- Ketika rakyat tak percaya lagi pada janji ekonomi pemerintah.
Oleh Aep S. Abdullah
DI TENGAH gemerlap angka-angka keberhasilan ekonomi yang sering diumumkan pemerintah, realitas di lapangan menunjukkan wajah yang jauh berbeda. Tagar #KaburAjaDulu yang ramai di media sosial menjadi cermin dari keresahan rakyat, terutama mereka yang sulit mencari kerja, kehilangan pekerjaan dan kesulitan bertahan hidup.
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa daya saing Indonesia mengalami kenaikan signifikan pada 2024, naik tujuh peringkat ke posisi 27 menurut IMD World Competitiveness Ranking (WCR). Namun, pencapaian ini justru berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi rakyat yang semakin sulit.
Antara Statistik dan Realita
Menurut laporan IMD, peringkat daya saing Indonesia didorong oleh peningkatan pada efisiensi bisnis, efisiensi pemerintahan, dan performa ekonomi. Namun, jika benar ekonomi sedang membaik, mengapa begitu banyak kantor dan usaha kecil yang gulung tikar?
Di Kota Bandung, misalnya, dalam beberapa tahun terakhir jumlah kantor dan tempat usaha yang tutup terus bertambah. Fenomena serupa juga terjadi di kota-kota lain di Jawa Barat, di mana sektor usaha kecil dan menengah (UMKM) semakin terpuruk akibat tingginya biaya operasional dan ketidakpastian kebijakan pemerintah.
Kesulitan Berusaha: Infrastruktur dan Regulasi yang Lemah
Salah satu faktor utama yang menyulitkan dunia usaha adalah tingginya biaya produksi. Mulai dari tarif listrik yang terus naik, pungutan liar oleh oknum berseragam, hingga perizinan usaha yang meskipun sudah beralih ke sistem OSS (Online Single Submission), kenyataannya tetap saja sulit dan memakan waktu lama, karena untuk perizinan tertentu ada bagian dari persyaratan OSS yang harus dikerjakan secara offline.
Belum lagi masalah infrastruktur bisnis yang belum sepenuhnya mendukung. Akses jalan di beberapa kawasan industri masih terbatas, sistem logistik belum efisien, dan regulasi yang berubah-ubah sering kali membuat investor berpikir dua kali untuk berinvestasi di Indonesia.
Krisis Ketenagakerjaan: Pesangon dan Asuransi yang Tak Kunjung Jelas
Tak hanya pengusaha yang mengalami kesulitan, para pekerja pun merasakan dampak buruk dari kondisi ekonomi yang tidak stabil. Banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan tanpa mendapatkan pesangon yang layak, sementara klaim asuransi ketenagakerjaan mereka sering kali tak kunjung cair.
Pemerintah seharusnya lebih tegas dalam menegakkan aturan terkait perlindungan tenaga kerja. Tanpa kepastian hukum yang jelas, kepercayaan terhadap sistem ekonomi akan semakin runtuh.
Regulasi yang Lemah, Korupsi yang Masih Merajalela
Di atas kertas, regulasi ekonomi dan ketenagakerjaan di Indonesia tampak cukup baik. Namun, dalam praktiknya, masih banyak oknum yang bermain dengan hukum demi keuntungan pribadi. Korupsi di berbagai sektor ekonomi menjadi salah satu penyebab utama lambatnya pertumbuhan usaha dan minimnya lapangan pekerjaan.
Tanpa adanya penegakan hukum yang tegas, regulasi baru yang dibuat pemerintah hanya akan menjadi macan kertas—terlihat garang di atas kertas, tetapi tak berdaya di dunia nyata. Reformasi hukum yang serius diperlukan untuk memastikan iklim usaha yang sehat dan kompetitif.
Stimulus Ekonomi yang Tidak Tepat Sasaran
Berbagai paket stimulus ekonomi telah dikeluarkan oleh pemerintah, mulai dari insentif pajak hingga program bantuan untuk UMKM. Namun, kenyataannya, banyak program tersebut yang tidak tepat sasaran.
Alih-alih mendorong gairah usaha, kebijakan yang tidak terarah justru semakin memperlebar kesenjangan ekonomi. Pengusaha kecil dan menengah kesulitan mengakses pembiayaan murah, sementara sektor usaha besar terus mendapat berbagai kemudahan.
Perlunya Reformasi Ekonomi yang Nyata
Indonesia membutuhkan reformasi ekonomi yang lebih konkret dan berorientasi pada rakyat. Pemerintah harus memperbaiki sistem birokrasi yang rumit, memberantas pungli dan korupsi, serta memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha.
Selain itu, regulasi ketenagakerjaan juga harus lebih berpihak pada pekerja, dengan memastikan hak-hak mereka terlindungi. Jika ekonomi benar-benar membaik, maka seharusnya angka pengangguran menurun, bukan malah semakin meningkat.
Dari #KaburAjaDulu ke #BalikLagiYuk?
Jika pemerintah benar-benar ingin mengembalikan kepercayaan rakyat, mereka harus menunjukkan langkah konkret dalam membangun ekonomi yang stabil dan berkeadilan. Bukan sekadar membanggakan angka statistik yang tidak mencerminkan kenyataan di lapangan.
Dengan reformasi yang nyata, bukan tidak mungkin tagar #KaburAjaDulu bisa berubah menjadi #BalikLagiYuk, di mana rakyat kembali optimis terhadap masa depan ekonomi Indonesia. Namun, tanpa perubahan yang nyata, kepercayaan itu akan terus memudar.***