VISI.NEWS | BANDUNG – Aliansi Rakyat Untuk Citarum (ARUM) yang terdiri dari Walhi Jawa Barat, Sahabat Walhi Jawa Barat, Walhi Kultural, Perkumpulan Inisiatif, BEM Kema Unpad, PPM Nusantara, PSDK Das Citarum, FK3I Jawa barat, Komunitas Balerancage, memberikan sikap dan pandangan bahwa selama Enam tahun berjalan Program Percepatan Pengendalian Dan Kerusakan (PPK) DAS Citarum sebagai turunan dari amanat Perpres No 15 Tahun 2018.
“Pandangan serta masukan, bahwa secara sadar kami menyampaikan apresiasi serta rasa hormat yang dalam kepada pemerintah Pusat hingga pemerintah daerah baik Provinsi, kabupaten/Kota, terlebih khusus kepada TNI yang selama ini berkiprah secara baik menjalankan fungsinya dalam kegiatan Citarum Harum,” ujar Direktur Eksekutif WALHI Jabar Wahyudin, dalam keterangan yang diterima VISI.NEWS Rabu (29/5/2024).
“Rasa hormat kami sampaikan juga kepada para ahli yang terlibat, atas inisiatif baik tersebut di tujukan dalam rangka merespon kerusakan DAS Citarum yang begitu kompleks. Amanat Perpres 15 tahun 2018 yang di perkuat dengan lahirnya Pergub No 37 Tahun 2021 semangatnya sudah sangat baik,” tambahnya.
Namun pendapat serta pandangan lain yang disampaikan salah satunya, patut di akui
bersama bahwa amanat tersebut belum maksimal di implementasikan oleh semua pihak dari mulai pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah, lebih jauhnya melibatkan partisipasi public secara kuat (Pentahelix).
“Malah cenderung terkesan kekhawatiran kami ini muncul pada niat baik yang hanya di jadikan sebagai bentuk program semata, tidak menyasar terhadap tujuan utama yaitu melakukan restorasi secara utuh, baik restorasi kultur/budaya hingga restorasi Lingkungan secara utuh,” ujarnya.
Berangkat dari cacatan kritis yang dilayangkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi Jawa Barat) pada kegiatan peringatan Hari Citarum 24 Mei untuk program Citarum Harum, bermaksud serta di tujukan untuk semua stakeholder agar dapat menjadi sebuah masukan yang bermakna dan dapat menjadi pengingat bersama bahwa masalah sungai Citarum harus mulai di dekatkan agar menjadi masalah kita bersama. Berbagai pandangan, masukan hingga keluarnya saran dari setiap perwakilan Komuninta, Mahasiwa, CSOs higga perwakilan Mapala di Bandung Raya diharap mampu membantu semua pihak agar sama-sama dapat keluar dari jalan buntu yang selama ini menjadi beban Negara.
Belum maksimalnya masalah kerusakan ini, tentu tidak mengesampingkan pada nilai partisapasi yang belum baik dalam melakukan kegiatan restorasi lingkungan secara utuh di sepanjang Das Citarum yang memiliki luas
sepanjang 297 Km yang berada dalam kehidupan manusia dengan jumlah penduduk sebesar 20 Juta, belum lagi hal tersebut dapat di ukur dari kondisi lain yaitu kerusakan yang terdapat di wilayah Sub Das dan Mikro Das Citarum, jika mengacu kepada Perpres 15 yang di perkuat dengan Pergub 37.
“Hal yang sangat punda mental kami temukan juga pada nilai sinergitas 19 Kementrian yang belum maksimal berperan secara baik, terutama Kemenrtian BAPPENAS serta Kementrian Keuangan yang selama ini di anggap belum memiliki keseriuasan yang baik dalam mendukung program PPK DAS ini, ucapnya.
Dengan itu kami atas nama Aliansi Rakyat Untuk Citarum (ARUM) mendesak serta mengajukan rekomendasi kepada PJ Gubernur Agar segera me ngambil sikap ZERO TOLERANCE POLICY yang di dalamnya dapat kami jabarkan sebagai berikut:
1. Menyediakan fasilitas serta dukungan bagi masyarakat atau komunitas untuk melakukan kegiatan reforestasi lahan kritis di semua Sub DAS Citarum .
2. Meningkatkan partisipasi Pemerintah desa dan masyarakat dalam merumuskan peraturan desa untuk penyelamatan mata air, memfasilitasi masyarakat desa dalam penyusunan peraturan desa serta menysusun rencana aksi konservasi dan rehabilitasi lahan kritis berbasis mikro DAS.
3. Memberikan dukungan pemberdayaan ekonomi sebagai upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh komunitas-komunitas yang selama ini sudah berjalan.
4. Fasilitasi kebijakan akses dan aset bagi petani untuk mengelola lahan perkebunan milik PTPN untuk menjawab permasalahan penggarapan kawasan hutan.
