HIGHLIGHTS
- Transaksi Kripto Anjlok 224%, Masih Menarikah Bisnis Crypto Exchange di RI?
- Bitcoin Kembali Bangkit, Targetkan Kenaikan Harga Level Tertinggi Rp 591 Juta.
VISI.NEWS | BANDUNG – Harga Bitcoin (BTC) kembali bangkit setelah koreksi selama dua hari terakhir 14-15 November 2023. Data makroekonomi dan optimisme persetujuan ETF Bitcoin spot menjadi salah satu pendorongnya. Apakah beli Bitcoin di level saat ini terlalu mahal?
Kemudian dari dalam negeri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan volume perdagangan aset kripto di Indonesia anjlok sebesar 224% secara tahunan (YoY) hingga mencapai Rp 94,4 triliun pada bulan September 2023. Trend penurunan ini pun telah berlanjut dari tahun ke tahun.
Meskipun demikian, pelaku pasar masih tetap optimis terhadap potensi bisnis perdagangan aset kripto di Indonesia, di samping isu soal regulasi dan perpajakannya.
Berkaitan dengan kabar tersebut, berikut rangkuman industri aset kripto dan ekosistemnya.
1. Transaksi Kripto Anjlok 224%, Masih Menarikah Bisnis Crypto Exchange di RI?
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), volume perdagangan aset kripto di Indonesia telah
mengalami penurunan drastis sebesar 224% secara tahunan (YoY) hingga mencapai Rp 94,4
triliun pada bulan September 2023. Trend penurunan ini telah berlanjut dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2021, volume perdagangan aset kripto mencapai puncaknya sebesar Rp 859,4
triliun. Namun, angka ini turun tajam sebesar 63% menjadi Rp 306,4 triliun pada tahun 2022.
OJK juga mencatat bahwa salah satu penyebab penurunan signifikan dalam nilai transaksi
kripto ini adalah tingginya pengenaan pajak. Meskipun demikian, OJK menyatakan bahwa
perpajakan pada transaksi kripto dianggap sebagai hal yang ‘sangat positif’.
Dengan nilai transaksi yang ditemukan mengalami penurunan, masihkan ada potensi dari bisnis perdagangan aset kripto atau crypto exchange di Indonesia?
CEO Tokocrypto, Yudhono Rawis, baru-baru ini menyoroti potensi besar dari bisnis crypto
exchange di Indonesia. Yudho mencatat bahwa meskipun saat ini pasar investasi kripto di
Indonesia sudah mencapai lebih dari 17 juta investor, angka ini masih mewakili sekitar 5-6%
dari total penduduk Indonesia. Ini menunjukkan bahwa masih ada ruang yang sangat besar
bagi pertumbuhan dan ekspansi dalam sektor ini.
“Ketika kita menilai secara mendasar dan dari segi regulasi serta faktor makro lainnya, bisnis
crypto exchange di Indonesia tidak terlalu menarik. Namun, sebenarnya ada alasan mengapa saya terlibat di sini. Secara sederhana, semuanya bergantung pada potensi pasar. Indonesia memiliki populasi yang mayoritas terdiri dari generasi muda, dan ini menjadikan potensi pasar kripto yang besar ke depannya,” ungkap Yudho.
Lebih lanjut, Yudhono menekankan bahwa pertumbuhan pelaku bisnis kripto di Indonesia terus meningkat. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat sudah ada 32 Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) yang menjanjikan peluang besar bagi investor di
ruang kripto. Dengan banyaknya pemain di industri, menunjukan bahwa pasar dan
ekosistemnya semakin matang dan berkembang.
Regulasi yang Mendukung
Yudho melihat adanya keuntungan bisnis dari peralihan pengaturan perdagangan aset kripto
dari Bappebti ke OJK. Dengan regulasi yang lebih kuat dan jelas dari OJK, potensi untuk meningkatkan kepercayaan investor dalam perdagangan aset kripto di Indonesia semakin
besar. Ini dapat membawa dampak positif dalam menarik lebih banyak partisipan dan modal ke
dalam pasar kripto, yang pada gilirannya dapat memacu pertumbuhan bisnis di sektor ini.
“Bayangkan jika institusi keuangan tradisional besar di Indonesia mengikuti perkembangan
institusi di Amerika Serikat, misalnya bank besar di Indonesia mengalokasikan 0,1% dari
neracanya ke Bitcoin, maka likuiditas pasar di Indonesia akan meningkat secara signifikan. Saat.ini, hal ini tidak diperbolehkan,” ujar Yudho.
“Harapannya, lima tahun lagi, dengan perpindahan ke OJK, akan ada kolaborasi antara TradFi dan kripto. Nantinya, institusi keuangan tradisional di Indonesia yang tertarik dengan kripto. dapat membelinya dari pedagang berlisensi, sehingga meningkatkan bisnis mereka.”
Yudho menjelaskan bahwa saat ini Tokocry bersama dengan Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO) dan Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI), terus aktif berdialog dengan semua pihak yang terlibat, termasuk Bappepti dan OJK, dalam upaya menciptakan regulasi yang adil dan mendukung inovasi di industri aset kripto. Kolaborasi ini bertujuan untuk mencapai kesepakatan yang mempertimbangkan kepentingan semua pihak, baik pelaku bisnis, investor, maupun regulator.
“Kami saat ini sedang bekerja sama untuk memastikan bahwa regulasi kripto, baik yang berasal dari Bappebti maupun yang akan beralih ke OJK, memiliki cakupan yang lebih luas dan
komprehensif. Mengenai masalah perpajakan, kami sedang melakukan dialog dengan regulator
secara bertahap. Hal ini bertujuan untuk mencegah risiko arus modal keluar. Jika dibandingkan dengan exchange di luar negeri, exchange domestik akan kalah bersaing dari sisi pajak dan produk yang menarik minat investor,” pungkas Yudho.
