Search
Close this search box.

Ketua CONSID: Penghapusan Sanksi Pembatalan dalam Rancangan PKPU 2024 Langkah Mundur bagi Pilkada Bersih

Ketua The Constitutional Democracy Initiative (CONSID) Kholil Pasaribu. /visi.news/linkedin

Bagikan :

VISI.NEWS | JAKARTA – Ketua The Constitutional Democracy Initiative (CONSID), Kholil Pasaribu, mengkritik keras rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait Dana Kampanye Peserta Pilkada 2024 yang menghapus sanksi pembatalan bagi pasangan calon (paslon) yang terlambat melaporkan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). Menurutnya, langkah ini merupakan kemunduran besar bagi upaya penyelenggaraan pilkada yang bersih dari dana politik kotor.

KPU beralasan bahwa penghapusan sanksi pembatalan tersebut tidak diatur dalam UU No. 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Pembatalan ini dianggap bertentangan dengan norma hukum karena sanksi tersebut dinilai melebihi batas kewenangan yang diberikan oleh UU.

Sebagai pengganti, KPU mengusulkan sanksi baru bagi paslon yang tidak menyampaikan LPPDK, yakni larangan mengikuti kampanye dan tidak ditetapkan sebagai paslon terpilih hingga laporan tersebut disampaikan.

Empat Indikasi dari Sikap KPU

Menurut Kholil Pasaribu, sikap KPU ini setidaknya mengindikasikan empat hal utama:

1. Inkonsistensi Sikap Hukum KPU: KPU tampak tidak konsisten dengan cara pandang dan sikap hukumnya. Di satu sisi, mereka menyatakan tidak dapat menerapkan sanksi yang melebihi kewenangan UU, namun di sisi lain, mereka mengusulkan sanksi yang tidak jelas ukurannya. Jika Pasal 75 UU No. 10/2016 memang tidak mengatur sanksi bagi paslon yang tidak menyerahkan LPPDK, maka seharusnya tidak ada sanksi yang diberikan sama sekali.

2. Ruangan untuk Praktik Korupsi: Penghapusan sanksi pembatalan memberikan peluang bagi paslon untuk menerima sumbangan secara sembarangan dan mengelola dana kampanye tanpa pengawasan ketat, sehingga membuka ruang untuk praktik korupsi dan peredaran dana ilegal.

3. Akomodasi bagi Peserta Pilkada: Langkah ini memberi kesan bahwa KPU terlalu ramah dan mengakomodir keinginan peserta pilkada, berpotensi mengurangi kredibilitas lembaga ini di mata publik.

Baca Juga :  Ini Kendala Pemulangan Warga Sukabumi Korban TPPO di Myanmar

4. Kurangnya Komitmen pada Pilkada Bersih: Penghapusan sanksi pembatalan memperkuat anggapan bahwa KPU tidak mandiri dalam membuat regulasi, inkonsisten, dan minim komitmen pada penyelenggaraan pilkada yang bersih dan antikorupsi.

Sejak Pilkada 2015

KPU sebelumnya telah menerapkan sanksi pembatalan ini sejak Pilkada Serentak 2015 melalui Peraturan KPU No. 8 Tahun 2015 tentang Dana Kampanye Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Klausul pembatalan ini diterima baik oleh publik dan dipatuhi oleh peserta pilkada secara konsisten. Oleh karena itu, penghapusan ketentuan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai latar belakang keputusan KPU.

Kewajiban KPU dalam Penyelenggaraan Pilkada

Sebagai regulator teknis pilkada, KPU memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi bagi paslon yang tidak mematuhi kewajiban pelaporan dana kampanye sebagaimana diatur dalam UU Pilkada. KPU juga berkewajiban memastikan asas dan prinsip pilkada yang jujur dan adil diimplementasikan dalam penyelenggaraan pilkada. Dengan demikian, KPU seharusnya tetap menerapkan pengaturan progresif yang sudah lama dipraktikkan.

Transparansi Dana Kampanye

Transparansi dana kampanye adalah hak pemilih. Publik berhak mengetahui siapa penyumbang dana, berapa besar jumlah dana, serta bagaimana dana kampanye digunakan oleh paslon. Dana kampanye adalah alat analisis bagi pemilih untuk menentukan pilihan secara cerdas dan rasional.

Desakan CONSID kepada KPU

Jika KPU terus bersikap pragmatis, kualitas pemilu Indonesia akan stagnan. KPU seharusnya menjadi tempat mengembangkan gagasan kepemiluan yang semakin demokratis dan berpihak pada masyarakat. KPU yang berhenti berinovasi, bahkan menghapus gagasan kepemiluan yang sudah baik, sama saja mengembalikan suasana kepemiluan ke era kegelapan.

Oleh karena itu, CONSID mendesak agar KPU tidak menghapus sanksi pembatalan bagi paslon yang tidak patuh dalam melaporkan LPPDK. Sebaliknya, KPU harus mengembangkan peraturan dana kampanye agar kualitas informasi yang disajikan paslon lebih transparan, akuntabel, komprehensif, mudah diakses, dan bermanfaat bagi publik.

Baca Juga :  PTPP Bertekad Hasilkan Karya Terbaik Setelah Raih Penghargaan Fortune 100 Companies

@uli

Baca Berita Menarik Lainnya :