Yang Mendapat Cahaya Ilahi di Balik Jeruji Besi (1)

Editor Napi AS berbondong-bondong jadi mualaf demi ketenangan dan perlindungan diri./tirto.id/ist.
Silahkan bagikan

VISI.NEWS – Islam adalah agama dengan pertumbuhan terpesat di Amerika Serikat. Pew Research pernah menelitinya di tahun 2007, 2011, dan 2017 dengan menggunakan data sensus pemerintah. Hasilnya, sebagaimana dilaporkan CNN, populasi muslim bisa menjadi komunitas relijius terbesar kedua di Paman Sam dalam dua dekade ke depan.

Tahun lalu ada 3,45 juta muslim di AS. Jika tren pertumbuhannya bertahan, pada tahun 2050 jumlahnya akan meningkat jadi 8,1 juta jiwa. Populasi muslim akan melampaui populasi orang Yahudi yang kini jadi kelompok pemeluk agama terbesar kedua di AS.

Pertumbuhan yang pesat tak hanya terjadi di kalangan warga penikmat kebebasan, tetapi juga yang berada di balik jeruji besi. Banyak laporan yang mengonfirmasi tren ini dalam beberapa tahun, bahkan dekade belakangan.

Merujuk Bloomberg tahun lalu, misalnya, kini populasi napi muslim mencapai 18 dari total napi di AS. Dari seluruh proses pindah keyakinan yang dicatat otoritas penjara, 80 persennya pindah ke Islam.

Pew Research pada 2012 menyebutkan bahwa napi muslim membentuk sekitar 9 persen dari total 1,6 juta narapidana di penjara negara dan federal di AS. Lebih tinggi ketimbang catatan Biro Penjara AS yang pada 1997 menyatakan ada 7.27 persen napi muslim dari total seluruh tahanan di penjara federal AS.

Ada orang yang khusus menangani hak beribadah napi di AS yang kerap diistilahkan dengan “chaplain” atau pendeta. Dalam riset Pew Research mereka diminta untuk menyebutkan kondisi para pemeluk agama di penjara-penjara Amerika sehingga dapat dianalisis secara kuantitatif tingkat pertumbuhan, stagnasi, atau penurunan jumlahnya.

Sebanyak 51 persen responden menyatakan Islam adalah agama dengan jumlah pemeluk paling pesat berkembang. Di posisi kedua ada Protestan dengan 47 persen. Berturut-turut di bawahnya ada pengikut pagan (34 persen), spriritual suku asli Amerika (24 persen), Yahudi (19 persen), Katolik (14 persen), tidak terafiliasi (12 persen), Buddha (12 persen), Mormon (3 persen), Kristen Ortodok (3 persen), dan Hindu (1 persen).

Baca Juga :  Reynaldi : Banyak Karya Batik Kasumedangan Yang Belum Terekspos

The Australian pernah melaporkan bahwa sepanjang tahun 2001 hingga 2014 diestimasikan ada seperempat dari satu juta tahanan di AS yang masuk Islam. Jumlahnya berarti sekitar 250.000 orang. Sementara Shrenn Khan dari Al Jazeera pada awal April kemarin menyoroti fenomena ini dengan menyebutkan bahwa jumlah napi muslim di AS kini mencapai 10-15 persen dari total napi.

Tuntut Hak, Lawan Diskriminasi

Shreen Khan lalu menelaah lebih dalam melalui salah satu penjara yakni California Departement of Corrections and Rehabilitation. Ia bertemu dengan imam para napi muslim bernama Muhammad Ali. Ali mengatakan ada satu hingga dua napi yang masuk Islam hampir tiap bulannya. Agama dianggap penting bagi napi karena menghubungkan mereka dengan hal yang lebih besar dibanding situasi yang sedang mereka hadapi.

“Di penjara kamu tak bisa mengontrol banyak hal. Memeluk Islam menyediakan kesempatan bagi napi untuk memikirkan tentang rehabilitasi. Berpikir tentang arti kehidupan. Tentang akan menjadi manusia seperti apa nantinya, saat masih berada di balik jeruji besi maupun setelah bebas.”

Persoalannya, lanjut Ali, tidak semua penjara ramah terhadap Islam atau pemeluknya. Era yang diskriminatif bagi napi-napi Muslim terjadi pada dekade 1970-an. Pada 1996 beberapa napi Muslim melayangkan tuntutan demi terpenuhinya akses terhadap layanan agama. Termasuk di antaranya minta disediakan seorang imam dan kesempatan menghadiri salat jumat tanpa dibayang-bayangi hukuman penalti.

Tuntutannya dikabulkan. Namun, otoritas penjara kala itu berdalih bahwa pihaknya tak pernah memberlakukan larangan bagi para napi untuk menjalankan keyakinannya. Permasalahan yang sebenarnya, lanjut mereka, sekadar terkait administrasi.

Meski akses sudah lebih terbuka, perjuangan melawan diskriminasi belum selesai. Data riset Institute for Social Policy and Understanding (ISPU) bulan Januari 2013 (PDF) menyatakan bahwa laporan diskriminasi atas dasar agama di penjara AS sepanjang 2005 dan 2007 berasal dari napi muslim. Mereka juga sekaligus kelompok pemohon akomodasi relijius terbesar dari 1997 ke 2008.

Baca Juga :  Lazada Indonesia dan PT. Kurnia Ciptamoda Gemilang (KCG Group) Jalin Kerja Sama untuk Tingkatkan Efisiensi Logistik Produk Ritel

Napi-napi muslim meneladani semangat Malcolm X, tokoh muslim kulit hitam Amerika yang aktif membela hak asasi manusia. Ia pernah dipenjara pada tahun 1946, kala usianya menginjak 20 tahun. Di balik jeruji besi, tepatnya pada tahun 1952, dan bergabung menjadi anggota organisasi Nation of Islam. (bersambung) @fen/sumber: tirto.id

Fendy Sy Citrawarga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Sugan téh (3)

Sel Agu 11 , 2020
Silahkan bagikanRekacipta Fendy Sy Citrawarga   “SUGAN téh geus cageur si Darsép.” “Ari pék tos damang nya Jin?” “Angger gélo satéh Darsép!” “Naha?” “Pan ceuk manéh kamari. Leres Bah. Tapi diémut deui aya nu nyebat sugan téh alatan leres-leres teu ngartos kana fakta nu sanyatana, aya deui nu nyebat sugan […]