Oleh Rabi’ah Aminudin (360info)
- Universitas Islam Internasional Malaysia
PADA tahun 2021, sekolah-sekolah di Malaysia diguncang oleh gerakan online yang kuat yang dipelopori oleh seorang siswa berusia 17 tahun bernama Ain Husniza Saiful Nizam.
Kampanye #MakeSchoolASaferPlace mengungkap prevalensi pelecehan seksual yang dihadapi oleh siswa, terutama perempuan.
Kisah Ain, bersama dengan banyak kisah lainnya yang dibagikan secara online, memicu kemarahan publik dan memaksa pembicaraan nasional tentang perlunya reformasi di lembaga-lembaga pendidikan.
Tingkat penetrasi internet yang tinggi di Malaysia (97,4 persen) ditambah dengan meluasnya penggunaan platform media sosial (83,1 persen) telah memberdayakan perempuan untuk menantang para penjaga media tradisional dan melakukan advokasi secara langsung untuk tujuan mereka.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa perempuan Malaysia semakin sadar akan isu-isu terkait gender karena paparan mereka terhadap media sosial.
Aktivis perempuan sebelumnya sangat bergantung pada media arus utama untuk menyoroti isu-isu perempuan. Namun, upaya ini terhambat oleh kurangnya visibilitas dan keterwakilan, karena platform media tradisional sering kali diatur dan disensor secara ketat.
Berbagai alat digital selain platform media sosial digunakan untuk meningkatkan kesadaran, mempengaruhi kebijakan, dan memberikan dukungan dan kepedulian bagi mereka yang membutuhkan.
Kekuatan aktivisme digital
Platform crowdfunding online seperti GoFundMe dan SimplyGiving, serta platform petisi dan kampanye seperti Change.org memungkinkan individu atau organisasi untuk memulai petisi dan mengumpulkan dukungan yang dapat digunakan untuk menekan pembuat kebijakan.
Aktivisme digital perempuan Malaysia dapat dikategorikan menjadi upaya individu dan upaya kolektif, dan keduanya memainkan peran penting dalam mempengaruhi lanskap sosio-politik di Malaysia.
Upaya individu dalam aktivisme digital sering kali didorong oleh pengalaman, keyakinan, dan motivasi pribadi dalam meningkatkan kesadaran tentang suatu isu tertentu. Dampak dari aktivisme individu pada platform digital bisa sangat besar karena masyarakat dapat merasakan dampaknya secara pribadi, menumbuhkan empati dan solidaritas yang lebih besar.
Upaya kolektif melibatkan kelompok terorganisir dalam menanggapi isu-isu tertentu. Hal ini sering kali muncul dalam bentuk gerakan akar rumput yang muncul karena isu-isu spesifik dan mengandalkan energi kolektif serta semangat dari anggota masyarakat.
Terdapat sejumlah kecil gerakan akar rumput khusus perempuan di Malaysia yang menangani berbagai isu, termasuk perlindungan lingkungan, pemberdayaan politik, dan hak kewarganegaraan.
Namun, gerakan-gerakan seperti #Undi18, Family Frontiers, dan Klima Action Malaysia sering kali dipimpin oleh perempuan dan banyak diikuti oleh perempuan.
Aktivisme digital ini telah membuahkan hasil yang signifikan.
#MeToo memberikan kesempatan
Gerakan #MeToo, yang mendapatkan perhatian dunia secara online pada tahun 2017, memberikan peluang bagi para aktivis Malaysia.
Mereka berhasil mendorong pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi para korban pelecehan seksual dan kekerasan berbasis gender serta memastikan hukuman yang memadai bagi para pelakunya. Hal ini akhirnya berujung pada Undang-Undang Anti Pelecehan Seksual yang akhirnya disahkan pada Juli 2022.
Selain menangani pelecehan seksual, aktivis perempuan juga menggunakan platform digital untuk menyoroti isu-isu tanpa kewarganegaraan dan kewarganegaraan.
Family Frontiers adalah contoh gerakan akar rumput yang memperjuangkan hak para ibu di Malaysia untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam mencari hak kewarganegaraan yang setara bagi anak-anak mereka yang lahir di luar negeri.
Pada bulan Agustus 2022, Family Frontiers mengajukan banding ke Pengadilan Federal terhadap keputusan Pengadilan Banding Malaysia yang membatalkan keputusan Pengadilan Tinggi yang memberikan hak yang sama kepada perempuan Malaysia untuk memberikan kewarganegaraan Malaysia kepada anak-anak mereka yang lahir di luar negeri.
Mereka juga aktif hadir di media sosial yang menyoroti kegiatan-kegiatan gerakan tersebut, melakukan konferensi pers secara langsung, dan berbagi konten mengenai isu-isu yang berkaitan dengan keadaan tanpa kewarganegaraan dan kewarganegaraan.
Pelecehan online masih terjadi
Meskipun ruang digital memberi perempuan kebebasan untuk menyuarakan tuntutan mereka, perempuan yang menempati ruang tersebut masih menghadapi berbagai tantangan seperti pelecehan online, doxing, dan seksisme.
Pelecehan online merupakan isu yang tersebar luas karena aktivis perempuan sering kali menjadi sasaran pelecehan, ancaman, dan penindasan maya (cyberbullying).
Misalnya, aktivis perempuan Malaysia menjadi target penindasan maya setelah Pawai Hari Perempuan tahun 2019. Aktivis yang angkat bicara mengenai isu-isu yang dianggap sensitif, tabu, atau menentang status quo mendapati diri mereka menjadi sasaran intimidasi dan doxing online.
Pada tahun 2024, penyelenggara Women’s March dipanggil oleh polisi karena mengorganisir acara tersebut, sebuah tindakan yang dipandang sebagai bagian dari “siklus berulang” investigasi terhadap pertemuan damai.
Sensor pemerintah juga menimbulkan tantangan besar lainnya karena UU Penghasutan dan UU Komunikasi dan Multimedia sering kali digunakan untuk membungkam suara-suara yang berbeda pendapat.
Aktivis perempuan mungkin berisiko memposting konten yang dianggap berbahaya atau menghasut. Hal ini menciptakan iklim ketakutan dan mengarah pada sensor diri.
Terlepas dari tantangan-tantangan ini, kebangkitan aktivisme digital oleh perempuan Malaysia menandai perubahan signifikan dalam lanskap sosial negara ini. Hal ini menunjukkan kekuatan platform online dalam memberdayakan perempuan untuk menantang status quo dan menuntut perubahan.
Seiring berkembangnya ruang digital Malaysia, tren ini kemungkinan besar akan memainkan peran yang semakin penting dalam membentuk masa depan negara tersebut.***
- Rabi’ah Aminudin adalah Associate Professor di Departemen Ilmu Politik, Universitas Islam Internasional Malaysia. Ia terutama mengkaji peran identitas dan politik dalam kebijakan publik.