Oleh Aep S. Abdullah
“NITIP mutasi mah tong ka saya, tah ka wartawan we,” ungkapan tersebut pernah terlontar dari seorang Wakil Bupati Bandung dulu sekali saat salah seorang pejabat mengajukan diri untuk mutasi.
Wakil bupati tersebut nampaknya sudah sangat kesal sekali karena setiap ajuan pejabat darinya (mungkin orang-orangnya) untuk mutasi selalu tidak di respon. Ini mungkin sebagai imbas dari sulitnya membangun keharmonisan antara bupati dan wakil bupati. Tentu, bukan hanya di Kabupaten Bandung saja tapi di kabupaten kota lainnya, banyak juga yang mengalami hal yang sama.
Ini pula mungkin yang menjadikan masyarakat bertanya-tanya, kenapa setelah Paslon Sahrul Gunawan dan Gun Gun Gunawan mendapat rekomendasi dari DPP Partai Golkar, pulang ke Kabupaten Bandung tidak ada “gebyar” spanduk maupun baliho besar pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Bandung periode 2024-2029 itu. Ini sangat tidak lazim.
Kemungkinan ini sebetulnya sudah saya ungkap dalam tulisan sebelumnya, akan sulitnya memutuskan siapa yang akan menjadi bupati dan wakil bupati dari pasangan tersebut, karena keduanya pernah mengalami pengalaman pahit sebagai wakil bupati. Kabarnya, sampai hari ini, belum sampai pada keputusan siapa bakal calon bupati dan wakil bupatinya.
Hal ini nampak dari banyaknya banner Gun Gun Gunawan di banyak titik di Kabupaten Bandung sebagai “Bakal Calon Bupati Bandung” justru setelah ia dikabarkan mendapat rekomendasi dari DPP Partai Golkar, bersama Sahrul. Baliho Sahrul Gunawan sendiri sebelumnya sudah banyak beredar sendirian sebagai Bakal Calon Bupati Bandung. Dikabarkan, “rekomendasi” DPP Partai Golkar untuk Sahrul Gunawan dan Gun Gun Gunawan memang belum berupa dokumen B.1.KWK sebagai syarat utama maju sebagai Paslon Kepala Daerah untuk ke KPU.
Jalan yang harus dilalui Sahrul Gunawan juga bakal semakin panjang dan terjal. “Kejutan” mundurnya Ketum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto membuatnya harus menunggu hasil Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar pada 20 Agustus 2024 lusa.
Sahrul nampaknya masih harus melobi ulang ke Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang bakal tidak terbendung sebagai Ketum Partai Golkar yang baru. Namun Bahlil sendiri kuat dugaan akan lebih merapat ke Prabowo Subianto sebagai Ketum Gerindra yang telah merekomendasi Ali Syakieb sebagai pasangan Kang DS. Mau tidak mau, kondisi politik di Kabupaten Bandung akan terkena imbas dari suasana politik di pusat tersebut.
Tugas Sahrul Gunawan akan semakin berat untuk memperoleh rekomendasi dari Ketum Golkar yang baru sekaligus mendapatkan dokumen B.1.KWK. Kalau gagal memperoleh dokumen tersebut, maka pupus sudah harapan maju dalam kontestasi kepala daerah di Kabupaten Bandung.
PDI Perjuangan Kabupaten Bandung nampaknya sangat membaca kondisi tersebut dan sekarang sudah menyatakan dukungannya kepada Paslon Kang DS – Ali Syakieb. Dan jangan salah, suasana politik di pusat juga bisa membuka ruang Golkar mendukung Kang DS – Ali Syakieb. Kalau ini terjadi, Sahrul bisa kehilangan kendaraan untuk memenuhi hasrat politiknya dan PKS kembali ketinggalan kereta seperti pada Pilkada tahun 2020.
Dilema ini hanya menyisakan waktu seminggu ke depan, karena pada 27-29 Agustus 2024, para Paslon sudah harus mendaftarkannya ke KPU. Kalau gagal, Pilkada Kabupaten Bandung tahun 2024 ini bisa-bisa hanya diikuti satu Paslon, seperti kecenderungan Pilkada DKI Jakarta yang baru dipastikan Paslon Ridwan Kamil (Kang Emil) dan Suwono dari PKS yang didukung gabungan parpol.
Mantan Gubernur Jabar ini nampaknya sedang menuju lawan bumbung kosong juga setelah Surya Paloh selaku Bos Partai Nasdem merapat ke Prabowo dan meninggalkan Anies Baswedan. PKS juga nampaknya sudah merapat ke Prabowo. Tinggal menyisakan PDI Perjuangan, yang masih sulit menyesuaikan chemistrynya agar bisa mengusung Anies Baswedan.
Akankah Kang DS dan Kang Emil bisa “bernasib” sama kemungkinan melawan bumbung kosong?. Wallahu’alam. ***