VISI.NEWS – Situasi panas di Afghanistan menyusul pergerakan kelompok Taliban yang terus berupaya merebut kekuasaan dari Presiden Ashraf Ghani, masih akan berkembang secara dinamis.
Guru besar dan pengamat Timur Tengah, dosen program studi sastra Indonesia dan sosiologi masyarakat Timur Tengah, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Prof. Dr. Istadiyantha, berpendapat, drama pendudukan Taliban atas kekuasaan Afghanistan saat ini masih berlangsung terus dan akan berkembang secara dinamis.
“Saat ini terlalu dini untuk memberikan kesimpulan terhadap perkembangan di Afganistan. Apalagi pihak Taliban sekarang sedang terus berjuang untuk menguasai Afghanistan, sehingga masih akan terjadi perkembangan-perkembangan baru,” katanya ketika diminta tanggapan terhadap perkembangan situasi di Afghanistan, Jumat (20/8/2021).
Pergerakan Taliban yang berhasil masuk ke Ibukota Kabul dan menduduki istana kepresidenan dan memaksa Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani melarikan diri ke Tajikistan dalam tempo relatif singkat, dalam pandangan Prof. Istadiyantha, akibat lemahnya pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Joe Biden, yang akan menarik pasukan militernya dari Afghanistan.
“Keberhasilan Taliban menguasai Afghanistan, tidak bisa dilepaskan dari lemahnya pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Joe Biden. Tuduhan kelemahan Joe Biden juga dilontarkan mantan Presiden AS, Donald Trump. Sebagai lawan politik, Donald Trump mengkritik kebijakan Presiden AS ke-46 Joe Biden yang menarik militer AS dari Afghanistan pada Agustus 2021 ini,” katanya.
Di saat persiapan penarikan militer AS tersebut, menurut pengamat Timur Tengah itu, merupakan peluang bagi Taliban untuk bergerak cepat menguasai kota-kota penting, seperti Kandahar, Ghazni, dan Ibukota Kabul, serta menduduki istana kepresidenan.
Dosen bahasa Arab, Prodi Sastra Arab, FIB-UNS itu, menuturkan kilas balik Taliban, yang sejak awal masyarakat Afghanistan memandang Taliban sebagai kelompok yang berusaha memulihkan perdamaian dan keamanan, serta ingin menegakkan syariat Islam sesuai keyakinan mereka.
“Namun, pascaserangan 11 September 2001 yang dikenal 9/11 yang meruntuhkan gedung WTC di New York, Taliban justru menjadi target serangan negeri Paman Sam. Kelompok garis keras itu dituduh AS memberikan perlindungan terhadap gembong Al-Qaeda, Osama bin Laden,” jelasnya.
Prof. Istadiyantha menambahkan, ketika Taliban menolak menyerahkan Osama bin Laden kepada AS, negeri Paman Sam akhirnya menyerbu Afghanistan pada 2001 sehingga AS berhasil menguasai Afghanistan.
“Saat itu, Mullah Omar, pemimpin Taliban dan kepala negara Afghanistan dari 1996 sampai 2001 beserta para pendukungnya, berlindung ke Pakistan. Selama 20 tahun AS menduduki dan memberi perlindungan terhadap Afghanistan. Perlindungan AS itu akan berakhir pada 31 Agustus 2021 mendatang,” sambung Prof. Istadiyantha.
Penarikan pasukan AS dari Afghanistan itulah, yang menurut Prof. Istadiyantha, merupakan momentum yang rupanya dimanfaatkan Taliban untuk merebut pemerintahan dan menguasai kembali Afghanistan, di saat militer AS berangsur-angsur meninggalkan negara tersebut.
“Selain itu, keberhasilan Taliban menguasai Afghanistan tidak terlepas dari situasi pandemi Covid-19 yang hingga kini masih melanda dunia,” sambungnya lagi.
Prof. Istadiyanta saat ini belum melihat sinyal perdamaian di antara kedua belah pihak yang bertikai. Dia menyatakan, akan terus memantau dinamika perkembangan di Afghanistan maupun pergerakan Taliban dalam beberapa waktu mendatang. Termasuk mencermati isu santer yang menyebutkan, Rusia ikut membiayai gerakan kelompok Taliban baru-baru ini.@tok