Search
Close this search box.

Majelis Hakim PN Surabaya Bebaskan Gregorius Ronald Tannur dari Dakwaan Pembunuhan Dini Sera Afriyanti

Bagikan :

VISI.NEWS | SURABAYA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memutuskan untuk membebaskan Gregorius Ronald Tannur (31) dari dakwaan pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan tewasnya Dini Sera Afriyanti (29). Ronald, yang merupakan anak dari anggota DPR RI Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Edward Tannur, dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana tersebut.

Kronologi Kasus

Kasus ini berawal pada 4 Oktober 2023, ketika Ronald dan Dini menghabiskan waktu di tempat karaoke Blackhole KTV, Lenmarc Mall, Surabaya. Setelah beberapa jam bersenang-senang, keduanya terlibat cekcok saat hendak pulang. Menurut dakwaan jaksa, Dini menampar Ronald di dalam lift, yang kemudian dibalas Ronald dengan mencekik, menendang, dan memukul kepala Dini menggunakan botol tequila.

Peristiwa berlanjut di area parkir basemen, di mana Dini terduduk di sebelah kiri mobil Ronald. Jaksa menuduh Ronald dengan sengaja menjalankan mobilnya dan melindas tubuh Dini. Ronald kemudian merekam Dini yang tergeletak di parkiran sambil tertawa-tawa sebelum membawanya ke apartemen.

Di apartemen, Ronald akhirnya dicecar oleh beberapa sekuriti dan teman-teman Dini, yang kemudian memutuskan membawa korban ke Rumah Sakit National Hospital. Dokter di sana menyatakan bahwa Dini sudah tidak bernyawa akibat luka-luka yang tidak wajar.

Hasil Autopsi

Tim dokter RSUD dr. Soetomo menemukan berbagai luka akibat kekerasan tumpul pada tubuh Dini. Luka-luka ini mencakup memar di kepala, leher, dada, dan anggota tubuh lainnya, serta luka robek pada hati dan perdarahan hebat di rongga perut.

Proses Hukum

Setelah peristiwa tersebut, Ronald dijerat dengan Pasal 351 ayat 3 dan atau Pasal 359 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian dan kelalaian. Namun, desakan publik dan pihak keluarga korban membuat polisi mengubah dakwaan menjadi Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

Baca Juga :  Suporter Bola Ditangkap Usai Acungkan Pistol Mainan Saat Konvoi di Cikarang

Pada persidangan pertama, 19 Maret 2024, Ronald didakwa melanggar Pasal 338 KUHP, Pasal 351 ayat 3 KUHP, Pasal 359 KUHP, dan Pasal 351 ayat 1 KUHP. Jaksa kemudian menuntut Ronald dengan hukuman 12 tahun penjara dan restitusi sebesar Rp263,6 juta kepada keluarga korban.

Putusan Bebas

Majelis hakim yang dipimpin oleh Erintuah Damanik menyatakan bahwa Ronald tidak terbukti bersalah sesuai dakwaan jaksa. Hakim berpendapat bahwa kematian Dini disebabkan oleh konsumsi minuman keras dan bukan luka-luka yang dialami dari dugaan penganiayaan.

Hakim memerintahkan pembebasan Ronald dari tahanan dan pengembalian hak-haknya. “Putusan ini bisa jadi salah atau benar, bagi yang tidak puas, silakan mengajukan banding,” kata Erintuah Damanik.

Reaksi Keluarga Korban

Pengacara Dini, Dimas Yemahura, menyatakan kekecewaannya atas putusan ini dan berharap jaksa akan mengajukan banding. “Kami akan melaporkan majelis hakim PN Surabaya ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas di Mahkamah Agung,” tegasnya.

Keluarga korban berharap masih ada keadilan di Indonesia untuk masyarakat kecil. Mereka menginginkan hukuman yang setimpal bagi Ronald di tingkat banding.

Penutup

Kasus ini mencerminkan tantangan dalam sistem peradilan Indonesia, terutama dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan kekerasan dan kematian. Keputusan majelis hakim PN Surabaya membuka perdebatan tentang keadilan dan integritas hukum di tanah air.

@maulana

Baca Berita Menarik Lainnya :