VISI.NEWS | JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum memiliki regulasi yang mengatur penggunaan natrium dehidroasetat sebagai bahan pengawet makanan. Plt Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Ema Setyawati, mengungkapkan bahwa masih diperlukan kajian mendalam sebelum bahan kimia ini bisa diatur secara resmi. “Jadi kajiannya tentu cukup panjang, karena itu belum diatur,” jelas Ema dalam konferensi pers daring pada Kamis (25/7/2024).
Ema menjelaskan bahwa natrium dehidroasetat, yang ditemukan pada roti merek Okko, juga digunakan di beberapa negara sebagai bahan tambahan pangan. Namun, BPOM menegaskan pentingnya kajian komprehensif untuk menentukan batas penerimaan dan pengawasan bahan ini di Indonesia. “Ada yang digunakan untuk margarin, ada yang digunakan untuk selai. Untuk di Indonesia, belum ada regulasi dari BPOM karena perlu kajian lebih lanjut untuk memastikan natrium dehidroasetat dapat diterima,” tambahnya.
Isu mengenai natrium dehidroasetat mencuat setelah media sosial ramai dengan dugaan bahwa roti Aoka dari PT Indonesia Bakery Family dan roti Okko dari PT Abadi Rasa Food mengandung bahan berbahaya ini. Dugaan ini muncul karena kedua produk roti tersebut tidak berjamur meskipun telah melewati masa kedaluwarsa. Natrium dehidroasetat, yang dikenal sebagai senyawa dengan struktur molekul C8H7NaO4, adalah kristal putih atau bubuk putih yang tidak berbau dan mudah larut dalam air.
Sebagai respons, BPOM telah melakukan inspeksi terhadap fasilitas produksi roti Okko pada Selasa (2/7/2024). Inspeksi mengungkapkan bahwa produsen roti Okko tidak menerapkan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) secara benar. Sebagai hasilnya, BPOM menarik peredaran roti Okko dari pasar, menghentikan produksi, dan memerintahkan pemusnahan produk yang terkontaminasi. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa roti Okko mengandung natrium dehidroasetat yang tidak sesuai dengan komposisi yang disetujui saat pendaftaran produk.
BPOM mengarahkan produsen roti Okko untuk menarik semua produk dari peredaran, memusnahkannya, dan melaporkan hasilnya kepada BPOM. Proses penarikan dan pemusnahan produk tersebut diawasi oleh unit pelaksana teknis (UPT) BPOM di daerah. BPOM terus memantau dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku untuk menjaga keamanan pangan di Indonesia.
@shintadewip