VISI.NEWS | JAKARTA – Pemerintah Indonesia saat ini belum mewajibkan penggunaan bioetanol dalam bahan bakar, meskipun ada potensi besar dalam pemanfaatannya. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa pihaknya tengah mengusulkan agar regulasi mandatori bioetanol segera diterbitkan.
Dalam acara ‘Carbon Neutrality (CN) Mobility Event‘ yang berlangsung di Gambir Expo, Kemayoran, Jakarta, Eniya menyatakan bahwa bioetanol bisa menjadi bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, mendukung upaya dekarbonisasi serta ketahanan energi nasional.
“Etanol juga kita kembangkan, kami sangat apresiasi, Pertamina dan Toyota sudah membuat peluncuran waktu itu dengan bioetanol. Tapi ini belum kita mandatory-kan,” ujar Eniya pada Jumat (14/2/2025).
Pemerintah saat ini tengah membahas peraturan menteri yang akan mengatur penggunaan bioetanol secara lebih luas. Namun, aturan tersebut masih dalam tahap usulan dan belum disahkan.
Menurut Peraturan Menteri ESDM No 20/2014, seharusnya BBM bersubsidi sudah mengandung minimal 1% bioetanol sejak 2015, sedangkan BBM non-subsidi mengandung minimal 2%. Secara bertahap, targetnya meningkat menjadi 5% untuk BBM bersubsidi dan 10% untuk BBM non-subsidi pada 2020. Namun, realisasinya masih sangat terbatas.
Saat ini, penggunaan bioetanol di Indonesia masih sebatas campuran E5 dalam Pertamax Green yang hanya tersedia di Jakarta dan Surabaya. Oleh karena itu, pemerintah sedang menyusun skema regulasi yang mencakup tata kelola, peluang insentif bagi produsen, serta kemungkinan adanya penghapusan cukai bioetanol untuk mempercepat implementasinya.
“Nanti akan dibuat bagaimana skemanya, tata kelolanya, apakah ada insentifnya. Bagaimana masalah cukai,” tutup Eniya.
Langkah ini diharapkan dapat mempercepat transisi energi di Indonesia serta memperluas penggunaan bahan bakar ramah lingkungan dalam sektor transportasi. @ffr