VISI.NEWS – Anggota Komisi VIII DPR RI Endang Maria Astuti menegaskan bahwa Komisi VIII DPR RI ingin kelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) diperkuat dalam revisi Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
“Kenapa kita ingin merevisi UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana? Karena kita ingin memperkuat BNPB. Tapi dalam DIM RUU Penanggulangan Bencana, Pemerintah malah menghapus nomenklatur BNPB,” ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, kemarin.
Endang Maria mengemukakan, dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Sosial RI Tri Rismaharini pada awal pekan ini ditegaskan bahwa semua fraksi di DPR meminta penguatan BNPB dalam RUU Penanggulangan Bencana. Terkait hal ini, Mensos selaku Wakil Pemerintah mengakui bahwa dalam DIM RUU Penanggulangan Bencana nomenklatur BNPB diganti menjadi badan secara umum.
Menurut Endang yang juga Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI, penghapusan nomenklatur BNPB dengan diganti kata “badan” yang bentuk dan fungsinya akan diatur lagi dalam Peraturan Presiden akan menjadikan badan ini bekerja sesuai selera Presiden. Berbeda jika nomenklatur BNPB diatur dalam Undang-undang.
“Kalau BNPB ini disebutkan secara eksplisit dalam undang-undang, siapapun yang akan berkuasa harus tunduk pada undang-undang ini. Harus menjalankan apapun yang sudah diamanatkan dalam Undang-undang Penanggulangan Bencana,” ujar Srikandi Golkar ini.
Oleh sebab itulah dia ingin Pemerintah merevisi DIM RUU Penanggulangan Bencana dengan mencantumkan nomenklatur BNPB secara eksplisit sebagaimana yang diajukan dalam RUU Penanggulangan Bencana yang merupakan usul inisiatif DPR RI. “Kita ingin memperkuat BNPB dan memperbaiki manajemen penanggulangan bencana,” katanya.
Terkait dengan hal tersebut, Mensos Tri Rismaharini berjanji akan melaporkan perkembangan RUU Penanggulangan Bencana ini kepada Presiden. Selain ingin mempertahankan kelembagaan BNPB, fraksi-fraksi di DPR RI juga sepakat untuk memperkuat BPBD di daerah-daerah serta mencantumkan alokasi anggaran penanggulangan bencana sebesar minimal 2 persen dalam APBN/APBD.@hmh