5. Edukasi Melek DAS bagi masyarakat, pemerintah dan pelaku usaha.
6. Fasilitasi pembangunan Paralegal Lingkungan Hiidup DAS Citarum berbasis komunitas untuk penegakan hukum lingkungan.
7. Perubahan kelembagaan berbasis sektor menjadi kelembagaan berbasis Sub DAS dan mikro DAS.
8. Fasilitasi dukungan peraturan daerah mengenai perlindungan dan penyelamatan Kawasan Bandung Selatan (KBS) untuk pengendalian tata ruang di Citarum Hulu (Cekungan Bandung).
9. Lakukan Audit lingkungan hidup di KBU dengan melibatkan CSOs dan masyarakat di Kawasan Bandung Utara (KBU) serta jalankan Moratorium pembangunan sarana-sarana komersil di Kawasan Bandung Utara (KBU).
10. Pelibatan komunitas atau CSOs lingkungan dalam monitoring untuk pengendalian tata ruang di DAS Citarum.
11. Rencana Aksi PPK DAS Citarum sebagai agenda penyelamatan Citarum harus menjadi salah satu rujukan
12. yang dapat di akomodir dalam dokumen RPJMD, RKPD dan APBD Provinsi serta Kab/Kota yang berada di DAS Citarum.
13. Reaktivasi parlemen watch untuk penyelamatan DAS Citarum dan DAS lainnya di Jawa Barat.
14. Pemerintah melakukan konsultasi publik sebagai ruang evaluasi bersama atas keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan Perpres 15 tahun 2018 tentang PPK DAS CItarum dan Rencana Aksi PPK DAS Citarum, sehingga dapatp menyusun agenda gerakan restorasi DAS Citarum yang menjawab akar masalah lingkungan hidup, sosial dan ekonomi masyarakat.
15. Perumusan indikator-indikator kesehatan DAS Citarum yang disepakati bersama oleh pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha.
16. EKF KPHK Guntur tidak di jadikan rujukan untuk pemulihan kerusakan yang memiliki kontribusi terhadap neraca air Citarum.
Sementara itu, dalam aspek penegakan Hukum rekomendasi di antaranya :
1. Keberadaan Hukum mampu memberikan perlindungan terhadap Lingkungan Hidup Berdasarkan pada unsur ini, aturan serta kebijakan yang dibentuk dan dilaksanakannya program citarum harum belum terlihat peran bagaimana instrumen kebijakan tersebut memberikan perlindungan kepada lingkungan dengan masih diberikannya izin serta pembiaran terhadap pola kasus yang terjadi seperti “limbah dibuang ketika malam hari atau saat air naik” yang padahal hal tersebut telah menjadi nyanyian lama dan rahasia umum namun terlihat menjadi hal yang biasa yang padahal mengakibatkan kerusakan lingkungan.
2. Kemampuan untuk mendeteksi pelanggaran Instrumen untuk menyatakan suatu wilayah atau kawasan tercemar telah dimiliki bahkan teknologi telah dimiliki namun bagaimana respon cepat dan tanggap terhadap pelanggaran dan pencemaran yang ada seperti hal yang dijelaskan dalam poin satu menjadikannya pendeteksian tersebut tidak efektif. Kemudian, hingga saat ini di indonesia sendiri hanya terdapat tidak lebih dari lima laboratorium yang memiliki kewenangan untuk menyatakan suatu kawasan tercemar dalam sebuah perkara lingkungan. Padahal, jawa barat sendiri memiliki mulai universitas atau institut bahkan ahli di bidang lingkungan yang seharusnya di maksimalkan peranannya seperti laboratorium yang ada.
3. Kemampuan untuk melakukan tindakan/respon secara tepat dan pasti pada unsur ini, berdasarkan pengetahuan yang didapatkan dari wawancara oleh satgas penindak yang ada di Jawa Barat hal yang menjadi hambatan besar adalah jumlah dari anggota di dalamnya yang bahkan kurang lebih adalah 30 orang yang terhitung sangat minim dan kesusahan ketika terjadi pelanggaran lingkungan di berbagai daerah dengan jarak yang sangat jauh. Hal ini sangat di sayangkan dengan melihat dana besar yang digelontorkan terhadap proyek pelestarian lingkungan yang ada salah satunya citarum yang terbilang besar yang seharusnya bisa mendorong lebih satgas yang ada. serta mendekatkan fungsi masyarakat didalamnya guna merespon cepat hal tersebut dengan memberikan edukasi dan memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk melaporkan pelanggaran yang terjadi. serta selanjutnya, hal ini dapat dimasifkan melalui peranan akademisi serta mahasiswa seperti lembaga yang ada untuk bersama mengawal dan merespon pelanggaran yang terjadi.
4. Kemampuan untuk menjatuhkan sanksi yang memadai pada unsur ini sanksi terhadap pelanggaran lingkungan mayoritas bersifat administrasi namun tetap ada penegakan pidana di dalamnya. Daerah memiliki kewenangan untuk turut berpartisipasi menegakkan pemberian izin sehingga dapat kesesuaian dan ketegasan terhadap pelanggaran yang terjadi di berbagai daerah.
