Oleh Ria Ernunsari dan Shahirah Hamid
TANGGAL 1 Oktober ini menandakan dua tahun Tragedi Kanjuruhan Malang yang akan selalu diperingati sebagai peristiwa mengerikan dan tidak boleh dilupakan.
Bencana tragis Stadion Kanjuruhan pada tahun 2022 yang masih membekas di benak masyarakat. Masalah manajemen yang buruk, infrastruktur yang tidak memadai, dan kontrol kerumunan yang buruk telah memperburuk masalah, yang mengarah pada seruan untuk melakukan reformasi yang komprehensif.
Hooliganisme dan kekerasan dalam sepak bola merupakan isu global yang terus menghantui dan membayangi permainan yang indah ini.
Turnamen Euro 2024 dan Copa America pertengahan tahun ini memberikan hasil yang beragam.
Konfederasi sepak bola Amerika Selatan, Conmebol, menyalahkan pihak berwenang stadion atas kekacauan yang menunda pertandingan final antara Argentina dan Kolombia selama lebih dari satu jam. Dan meskipun langkah-langkah keamanan yang ketat di Jerman berhasil mengurangi insiden-insiden besar, bayang-bayang kekerasan tetap ada. Dengan sebagian besar liga-liga besar Eropa sudah dimulai, pihak keamanan akan berada dalam keadaan siaga tinggi.
Hal ini terutama terjadi di Inggris, di mana ada ketakutan kekerasan dari kerusuhan anti-imigrasi dapat merembet ke dalam pertandingan-pertandingan Liga Primer. Konsumsi alkohol, budaya penggemar dan tekanan sosial sering kali bercampur dan memicu agresivitas.
Penelitian bahkan mengaitkan pertandingan sepak bola dengan lonjakan kekerasan dalam rumah tangga, menyoroti perlunya pendekatan komprehensif untuk mengatasi masalah ini.
Salah satu solusi potensial adalah fan parks, yang telah muncul sebagai ruang aman yang potensial bagi para pendukung untuk menikmati pertandingan.
Meskipun dapat menawarkan lingkungan yang terkendali, kepadatan dan manajemen yang buruk dapat menimbulkan masalah.
- Originally published under Creative Commons by 360info™.