Search
Close this search box.

E Karmana, Tak Pernah Lelah Mencintai Citarum

E. Karmana (kanan) atau biasa disapa Abah (63), sosok pejuang lingkungan Sungai Citarum yang tak pernah lelah mencintai sungai yang melegenda tersebut. /visi.news/bambang herdian

Bagikan :

VISI.NEWS | KAB. BANDUNG – Garis-garis wajahnya mulai banyak keriput, seperti menggambarkan jauhnya perjuangan yang telah dilalui. Tapi, kecintaannya pada lingkungan menjadikan ia tak pernah lelah mencintai Sungai Citarum.

E. Karmana atau biasa disapa Abah adalah sosok pejuang lingkungan “terpanggil” untuk mencurahkan semua pikiran dan tenaganya agar sungai legenda ini tidak selalu menjadi sumber musibah. Pria yang lahir di Cibadak, Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung pada 7 Juni 1962, selepas sekolah pernah melanglang buana sampai ke beberapa negara Eropa dan Asia.

“Namun saat bertugas di Tanjung Priok, saya seperti mendapat panggilan batin untuk memperhatikan kondisi Sungai Citarum yang semakin parah akibat banjir dan sedimentasi. Keprihatinan saya ini sampai mendorong saya melakukan jalan kaki pada tahun 2010 dari hulu Sungai Citarum di Cisanti, Kecamatan Kertasari, hingga ke hilirnya di Muaragembong, Kabupaten Karawang, ” ungkap suami dari Ati Amitayani dan ayah dari tiga orang putra putri ini.

Sejak muda, diakui Karmana, dirinya aktif di lingkungan sekitarnya dan memiliki kepedulian tinggi terhadap berbagai persoalan sosial dan lingkungan. Sehingga, perjalanan menyusuri sungai itu membuat tantangan tersendiri baginya, untuk memastikan apa yang membuat sungai ini membawa banjir musiman.

Pengamatan langsung terhadap kondisi Citarum menginspirasi Karmana untuk membuat konsep penataan sungai secara lebih sistematis dan berkelanjutan. Karena pengajuan secara individu dirasa sulit, ia kemudian membentuk LSM Generasi Penerus Perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia (GPP NKRI). Organisasi ini segera mendapatkan badan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM serta memperoleh rekomendasi dari Kementerian PUPR dan Kementerian Kehutanan.

Konsep utama yang diusung Karmana adalah konservasi dan rehabilitasi daerah aliran Sungai Citarum agar lebih ramah lingkungan dan hijau. Ia menyadari bahwa mengembalikan Citarum seperti kondisi tahun 1970-an hampir mustahil. Oleh karena itu, fokusnya adalah normalisasi sungai dengan mengoptimalkan pengelolaan sedimentasi yang sudah sangat akut.

Baca Juga :  Truk Pengangkut Terigu Terguling di Jalan Soekarno-Hatta, Sopir Diduga Ngantuk

Berkat upaya kerasnya, kini telah dibangun tiga bendungan dan sejumlah embung atau kolam retensi di sepanjang Sungai Citarum. Infrastruktur ini berfungsi sebagai penampungan air guna mengurangi risiko banjir. Namun, Karmana menegaskan bahwa langkah ini belum cukup jika normalisasi sungai tidak dilakukan secara menyeluruh.

Ia berharap kepedulian terhadap Sungai Citarum tidak hanya muncul saat terjadi bencana banjir, tetapi juga ketika musim kemarau tiba. Menurutnya, upaya normalisasi dan penataan bantaran sungai harus dilakukan secara konsisten, bukan hanya reaktif terhadap musibah.

“Jangan sampai nanti pada saat hujan besar, debit air Citarum bertambah, terjadi luapan banjir, ada korban, baru pada peduli. Harusnya pada saat kemarau juga disikapi, karena sedimentasi ini menjadi persoalan utama,” tegasnya.

Karmana memperkirakan jumlah sedimen yang menumpuk di Citarum mencapai jutaan kubik. Ia bahkan menyarankan jika perlu, dibuatkan lahan baru seluas 200 hektar untuk menampung sedimen tersebut agar aliran sungai bisa kembali normal.

Dengan dedikasinya, E. Karmana terus memperjuangkan perbaikan lingkungan Sungai Citarum. Ia berharap semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, turut berkontribusi dalam menjaga sungai agar manfaatnya tetap lestari bagi generasi mendatang.

@uli

Baca Berita Menarik Lainnya :