*Meaningful Participation meaningful participation MK mengartikan (partisipasi yang bermakna) sebagai:*
(1) hak masyarakat untuk didengarkan pendapatnya, (2) hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan (3) hak masyarakat untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas sehingga mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawalan kebijakan lingkungan. Pemenuhan meaningful participation menjadi tolok ukur suatu produk hukum telah tersusun dengan sempurna secara formil sehingga secara materil juga memenuhi rasa keadilan yang dikehendaki masyarakat. Transparansi berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dijelaskan tentang pentingnya keterbukaan publik untuk mewujudkan partisipasi dan penyelenggaraan negara yang transparan, efektif, efisien, dan akuntabel. Kemudian, keterbukaan publik merupakan hak asasi dari setiap warga negara. Maka dari itu, publik berhak memperoleh informasi, salah satunya mengenai proses kebijakan publik, anggaran, pengawasan dan evaluasinya. Dengan adanya keterbukaan tersebut, masyarakat dapat mengetahui sejauh mana kinerja pemerintah serta menilai kesesuaian harapan dan kepentingan publik.
Selain itu, Kang Iwang menyebutkan bahwa masyarakat dapat mengetahui pula tentang keberpihakan pemerintah terhadap pelayanan publik sehingga dapat memberikan sikap terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Keterbukaan publik sejatinya merupakan bentuk transparansi yang berimplikasi pada kemampuan pemerintah dalam mewujudkan good governance.
Sebagai contoh, pemerintah dapat memberikan informasi mengenai aturan main serta rincian bentuk kegiatan pelayanan publik secara jelas sehingga masyarakat dapat terlibat dan mengawasi kegiatan pemerintah tersebut secara langsung. Selain itu, dengan adanya keterbukaan publik dan transparansi dapat membentuk suatu check and balance dan
mempermudah masyarakat untuk mengetahui tindakan yang rasional sebagai kontrol sosial dengan membandingkan sistem nilai yang ada. Implikasi positif terbesar dari transparansi adalah penegakan hukum yang mantap dan pemberantasan praktik KKN.
*Rekomendasi terhadap Loan Agreement yang di Fokuskan terhadap Sampah dan KJA Rekomendasinya:*
1. Sampah organic Bukan untuk TPA, perlu dipermanenkan aturan tersebut.
2. Merubah paradigma dari pengelolaan sampah sebagai kegiatan ekonomi menjadi pengelolaan sampah sebagai pelayanan publik. TPS3R nggak mungkin mendanai sendiri, pendapatan dari sampah selalu lebih kecil dari biaya operasional. TPS 3r yang berhasil hanya yang dikelola oleh pemerintah atau diserahkan kepada swasta dengan dana dari pemerintah. Pengumpulan terpilah dan pengolahan sampah organik yang terutama harus didanai pemerintah.
3. Hasil pemilahan berupa food waste murni atau pengolahan kompos baru bisa menjadi input kegiatan ekonomi yang bisa berputar sendiri. Tetapi inipun tidak akan berjalan tanpa dukungan kebijakan yang mendukung seperti bantuan promosi, kewajiban menggunakan hasil daur ulang dan produk dari sampah organik (mirip seperti dukungan pemerintah untuk TKDN). Bila mungkin ada pembebasan pajak (tax holiday) untuk kegiatan usaha pemilahan, pengolahan dan pemanfaatan sampah, khususnya sampah organik.
4. Reaktivasi Peran Nara Damping di setiap Kabupaten/Kota.
5. ISWMP dengan biaya hutang (seharusnya tdk perlu), ujung2nya RDF, dimana sampah organik didominsai oleh sisa makanan/food waste yang kadar airnya tinggi (hingga 90%) – sisi lain akan berkompetisi dengan partisipasi masyarakat khususnya para pegiat maggot.
6. Incinerator dengan segala bentuk dan nama (motah kah dan lainnya) bukan solusi karena karakter sampah kita berkadar air tinggi, berbiaya tinggi, mengeleminir peran aktif masyarakat.
7. Singkronisasi satgas provinsi dengan satgas kab/kota.
Intruksi Khusus Pimpinan (IKP) Gubernur Untuk SKPD Provinsi, Kabupaten/Kota
Rekemondasinya :
1. Melaksanakan seluruh peraturan perundangan-undangan dan regulasi terkait penataan Das Citarum, Sub Das Citarum hingga Mikro Das Citarum.
2. Menyusun perencanaan terpadu percepatan penyelesaian masalah serta pengelolaan sungai Citarum, baik DAS dan Sub DAS hingga Mikro Das Citarum.
3. Melaksanakan percepatan penyelesaian masalah DAS Citarum.
4. Melaporkan secara berkala pelaksanaan dan capaian poin 3.
5. Melaporkan secara berkala kondisi eksisting dan kendala yang di hadapi dalam pelaksanaan yang tertian pada poin 3.
6. Menyusun rencana tindak lanjut dalam rangka memperkuat poin 5.
7. Melaksanakan dan melaporkan perkembangan kondisi eksisting capaian.
8. Melaksanakan penyusunan dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) berdasarkan langkah kerja poin 1 sd poin 7.
9. Melakukan penyusunan RPJP pengelolaan sungan Citarum dengan indikator capaian yg disusun terpisah sebagai lampiran tidak terpisahkan dari IKP ini.
@gvr