VISI.NEWS | JAKARTA – Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap, meminta pemerintah segera mempercepat proses administrasi ekstradisi terhadap tersangka kasus korupsi pengadaan KTP elektronik, Paulus Tannos. Pasalnya, masa penahanan Tannos di Singapura akan berakhir pada 3 Maret 2025.
“Sebulan merupakan waktu yang singkat untuk pengurusan administrasi terhadap pertama kalinya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura akan dilakukan terutama terkait kasus korupsi,” kata Yudi, Senin (3/2/2025).
Yudi menyebut proses ekstradisi ini berpotensi menghadapi berbagai tantangan teknis dan legalitas, termasuk kemungkinan perlawanan dari Tannos yang dapat berdalih tidak terlibat korupsi.
“Tentu Paulus Tannos akan mencari berbagai alasan, mulai dari tidak mengakui terlibat korupsi e-KTP, sudah berpindah kewarganegaraan, dan juga terkait keselamatan diri,” ungkap Yudi.
Ia menilai bahwa penahanan Tannos oleh lembaga antikorupsi Singapura (CPIB) menunjukkan komitmen negara tersebut untuk membantu Indonesia. Namun, tanggung jawab untuk memulangkan Tannos kini sepenuhnya berada di tangan pemerintah Indonesia.
Menurut Yudi, keberhasilan memulangkan Tannos akan menjadi sejarah baru dalam perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura. Sebaliknya, kegagalan dapat membuka peluang bagi Tannos untuk bepergian bebas ke negara tanpa perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, memperumit upaya pengungkapan skandal korupsi e-KTP.
“Untuk itulah kini bola di tangan Indonesia. Jika Tannos bisa dipulangkan maka ini sejarah baru ekstradisi Indonesia dan Singapura. Namun jika Tannos lepas, maka akan sulit lagi mencarinya, karena dia bisa bepergian ke mana saja dengan paspor negara barunya. Sebab terkait permasalahan paspor dan imigrasi, dia tidak memiliki permasalahan,” jelasnya.
“Tentu dia akan menghindari negara yang punya ekstradisi dengan Indonesia berkaca dari pengalaman ditahan di Singapura. Jika ini terjadi, kotak pandora kasus korupsi e-KTP akan semakin sulit terbuka,” ucap Yudi. @ffr