Search
Close this search box.

Walhi sebut Program Citarum Harum Belum Berhasil, “Tidak usah ada Citarum jilid dua”

Bagikan :

VISI.NEWS | BALEENDAH – Para pegiat dan komunitas lingkungan mengadakan aksi kampanye Sungai Citarum, tepatnya di Sektor 7 Satgas Citarum Harum, Rancamanyar Baleendah Kabupaten Bandung, baru-baru ini.

Kegiatan tersebut, di ikuti dan melibatkan diantaranya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, Forum Komunikasi Kader Konservasi Jawa Barat (FK3I Jabar), Parahyangan Kayak dan Mapala Bandung Raya.

Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Wahyudin menyampaikan kegiatan tersebut, merupakan sikap dari tidak adanya perubahan atau kejelasan soal kondisi permasalahan yang masih sampai saat ini melanda Sungai Citarum.

Wahyudin menyampaikan aksi itu juga merupakan respon dari kegiatan Forum Air Dunia atau World Water Forum (WWF) ke- 10 di Bali 18-25 Mei 2024. Dimana Pemerintah Indonesia, kata dia, memaparkan soal showcase Citarum yang dinggap berhasil. Padahal masih terdapat beberapa indikator yang bisa menggugurkan hal itu.

“Pertama, Citarum dijadikan show case sebagai bentuk keberhasilan dan disampaikan pada kegiatan WWF. Tentu kami tidak setuju dengan showcase itu, karena ini citarum masih rusak wilayah lahan kritis di hulunya belum menyusut pada saat musim hujan banjir bandang, banjir lumpur dan longsor masih kerap terjadi, bahkan kemarin saja kejadian banjir bandang dan longsor di Kertasari itu sampai menyebabkan satu orang warga meninggal dunia dan beberapa warga juga mengalami luka-luka,” katanya, kepada VISI.NEWS Selasa (21/5/2024).

Kedua, pihaknya tidak sependapat dengan klaim Pemprov Jabar bahwa Indeks Kualitas air sungai Citarum dalam kategori tercemar ringan. Karena industri hingga saat ini masih melakukan pencemaran limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang secara langsung ke anak sungai maupun ke sungai itu sendiri.

Ketiga, ia juga menyoroti soal sampah, memang sampah tidak terlihat menggunung di bantaran dan di muara sungai atau badan sungai, akan tetapi saat musim hujan sungai masih menjadi media untuk pembuangan sampah. “Baik sampah domestik dan sampah paracetamol kami masih menemukan, nah ini yang menjadi parameter dan indikator bahwa dari Citarum masih rusak,” ujarnya.

Baca Juga :  Gletser Dunia Menghilang: Peringatan dan Tindakan Mendesak dari PBB

Kemudian keempat, bentuk anggaran yang fantastis bukan hanya bersumber dari APBN, ada sumber anggaran bersifat hutang juga, terakhir yang diketahui oleh Walhi seperti konsep kerjasama antara pemerintah dengan world bank yang dimana diletakkan masalah lahan kritis, sampah dan lain sebagainya.

“Kami tidak mengetahui secara detail sumber anggaran untuk program Citarum Harum itu berapa totalnya. Ini harus dipublikasikan dan harus disampaikan karena pada proses tahap evaluasi program Citarum Harum tahun ke tahunnya saya pikir tidak melibatkan secara komprehensif untuk mengundang komunitas dan masyarakat dan yang lainnya bahwa Citarum Harum itu sudah sejauh mana,” katanya.

Kelima kata dia, partisipasi dalam proses perencanaan, pengawasan dan evaluasi pihaknya menegaskan dan menganggap itu tidak dijalankan. Kalaupun misalnya dijalankan, kenapa sebagai organisasi yang konsen akan lingkungan itu, tidak diajak pada media atau ruang-ruang pengawasan termasuk evaluasi.

“Melalui lima indikator itu yang kemudian menjadi salah satu sikap kami tidak setuju kegiatan WWF bahwa Citarum dijadikan showcase keberhasilan,” tuturnya.

Selanjutnya Kang Iwang Sapaan akrab Kurniawan menambahkan, target Gubernur yang mengatakan sebagai ketua Satgas capaian program Citarum Harum itu, pertahun harus mendapat 20%, artinya tersisa 11 bulan lagi mencapai 80%.

“Kami juga dalam hal ini tidak setuju, karena target 80% atau pertahunnya 20% parameter indikatornya kelima itu juga, program Citarum Harum ini tidak berhasil,” katanya.

Tulisan “Zero Tolerance Policy” yang dibentangkan dalam spanduk saat aksinya kemarin, sempat menohok dan menjadi perhatian warga.

Para pegiat dan komunitas lingkungan tersebut juga mengkritisi Perpres nomor 15 Tahun 2018 tentang percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan daerah aliran sungai. Mereka menganggap hal itu keliru dan tidak tepat untuk menyasar pencemaran industri maupun kerusakan sungai dengan bahasa pengendalian.

Baca Juga :  Pencegahan Firli Bahuri Ke Luar Negeri Dapat Diperpanjang Jika Masuk DPO

“Sikap yang seharusnya diambil pemerintah adalah saat ini bukan lagi pengendalian, tapi penghentian, kami tidak terima jika perpres itu diperpanjang dengan masa transisi yang tinggal 11 bulan lagi, kami juga beranggapan tidak harus ada program Citarum jilid 2,” tuturnya.

Diketahui, lima tahun lalu, Sungai Citarum menempati peringkat ketiga dari sepuluh daerah terkotor di dunia. Gelar itu bersumber dari laporan Green Cross Switzerland dan Blacksmith Institute pada tahun 2013.

Untuk itu, berbagai jurus telah pemerintah keluarkan sebagai terobosan untuk merevitalisasi Sungai Citarum. Mulai dari program Citarum Bergetar (2004) dan Citarum Bestari (2014) yang digawangi pemerintah daerah, hingga Citarum Harum 2018 sampai saat ini, yang langsung melibatkan pemerintah pusat.

“Kita, patut kritis untuk hal ini. Diakui atau tidak, selama 30 tahun ke belakang berbagai program, gerakan, dan bantuan dana yang diberikan tidak memberikan dampak yang signifikan. Citarum tetap tercemar berat oleh limbah industri maupun sampah dan limbah rumah tangga,” tukasnya. @gvr

Baca Berita Menarik Lainnya :