Search
Close this search box.

“Surviving in Silence”, Penyadartahuan Masyarakat Tentang Badak Jawan

Badak Jawa./visi.news/ist

Bagikan :

  • Selebrasi World Rhino Day 2020 dengan Peluncuran Hasil Kegiatan Ekspedisi Badak Jawa “Surviving in Silence”

VISI.NEWS – Javan Rhino Expedition (JRE) dari PT Storia Suksesindo Projekta merupakan sebuah kegiatan yang digagas oleh sekelompok anak muda pecinta konservasi, sebagai upaya penyadartahuan terhadap konservasi Badak Jawa di Ujung Kulon dan masyarakat lokal di desa penyangga TNUK melalui ekspedisi dokumentasi fotografi, jurnal, dan videografi. JRE mengemban misi sebagai jembatan informasi kepada masyarakat awam terhadap kondisi badak Jawa dan masyarakat lokal di Ujung Kulon.

Bertepatan dengan World Rhino Day (WRD) atau Hari Badak Sedunia yang dirayakan setiap tanggal 22 September, JRE bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan didukung oleh mitra media dari  National Geographic Indonesia, Travelink, komunitas Indonesia Wildlife Photography, komunitas Photography From Home, Rumah Tukik dan Yayasan Matahati Cakra Hadiraksa serta kampus Universitas Tarumanagara Jakarta, merayakan dengan meluncurkan hasil karya ekspedisi yang juga bertepatan dengan setahun perjalanan kegiatan JRE yang menyoroti upaya konservasi badak Jawa. Ini adalah momentum peringatan akan upaya konservasi badak di dunia.

Kelima jenis badak yang tersisa di dunia merupakan satwa terancam punah, dan dua dari kelima jenis badak tersebut berada di Indonesia, yaitu Badak Sumatera dan Badak Jawa. Berbeda dengan Badak Sumatera yang kantong populasinya tersebar di beberapa provinsi yang ada di Pulau Sumatera dan Kalimantan, Badak Jawa hanya memiliki satu habitat di dunia yaitu Taman Nasional Ujung Kulon setelah subspesiesnya dinyatakan punah di Vietnam pada tahun 2010.

Saat ini, berdasarkan data Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Agustus 2020, populasi Badak Jawa yang tersisa hanya 74 ekor saja. Berbagai macam ancaman mengintai badak maupun “rumah terakhirnya”. Beberapa masalah yang teridentifikasi seperti ancaman bencana alam, distribusi pakan yang menurun, ancaman penyakit, dan menurunnya kualitas genetik dihadapi badak bercula satu ini.

Baca Juga :  Penyebab Nasi Cepat Kuning di Rice Cooker dan Cara Mencegahnya
IMG 22092020 174232 1
 Tim ekspedisi Badak Jawa./visi.news/ist

Ekspedisi Badak Jawa

Ekspedisi ini bertujuan untuk mendokumentasikan cerita tentang proses menemukan Badak Jawa di habitat terakhirnya, dan merekam sudut pandang inspiratif dunia konservasi baik dari masyarakat ataupun lembaga ke dalam bentuk tulisan, foto, dan film dokumenter. Karya yang lahir dari ekspedisi ini kemudian dapat digunakan untuk kegiatan kampanye dan penyadartahuan tentang konservasi Badak Jawa untuk masyarakat luas. Di masa digital, media fotografi dan video dianggap sebagai media yang tepat untuk menarasikan perjalanan ekspedisi dan penyampaian pesan konservasi untuk masyarakat umum.

Hal ini dikarenakan gaung penyebarluasan materi yang tertangkap melalui kedua platform tersebut dapat bersifat masif dan viral, yang merupakan inti dari momentum sebuah peringatan.

Kepala Balai TNUK, Ir. Anggodo, M.M., menyatakan bahwa Badak Jawa hanya dapat ditemukan di Semenanjung Ujung Kulon dan untuk melihat langsung diperlukan izin khusus sehingga tidak akan mengganggu perilaku dan habitatnya, serta selama melaksanakan ekspedisi diperlukan kehati-hatian. “Kami menyambut baik dan kami sangat mendukung kegiatan ekspedisi ini dan berharap bahwa kegiatan ini akan meningkatkan atensi masyarakat terhadap upaya konservasi Badak Jawa, baik yang dilakukan oleh lembaga maupun masyarakat luas dalam bentuk kampanye penyadartahuan. Kampanye penyadartahuan konservasi Badak Jawa merupakan bagian yang penting untuk keberlanjutan program pelestarian Badak Jawa karena masyarakat luas akan terus diingatkan akan kegentingan upaya penyelamatan Badak Jawa sehingga mereka diharapkan dapat berperan aktif untuk mendukung upaya konservasi Badak Jawa,” pungkas Anggodo.

