VISI.NEWS | SOLO – Kebun binatang peninggalan Keraton Surakarta yang di tempo dulu bernama “Kebon Rojo” dan terpaksa dipindah ke Taman Jurug akibat tergusur pembangunan Monumen PON I Stadion Sriwedari, kini berubah nama menjadi Solo Safari.
Perubahan nama dari Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) menjadi Solo Safari, menyusul upaya Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, menggandeng Taman Safari Indonesia untuk menyulap kebun binatang yang dirancang sebagai wahana edukasi dan Pengambangan satwa langka menjadi destinasi wisata modern.
Meskipun pembangunan Solo Safari belum rampung seluruhnya, pada Jumat (27/1/2023), kawasan wisata hiburan dan edukasi satwa Solo Safari, yang menempati areal seluas 13,9 hektar resmi dibuka untuk umum.
Ketua Yayasan Konservasi Margasatwa Indonesia (YKMI), Agus Santoso, dalam soft opening Solo Safari, yang dihadiri wali kota Solo, Gibran, mengungkapkan, di Solo Safari terdapat lebih dari 347 individu satwa dari total 87 spesies satwa endemik Indonesia yang terancam punah dan dilindungi.
“Solo Safari merupakan proyek kerja sama operasi antara Perumda TSTJ dengan Taman Safari Indonesia Group. Proyek ini merupakan peremajaan Jurug Solo Zoo yang sudah beroperasi selama lebih dari empat dekade. Solo Safari hadir dengan konsep baru dan modern berdasarkan standar Taman Safari Indonesia,” katanya.
Menurut Agus, Solo Safari direvitalisasi sebagai tempat rekreasi bernuansa alam dengan keunikan satwa eksotis. Seluruh satwa ditempatkan tanpa menggunakan kandang.
Gibran yang menandai soft opening Solo Safari dengan pemukulan gong dan menerima kedatangan “Elang Bondhol” maskot DKI Jakarta, menyatakan, Solo Safari mengukuhkan Kota Solo sebagai destinasi wisata nasional, disamping dikenal sebagai destinasi wisata kuliner dan budaya.
Gibran juga berharap Solo Safari dapat berdiri sebagai sarana penelitian bagi berbagai disiplin ilmu, seperti kedokteran hewan, biologi, peternakan, dan lainnya.
“Kita berharap warga Kota Solo, serta wisatawan lokal dan mancanegara dapat merasakan suasana Solo Safari dengan koleksi satwanya seperti di habitat aslinya. Solo Safari dapat menjadi sarana penelitian bagi berbagai disiplin ilmu, seperti kedokteran hewan, biologi, peternakan dan lain-lain,” ujarnya.
Ketua YKMI, Agus Santoso, menambahkan, dalam menyulap taman di tepian Bengawan Solo itu, juga diciptakan sensasi unik di Primate Island, berupa jembatan yang membelah danau yang dihuni satwa primata di pulau-pulau buatan, seperti orang utan, Owa Jawa, Owa Agilis, hingga siamang.
“Di Solo Safari tidak hanya ada satwa eksotis, tapi pengunjung juga bisa menikmati kuliner sambil melihat singa dan memberi pakan di Makunde Resto, dengan pemandangan satwa di African Savannah,” jelasnya.
Menurut Agus, pembangunan Solo Safari sendiri baru akan rampung seluruhnya pada akhir Desember 2023 mendatang.@tok