VISI.NEWS — Upaya pemerintah dalam mengantispasi peredaran minuman keras diimplementasikan di dalam pembahasan Raperda pelanggaran peredaran dan penggunaan minuman beralkohol. Dan hal ini jelas membutuhkan dukungan sikap semua pihak agar perencanaan ini bisa sesuai dengan harapan.
Tentunya secara hirarki, dikatakan anggota DPRD Kab. Bandung dari Fraksi PKS, H. Dasep Kurnia, berdasarkan Undang-Undang No 12 tahun 2011, sebagaimana telah diubah dengan UU No 15 tahun 2019, tentu saja Perda Kabupaten tidak boleh bertentangan dengan peratuiran perundang-undangan yang ada diatasnya. Dan semestinya peraturan tersebut harus dijadikan pedoman.
“Namun walau demikian, muatan muatan lokal yang terdapat di Kabupaten Bandung yang mengedepankan nilai-nilai religius harus mendapat perhatian yang serius,” katanya melalui telepon seluler, Selasa (6/4/2021).
Pembahasan perubahan Raperda tersebut, lanjut Dasep yang merupakan Ketua Pansus II, bersama Wakil Ketua, M. Luthfi Hafiyyan, dan Sekretarisnya, Dedi Saeful Rohman, tentunya merujuk kepada Peraturan Presiden Nomor 74 tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, yang dijelaskan lebih lanjut dalam ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014, tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, sebagaimana telah diubah beberapa kali.
Terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019, tentang Perubahan Keenam atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/ Per/4/2014, tentang Pengendalian Dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, Dan Penjualan Minuman Beralkohol.
“Dengan adanya Perubahan Perda tentang Pelanggaran Peredaran dan Penggunaan Minuman Beralkohol tersebut, ini merupakan suatu upaya untuk memaksimalkan pengendalian peredaran minuman beralkohol yang selama ini dianggap biang keladi timbulnya berbagai tindak kejahatan dan kenakalan remaja,” ujar dia.
Dia mengakui sering kali mendengar anak-anak muda menjadi korban miras oplosan, atau seseorang bahkan sekelompok orang yang melakukan kerusuhan. Termasuk tindak kejahatan, dimulai dari menenggak minuman beralkohol. Jelas kenyataan itu membuktikan betapa bahayanya pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh miras.
Secara kesehatan pun, dikemukakannya, mengkonsumsi miras tentunya sangat merugikan apalagi jika dilakukan oleh anak-anak dibawah umur. Hal ini bisa merusak masa depannya yang pada akhirnya merusak masa depan Kabupaten Bandung juga Bangsa dan Negara.
Melihat betapa banyak mudharat dari miras ini, dia mengharapkan, perda ini harus mampu memberi edukasi agar masyakat menjauhi miras dan berperan serta dalam upaya menekan peredaran miras di Kabupaten Bandung. Dengan memberikan informasi kepada pihak-pihak berwenang, sesuai dalam salah satu pengaturan perda ini yaitu, “Bagaimana pihak berwenang dengan cepat wajib menindaklanjuti laporan masyarakat dlm waktu 2 X 24 Jam dan adanya perlindungan bagi pelapor,” imbuhnya.
Di samping itu, lanjut dia, perlu juga adanya kemudahan dalam menyampaikan informasi/laporan dari masyarakat melalui HOT LINE yang disediakan khusus dan disosialisasikan sampai ke tingkat desa bahkan RW/RT.
Dasep menjelaskan, perda ini pun mengamanatkan dibentuknya tim terpadu yang terdiri dari berbagai steak holders terkait, seperti Satpol PP, Disperindag, Dinkes, Disparbud , dan instansi lainnya. Prasa dan lainnya ini bisa melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, pihak kepolisian bahkan kejaksaan.
Namun pembahasan raperda ini, disebutkan dia, belum pinal. Dia beserta anggota Pansus II lainnya, menyatakan sangat membutuhkan masukan-masukan dari semua lapisan masyarakat, termasuk alim ulama, dunia usaha, Ormas/LSM, sehingga perda ini bermanfaat, epektif dan aplikatif dilapangan.
“Setelah ada perubahan ke 3 dari perda tersebut, mudah-mudahan kita tidak mendengar lagi adanya korban miras oplosan, atau orang mabuk-mabukan yang meresahkan masyarakat. Melalui Perda ini semoga mampu menekan angka kejahatan di Kabupaten Bandung,” pungkasnya. @qia