Ekspedisi badak Jawa di dalam TNUK dimulai tepat pada Hari Badak Sedunia pada tanggal 22 September hingga 6 Oktober 2019 bersama tim gabungan dari JRE, petugas dari TNUK, dan masyarakat lokal. Tim melakukan ekspedisi dengan menggunakan dua metode yaitu metode ranggon (rumah pohon) dan metode susur sungai dengan menggunakan perahu karet. Ekspedisi kemudian dilanjutkan oleh tim JRE ke desa penyangga pada tanggal 27 Oktober – 1 November 2019 untuk mendokumentasikan masyarakat lokal desa penyangga TNUK sebagai upaya penggalian pandangan mereka terhadap konservasi badak Jawa.

Baca Juga :  BPBD: Waspada dan Meningkatkan Kesiapsiagaan Potensi Ancaman Gempa Bumi

Koordinator tim ekspedisi JRE, David Herman Jaya, menyampaikan bahwa dalam pelaksanaan Javan Rhino Expedition, tim JRE menghadapi tantangan untuk dapat merangkum cerita dan menuturkan kepada publik intisari dari sebuah perjalanan konservasi. “Bukan hanya sekadar pengambilan visual, namun juga bersama para ahli masyarakat lokal, kami mencoba berdiskusi lebih jauh tentang hal baik apa yang perlu dan bisa menjadi masukan agar upaya pelestarian Badak Jawa terus berkembang kedepannya,” ungkapnya.

Kegiatan ekspedisi ini juga berfungsi sebagai alat penyadartahuan dan komunikasi kepada masyarakat luas terhadap pentingnya upaya konservasi Badak Jawa. Tidak hanya memberikan gambaran akan gentingnya keberadaan Badak Jawa di habitat terakhirnya, namun juga memberikan wawasan terhadap upaya-upaya yang telah dilakukan oleh para penggiat konservasi Badak Jawa baik dari kelembagaan maupun masyarakat lokal.

Peluncuran Buku Fotografi “Surviving in Silence”

Sebagai kelanjutan dari perjalanan ekspedisi, maka pada perayaan Hari Badak Sedunia tahun 2020 ini, BTNUK dan KLHK bersama tim JRE dari PT. Storia Suksesindo Projekta dan mitra media akan meluncurkan karya hasil ekspedisi tersebut berupa buku fotografi jurnal ekspedisi sebagai upaya kampanye penyadartahuan akan konservasi badak Jawa. Awalnya peluncuran karya ini direncanakan untuk dirilis dalam bentuk pameran fotografi tepat pada Hari Badak Sedunia sekaligus memperingati satu tahunnya kegiatan ekspedisi dimulai. Akan tetapi, mengingat adanya wabah pandemik Covid-19, pelaksanaan pameran fotografi terpaksa diundur hingga waktu yang belum ditentukan.

Meskipun demikian, tim JRE tetap meluncurkan buku fotografi jurnal ekspedisi yang berjudul “Surviving in Silence”, disertai serangkaian acara virtual berbentuk seri webinar tematik yang akan mengundang narasumber dari pihak BTNUK, ahli Badak Jawa, masyarakat lokal, media, dan komunitas untuk memberikan pandangan mereka terhadap pelibatan berbagai pihak dalam upaya kampanye penyadartahuan yang bersifat holistik. Kegiatan webinar ini akan berlangsung sebanyak 5 kali dengan jadwal yang telah ditentukan sesuai temanya.

Baca Juga :  Selama Empat Tahun Kedepan, Bupati Bandung: PDAM Tirta Raharja Bakal Menerima Penyetaraan Modal Daerah Rp 200 Miliar Lebih

Memiliki satwa ikonik dengan populasi tunggal di TNUK, tentunya merupakan tanggung jawab yang besar bagi Indonesia untuk melestarikannya. Komunikasi dan penyadartahuan kepada masyarakat luas di Indonesia melalui kampanye tentang pentingnya pelestarian Badak Jawa merupakan hal yang sama krusialnya dengan upaya konservasi yang telah dilakukan, baik oleh penggiat konservasi dari kelembagaan atau mitra dan masyarakat lokal. Hal ini dikarenakan publik harus diingatkan secara kontinu dan dilibatkan secara langsung dan tidak langsung baik dalam penyebaran informasi maupun keterlibatan dalam konservasi agar isu konservasi Badak Jawa tetap menjadi isu yang relevan dalam pelestarian satwa liar di Indonesia. Bagaimanapun juga, pelestarian Badak Jawa merupakan tanggung jawab bersama bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.@muhammad purnama alam

Baca Berita Menarik Lainnya :