VISI.NEWS – Mencari cinta di dunia maya kini bukan hal asing lagi. Apalagi di tengan pandemi seperti ini, berkenalan lewat aplikasi kencan online atau berinteraksi lewat jejaring sosial dianggap lebih rendah risiko daripada berinteraksi langsung secara konvensional. Namun ada bahaya penipuan berkedok asmara yang mengintai setiap pencari cinta di jagat internet. Inilah love scam dan sex scam yang kini semakin merajalela.
Love scam bahkan bisa berujung tindak pidana yang dilakukan secara online. Informasi itu disampaikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK dalam unggahan di akun Instagram resmi mereka pada Jumat (6/8/2021).
PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Lembaga ini berwenang untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasaan pencucian uang sekaligus membangun rezim anti-pencucian uang dan kontra pendanaan terorisme di Indonesia.
Dalam unggahannya di Instagram, PPATK menuliskan, dalam melaksanakan tugas mencegah dan memberantas TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) dan TPPT (Tindak Pidana Pendanaan Terorisme) di masa pandemi banyak menemukan modus tindak pidana yang dilakukan secara online.
“Kejahatan yang marak di masa pandemi ini antara lain adalah tindak pidana penipuan melalui media sosial dengan modus Sex Scams atau Love Scams dengan kerugian tahun 2020 sampai 2021 mencapai miliaran rupiah dengan korban sebagian besar wanita yang berlokasi di luar negeri. Pada umumnya wanita yang menjadi korban berusia separuh baya dan berstatus lajang,” tulis PPATK di awal unggahannya.
Modus Sex Scam dan Love Scam
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan PPATK, kejahatan sex/love scam berawal dari perkenalan pelaku dan korban di media sosial, seperti Facebook. Dalam waktu singkat, perkenalan tersebut berlanjut dengan hubungan asmara antara pelaku dan korban. Dengan bujuk rayu, korban akan terpedaya dan bersedia memenuhi apa saja yang diminta oleh pelaku.
Secara garis besar, modus penipuan yang dilakukan pelaku digolongkan menjadi dua. Pertama, pelaku seolah-olah sedang mengembangkan usahanya sehingga butuh tambahan modal. Pelaku membujuk korban untuk meminjamkan dana untuk modal dan berjanji akan mengembalikan dana tersebut berikut keuntungannya.
Selanjutnya korban akan mengirimkan dana ke rekening pelaku atau pihak lain yang ditunjuk pelaku. Umumnya, permintaan dana akan terus berulang sampai korban sadar dirinya tertipu. Saat itu terjadi, biasanya pelaku tidak bisa dihubungi dan tidak ada pengembalian dana/keuntungan sebagaimana dijanjikan.
Modus kedua, penipu akan merayu korban untuk mengirimkan foto bagian-bagian tubuh pribadi korban. Setelah foto terkirim, pelaku akan meminta korban mengirimkan sejumlah uang. Kalau korban menolak, pelaku akan mengancam korban dengan gertakan bakal menyebarkan foto pribadi tersebut ke media sosial.
Bisa untuk Pendanaan Terorisme
Uang yang dikeruk dari korban ini biasanya tak cuma untuk keuntungan pribadi pelaku. Kadang ada juga love scam dan sex scam yang digunakan untuk pencucian uang atau mendanai gerakan terorisme.
“Jangan sampai jadi korban love scam, yah, jangan juga jadi korban modus Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme,” tutup unggahan tersebut.
Korban Jarang yang Lapor Karena Malu
Dosen Fakultas Hukum UGM sekaligus Ketua Pusat Kajian Law, Gender, and Society UGM, Sri Wiyanti Edyyono, mengatakan penipuan love scam ini semakin marak dan meluas dalam beberapa waktu terakhir.
“Love scam ini bukan fenomena baru dan banyak terjadi, tetapi yang lapor jarang,” tuturnya dalam Webinar Series: Love Scam yang diselenggarakan Pusat Studi Wanita (PSW) UGM, Sabtu (7/3/2021).
Wiyanti mengatakan korban love scam ini jarang melapor karena sejumlah alasan, seperti malu, takut dijadikan bahan candaan di media sosial, hingga khawatir disalahkan.
“Takut dijadikan guyonan yang menyudutkan mereka. Lalu, bukan dianggap persoalan serius saat dilaporkan ke aparat penegak hukum kecuali mendapat sorotan publik,” jelasnya.
Hal inilah yang menurutnya pencegahan kasus love scam di tanah air masih terbilang lemah. Penegakan hukum juga dinilai belum konsisten, pengawasan yang tidak berkelanjutan sampai permasalahan data yang tidak lengkap. Akibatnya, sedikit kasus love scam yang tuntas, dan tak jarang korban menjadi korban berulang kali.
“Ini harusnya masuk dalam bagian isu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan ada payung hukum baru karena kalau mengacu peraturan yang ada itu tidak bisa,” ucap Wiyanti.@mpa/mdk