- London, ibu kota yang bersejarah dan megakota yang dinamis, merupakan pusat keuangan, budaya, dan politik Inggris serta Britania Raya. Berlokasi di sepanjang Sungai Thames, kota ini telah menjadi permukiman utama selama dua milenium, didirikan oleh Romawi dengan nama Londinium. Pada 7-13 Mei 2024, wartawan VISI.NEWS Mohammad Hasyim sedang melakukan kunjungan ke Kota London, yang tulisannya akan dimuat dalam beberapa serial berikut. Semoga bermanfaat.
MEMASUKI Kota London, Inggris, pada musim semi menuju musim panas antara Mei menuju Juni 2024, cuaca lebih bersahabat. Masyarakat tampak antusias untuk beraktivitas di luar rumah. Pusat Kota London seperti taman di sekitar Istana Buckingham, kawasan London Bridge, Big Bang dan ruang publik di pusat Kota London sangat ramai. Ini seperti membalas musim dingin saat udara mamaksa masyarakat lebih banyak beraktivitas di dalam rumah.
Aktivitas masyarakat yang tumpah-ruah di ruang-ruang publik kota London menjadi pemandangan lumrah bahwa aktivitas masyarakat di luar rumah semakin bergairah. Apalagi cuaca di musim semi cukup bersahabat, berkisar antara 9-21 C. Dan pada musim semi menuju musim panas inilah wisatawan banyak datang ke Kota London untuk menikmati perjalanan sejarah peradabannya yang sangat panjang.


Kota London sangat menarik untuk dikunjungi. Banyak episode sejarah yang bisa dipelajari dari negara besar yang maju dari sisi peradaban, kemajuan teknologi dan tentu saja pendidikannya ini. Karena itu wajar saja jika di musim semi menuju panas ini kunjungan wisatawan meningkat. Para wisatawan tumplek ke pusat kota London untuk sight seeing, belanja atau foto-foto untuk mengabadikan momen itu dengan cara selfie ataupun berjamaah.
Rupanya, ada saja yang mengail di air keruh, memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Puncak kunjungan wisatawan ke Kota London seringkali dimanfaatkan oleh “si tangan jahil” untuk melancarkan aksinya.
Para pencopet, ternyata bukan hanya di Pasar Tanah Abang Jakarta atau di Pasar Baru Bandung saja yang suka beraksi menguntit dompet pengunjung, di London pun sama. “Kemarin baru kejadian, seorang pejabat BUMN Indonesia yang datang ke sini, kaget setelah keluar dari outlet abis belanja, uangnya hilang 200 pound,” kata pemandu wisata kami, Susilo, menceritakan.
Yang mencengangkan, uang itu hilang tanpa mengambil dompet dan kartu-kartu penting di dalamnnya. Jadi si pencopet hanya mengambil uang dan tidak dengan dompet dan isi lainnya.
“Jadi dia ambil dompetnya, kuras isinya, dan kemudian dompetnya dikembalikan lagi tanpa ketahuan si pemiliknya! Luar biasa kan? Di Indonesia juga mungkin belum ada pencopet yang secanggih itu,” ujar Susilo seraya tertawa dan membuat kami yang mendengar geleng-geleng kepala.
Kenapa tamu dari Indonesia atau Asia pada umumnya lebih sering menjadi sasaran pencopet. Rupanya para pencopet di negara Pangeran Charles ini sudah mempelajari profiling calon korbannya. Jadi wisatawan asal Asia termasuk Indonesia gemar membawa uang cash yang banyak. Dan uang cash ini selalu ditenteng ke mana-mana karena mereka gemar berbelanja.
Ini berbeda dengan profiling wisatawan Eropa yang malas membawa uang cash. Mereka kemana-mana lebih sering membawa kartu kredit atau kartu debet. Aman dari sisi pencurian sebab apabila kartunya dicopet mereka tinggal blokir. Dan para pencopet juga tahu bahwa sulit untuk menikmati hasil copetan kartu kredit atau kartu debit. Jadi yang cash sajalah.
Nah karena itulah seringkali kasus pencopetan dialami oleh wisatawan Asia, termasuk Indonesia. Lantas apakah sistem keamanan di London sebegitu rapuhkah? “Ketika orang datang berjubel, lantas ada satu dua orang yang mencopet ya tidak akan terdeteksi. CCTV tidak bisa memantau, dan aparat keamanan di ruang-ruang public juga tidak bisa mengawasi sedetail itu,” ujar Susilo.
Karena itulah, yang dia sarankan kepada setiap wisatawan yang sedang berada di London untuk meningkatkan kewaspadaan. Jangan abai dengan barang bawaan saat beraktivitas di ruang public seperti belanja atau selfie.
Usahakan juga jangan membawa uang cash terlalu banyak. Bawa uang cash secukupnya. Lebih baik bertransaksi dengan menggunakan kartu kredit atau kartu debit.
Kemudian yang menjadi pertanyaan, siapa sebenarnya para pelaku pencopetan yang sangat lihai dalam menjalankan aksinya itu. Susilo tidak menuduh, tapi seringkali imigran dari Eropa Timur seperti Rumania, Bulgaria dll seringkali menjadi pelaku kejahatan karena kalah bersaing secara ekonomi dengan para imigran dari IPB atau India, Pakistan dan Bangladesh.
Para imigran dari Eropa Timur seringkali datang ke Eropa Barat seperti Inggris untuk mengadu nasib. Namun seringkali juga apa yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan harapan. Maka ketika ekonomi melambat pasca Covid-19, pukulannya terasa bagi mereka yang berpengasilan pas-pasan.
Mereka terpukul dengan kenaikan inflasi yang tinggi sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya yang semakin melonjak mereka memanfaatkan kedatangan para wisatawan untuk nyolong dompet.*** (bersambung)