalam pendidikan, berarti terbuka untuk memperbaiki sistem pembelajaran.
Bangsa yang besar bukan bangsa tanpa kegagalan, melainkan bangsa yang mampu menjadikan kegagalan sebagai bahan belajar. Dan itulah esensi akhlak evaluatif — memandang setiap kekalahan sebagai peluang memperkuat sistem dan memperdalam nilai.
Penutup: Dari Kelas ke Ruang Publik
Ketika mahasiswa lebih disiplin, itu bukan sekadar keberhasilan teknis, tetapi kemenangan moral. Mereka menunjukkan bahwa kedisiplinan dan kepatuhan bisa dibangun tanpa pengawasan ketat, asal ada budaya refleksi dan rasa tanggung jawab bersama.
Bangsa ini bisa belajar dari ruang kuliah sederhana itu: bahwa sistem hanya akan berfungsi baik jika dijalankan oleh manusia yang berani mengevaluasi diri.
Kemenangan sejati bukan tentang mengalahkan lawan, tetapi mengalahkan kelalaian dan keangkuhan diri sendiri. Dari kelas kecil itu, kita belajar bagaimana akhlak evaluatif bisa menjadi jalan menuju kemajuan kolektif. Wallahu A’lam.***
Teaser “Mahasiswa menunjukkan, disiplin sejati lahir dari kesadaran kolektif, bukan pengawasan. Saat publik abai evaluasi, ruang kuliah justru menumbuhkan refleksi perubahan.”
- H. A. Rusdiana, Guru besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
- Peraih Nominasi Penulis Opini terproduktitf di Koran Harian Umum Kabar Priangan.
- Dewan Pembina PERMAPEDIS Jawa Barat; Dewan Pakar Perkumpulan Wagi Galuh Puseur.
- Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Mishbah Cipadung Bandung dan Yayasan Pengembangan Swadaya Mayarakat Tresna Bhakti Cinyasag Panawangan Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat.












