VISI.NEWS | KARAWANG – Menteri Perdagangan, Budi Santoso, menegaskan bahwa MinyaKita bukan minyak goreng bersubsidi, melainkan produk yang dihasilkan dari kewajiban Domestic Market Obligation (DMO). Hal ini perlu diluruskan karena masih banyak masyarakat yang menganggap MinyaKita sebagai produk bersubsidi dari pemerintah.
Dalam konferensi pers di pabrik PT Argha Eka Global Asia (AEGA), Karawang, Budi menjelaskan bahwa produsen minyak sawit yang ingin melakukan ekspor wajib menyisihkan sebagian hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri melalui skema DMO.
“Jadi di masyarakat sering bilang minyak subsidi, ini bukan minyak subsidi ya, tidak ada istilah minyak subsidi. Ini adalah kewajiban produsen atau pelaku usaha yang akan ekspor maka melakukan DMO,” ujar Budi dalam konferensi pers di pabrik PT Argha Eka Global Asia (AEGA), Karawang, Jawa Barat, Kamis (13/3/2025).
Ia juga mengungkapkan bahwa pengawasan terbaru yang dilakukan bersama Satgas Pangan Polri di Tangerang dan Jakarta Utara menunjukkan bahwa sebagian besar repacker telah mengikuti aturan dengan memproduksi MinyaKita dalam kemasan 1 liter. Namun, pemerintah tetap mengingatkan para pelaku usaha untuk tidak melakukan pelanggaran, terutama menjelang Lebaran, saat permintaan minyak goreng meningkat tajam.
“Dan juga kepada distributor, tolong ya kita ikuti ketentuan yang berlaku, karena ini MinyaKita atau minyak goreng biasanya menjelang Lebaran ini sangat dibutuhkan. Jangan sampai merugikan masyarakat,” tegas Budi.
Budi menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil tindakan tegas terhadap produsen dan distributor yang tidak mengikuti regulasi. Sementara itu, mereka yang mematuhi aturan didorong untuk terus mendistribusikan MinyaKita agar masyarakat tetap mendapatkan pasokan yang cukup.
Di sisi lain, Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag, Moga Simatupang, mengungkapkan bahwa pasokan minyak goreng dari DMO masih belum mencukupi kebutuhan nasional. Saat ini, rata-rata pasokan minyak dari DMO hanya sekitar 160 ribu hingga 170 ribu ton per bulan, sedangkan kebutuhan nasional mencapai 257 ribu ton per bulan.
Karena selisih yang cukup besar ini, diduga ada pelaku usaha yang menggunakan minyak non-DMO untuk memproduksi MinyaKita, sebagaimana ditemukan dalam beberapa kasus belakangan ini. Pemerintah pun terus melakukan pengawasan ketat untuk memastikan distribusi MinyaKita berjalan sesuai regulasi. @ffr