2. Bitcoin Kembali Bangkit, Targetkan Kenaikan Harga Level Tertinggi Rp 591 Juta
Harga Bitcoin (BTC) kembali naik hari Kamis (16/11), rebound dari koreksi sejak dua hari lalu
yang capai kisaran US$ 34.500. BTC kini menargetkan harga untuk menutup minggu ini dengan target menembus level US$ 38.000 atau sekitar Rp 591 juta.
Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur menjelaskan meskipun ada hambatan makro, harga
Bitcoin diprediksi akan terus melonjak lebih tinggi.Terlebih, data inflasi dan penjualan ritel AS yang dirilis minggu ini sangat mendukung narasi bahwa siklus pengetatan The Fed telah
berakhir dan siklus penurunan suku bunga akan segera terjadi.
Indeks harga konsumen (CPI) AS hanya 3,2% (YoY) di bulan Oktober, turun dari 3,7% di bulan
September. Sementara, indeks harga produsen (PPI) untuk bulan Oktober hanya 1,3% (YoY), turun dari 2,2% pada bulan sebelumnya dan jauh di bawah perkiraan 1,9%. PPI Inti turun ke
tingkat tahunan sebesar 2,4% dari 2,7%.
“Mendinginnya inflasi dapat mendukung Bitcoin dalam jangka pendek karena beberapa pelaku
pasar mungkin bersedia mengambil lebih banyak risiko. Ketika inflasi turun, mata uang
tradisional cenderung lebih stabil nilainya, yang dapat mengurangi daya tarik investasi dalam
aset-aset seperti obligasi dan tabungan. Dalam situasi ini, beberapa investor mungkin mencari
alternatif yang lebih potensial untuk pertumbuhan modal, dan Bitcoin dapat menjadi salah satu pilihan mereka,” kata Fyqieh.
Selain itu, dengan adanya ketidakpastian ekonomi yang sering terkait dengan inflasi yang
tinggi, beberapa orang mungkin melihat Bitcoin sebagai bentuk “perlindungan” terhadap potensi
depresiasi mata uang tradisional. Bitcoin dikenal karena sifatnya yang terdesentralisasi dan
terbatas dalam pasokan, sehingga dianggap sebagai alat lindung nilai potensial terhadap
fluktuasi nilai mata uang fiat.
Sementara itu, harapan akan persetujuan ETF Bitcoin spot di AS masih tetap tinggi, menjadi
salah satu faktor yang menjaga semangat investor untuk terus mengakumulasi aset ini
meskipun terjadi penurunan harga jangka pendek pada Bitcoin.
Sampai saat ini, SEC masih belum memberikan persetujuan untuk ETF Bitcoin spot tersebut.
Jendela waktu untuk persetujuan ini masih berlangsung hingga tanggal 17 November, dan jika SEC memutuskan untuk melanjutkan kebijakan penundaan persetujuan ETF, jendela waktu tersebut akan diperpanjang hingga tanggal 10 Januari.
“Para investor merespons dengan melakukan entry secara bertahap ke dalam Bitcoin, didukung oleh kepercayaan pasar yang kuat dan minim koreksi. Harga Bitcoin berhasil meningkat dari
US$ 34.000 (Rp 527 juta) menjadi US$ 38.000 (Rp 589 juta) dalam waktu singkat. Kepercayaan
investor terhadap sentimen positif terkait ETF masih cenderung bullish,” jelas Fyqieh.
Apakah Beli Bitcoin di Level Sekarang Kemahalan?
Beberapa investor mungkin bertanya apakah pembelian Bitcoin pada level harga saat ini terlalu mahal. Harga Bitcoin telah mengalami volatilitas yang signifikan dalam beberapa minggu terakhir, dan saat ini berada pada tingkat yang jauh lebih tinggi daripada awal tahun 2023.
Namun, penting untuk diingat bahwa harga Bitcoin dapat sangat fluktuatif, dan pergerakannya tidak selalu mengikuti pola yang dapat diprediksi.
“Pastikan tujuan investasi. Jika ingin berinvestasi jangka panjang, maka membeli Bitcoin di level
sekarang tidak terlalu mahal. BTC memiliki potensi untuk tumbuh secara signifikan dalam
jangka panjang, sehingga masih bisa mendapatkan keuntungan yang besar,” terang Fyqieh.
Untuk investasi jangka panjang pada Bitcoin dengan mempertimbangkan harga saat ini
mungkin masuk akal, terutama jika dilihat sebagai peluang masuk pada level yang relatif
rendah. Proyeksi potensial kenaikan hingga mencapai All-Time High (ATH) sekitar US$
120.000-US$ 150.000 atau sektiar Rp 1,8 miliar-Rp 2,3 miliar dalam siklus Bitcoin halving
selanjutnya bisa menjadi faktor pendorong keputusan investasi.
Namun, penting untuk dicatat bahwa siklus halving bukan jaminan pasti bahwa Bitcoin akan
mencapai rekor ATH baru. Faktor-faktor seperti adopsi institusional, regulasi, perkembangan
teknologi, dan sentimen pasar juga dapat memengaruhi pergerakan harga Bitcoin.
“Oleh karena itu, sebelum membuat keputusan investasi, disarankan untuk melakukan analisis
menyeluruh dan mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat memengaruhi pasar kripto,”
pungkas Fyqieh.
@mpa