Oleh Aep S Abdullah
BICARA Narkoba, hampir semua orang tahu itu barang yang tidak patut dikonsumsi karena bisa menimbulkan efek buruk bagi kesehatan mental maupun fisik. Namun sensasi yang diberikan Narkoba menjadikan sebagian orang susah meninggalkan barang harap tersebut, banyak yang akhirnya ketagihan. Karenanya, “konsumen” barang terlarang itu cenderung meningkat terutama di tengah lemahnya aparat penegak hukum melakukan penindakan.
Terlebih, Narkoba juga sangat mudah di dapat di sekitar kita. Penjualnya seperti tengah mempertontonkan kejumawaan, betapa aparat penegak hukum hanya menjadi “mainan” mereka. Mereka sepertinya sudah sangat paham apa yang diinginkan oknum-oknum aparat, untuk tetap melanggengkan bisnis mereka. Untuk tetap eksis berjualan, bahkan membuat jejaring keagenan yang semakin mudah dijangkau oleh pembeli yang kebanyakan pemuda dan remaja.
Uang yang mengalir ke kantong penjual Narkoba ini bisa dikatakan tidak sedikit karena mungkin sudah banyak yang ketagihan. Di salah satu “outlet” Narkoba, tidak sampai dua menit sekali anak-anak muda bisa bergantian menyodorkan uang ke warung atau toko kamuflatif berupa jajanan anak-anak, toko kosmetik, dll yang sebenarnya transaksi utamanya Narkoba.
Dalam satu hari, menurut cerita warga yang tinggal dekat sebuah “outlet” kecil Narkoba di pinggir jalan raya di Kabupaten Bandung, Minggu (19/11/2023), bisa melakukan transaksi ratusan orang yang datang silih berganti dengan cepat. Dari pagi sampai malam. Cara mereka bertransaksi pun seperti sudah ada “budayanya” tidak sampai menimbulkan antrian yang bisa mengundang perhatian. Mereka menghindarkan adanya kerumunan. Kalau dalam waktu bersamaan ada beberapa pembeli, parkir kendaraan mereka berpencar, dan satu-satu datang ke kios menyodorkan uang untuk menerima “barang”.
Cara bertransaksi Narkoba ini sudah banyak kalangan yang tahu. Tahu sama tahu. Tahu transaksi Narkoba ini terus berjalan. Tahu Narkoba ini bisa menghancurkan generasi muda ke depan. Tahu betapa longgarnya pengawasan dan penindakan. Tahu mereka tidak akan pernah jera oleh aparat penegak hukum. Dan, penjual juga tahu bagaimana tetap “survive” meraup jutaan rupiah setiap harinya dan “ngawur” uang ke oknum-oknum aparat yang mungkin dianggap sebagai zakat dan sedekahnya. ***