Cara Mengatasi Tantangan Global dengan Keterbukaan dan Aspek Kepercayaan dalam Teknologi

Editor Huawei. /istockphoto
Silahkan bagikan

VISI.NEWS | SHENZHEN –  Hari ini, Huawei menggelar ajang “TrustInTech Summit 2021” secara virtual dengan tema “Global Collaboration for Shared Value.”

Para pemimpin dari seluruh dunia mengikuti ajang ini, termasuk Neil Bush, Chairman, George H.W. Bush Foundation for US-China Relations, Pascal Lamy, Mantan Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Pemenang Hadiah Nobel Ekonomi 2018, William Nordhaus, Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN H.E. Satvinder Singh, Duta NASA Solar System, Derrick Pitts, serta Hou Jinlong, Senior Vice President, Huawei dan President, Huawei Digital Power.

Para peserta ajang ini menyadari bahwa manusia telah memasuki sebuah era ketika minat, takdir, dan masa depan saling bersinggungan. Hal ini menuntut langkah terkoordinasi guna mengatasi berbagai tantangan bersama. “Kita harus mengatasi deglobalisasi agar dunia tidak menjadi tempat yang buruk,” ujar Pascal Lamy.

Saat ini, penanganan perubahan iklim menjadi misi di seluruh dunia, dan banyak negara telah mencanangkan target penurunan karbon. Menurut William Nordhaus, kalangan pemerintah harus meningkatkan investasi dan riset teknologi rendah karbon.

Hou Jinlong juga menjelaskan, “Dengan menjalankan inovasi dalam pembangkit listrik bersih, digitalisasi energi, elektrifikasi transportasi, infrastruktur TIK yang ramah lingkungan, serta energi cerdas terintegrasi, kami berkolaborasi dengan klien dan mitra global dalam membangun rumah, pabrik, kompleks perkantoran, desa, dan kota yang rendah karbon.”

Pada 30 September 2021, Huawei Digital Power telah membantu klien menghasilkan listrik ramah lingkungan sebesar 443,5 miliar kWh, dan menghemat listrik sebesar 13,6 miliar kWh. Angka ini setara dengan menurunkan emisi karbon sebesar 210 juta ton dan menanam 290 juta pohon.

Para peserta ajang ini memperingatkan, geopolitik jangan sampai menghalangi kerja sama dan inovasi teknologi. Neil Bush menyampaikan kekhawatirannya tentang global decoupling yang tengah berkembang, “Banyak pihak memakai pendekatan ‘kalah-atau-menang’ yang berbahaya, bahkan di luar akal sehat. Kesuksesan Tiongkok tidak merugikan kepentingan kita, begitu pula sebaliknya.” Dia menambahkan, “Secara khusus di bidang teknologi, saat Tiongkok dan Amerika Serikat berkolaborasi, kita dapat berinovasi secara mendasar dan revolusioner.”

Baca Juga :  Pemkab Bandung Kembali Raih Prestasi Tingkat Nasional, Kali Ini Diguyur Rp 9,2 Miliar

Kerja sama riset internasional telah menghasilkan kemajuan ilmiah. Dr. Derrick Pitts memaparkan kolaborasi antara tujuh negara dalam International Brain Initiative, Thirty Meter Telescope, dan beberapa proyek kerja sama riset ilmiah internasional lainnya. Menurutnya, ilmu pengetahuan berkembang dengan baik di tengah iklim yang mendorong keberagaman dan kolaborasi lintasbidang.

Satvinder Singh menutup ajang ini, dan memuji peran penting yang dijalankan kalangan perusahaan swasta seperti Huawei dalam pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, baik di ASEAN dan wilayah lain.@mpa

M Purnama Alam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Dilema Marhaenis dalam dunia Pertanian

Jum Des 3 , 2021
Silahkan bagikanOleh Benny Edysaputra Sijabat IDEOLOGI Marhaenisme lahir dari kepedulian Soekarno terhadap pertanian. Di Indonesia Petani selalu menjadi kelompok yang terpinggirkan, sistem dan kebijakan penguasa sering merugikan petani. GMNI sebagai organisasi yang berlandaskan pemikiran-pemikiran Bung Karno haruslah mengambil langkah-langkah strategis dalam membangun dunia pertanian tanpa penindasan dan penghisapan ekonomi. Pijakkan […]