VISI.NEWS | KAB BANDUNG – Pesantren dan penyebaran agama Islam di wilayah tertentu agaknya cukup sulit dipisahkan. Pesantren sendiri merupakan pusat penyebaran dakwah Islam yang fokus pada bidang pendidikan. Di wilayah Bandung timur menurut beberapa manuskrip dalam proses Islamisasi diwakilkan oleh salah satu pondok pesantren tertua di Bandung, yakni Pondok Pesantren Sukamiskin di yang dibangun oleh KH. Raden Muhammad bin Alqo pada 1881.
Dalam manuskrip terkait sanad keilmuan pendiri Pondok Pesantren Sukamiskin, menurut cicit dari pendiri pondok pesantren tersebut, KH. Raden Muhammad bin Alqo melalui hasil tulisan tangannya telah banyak menghimpun pelbagai bidang ilmu pengetahuan Islam seperti tauhid dan tasawuf. Termasuk di dalamnya terdapat silsilah tarekat Qadiriah Naqsyabandiah yang diterimanya dari Syekh Abdul Karim Banten di Makkah yang disebutnya dengan julukan “Kyai Ageung”. Bahasa yang terdapat dalam manuskrip tersebut adalah Bahasa Sunda dan Jawa dengan aksara Arab Pegon. Dari pesantren ini lahir tokoh dan pahlawan nasional seperti KH Zaenal Mustofa, pahlawan nasional dari Tasikmalaya. Ada juga Abah Sepuh, Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya.
Dalam manuskrip yang ada terdapat data dan informasi penting terkait nama-nama ulama yang memiliki keterkaitan sanad ilmu dengan KH. Raden Muhammad bin Alqo. Masa pembelajarannya diperkirakan pada tahun 1850-1880. Para ulama guru KH. Raden Muhammad bin Alqo berjumlah 14 orang yang berasal dari berbagai daerah, di antaranya:
- Kiyai Khotim Pesantren Pandeuy Limbangan, guru yang pertama belajar aksara Arab.
- Kiyai Haji Asep Abdul Ghoffar Pesantren Cihantap Garut, guru qiro’at Qur’an.
- Kiyai Mas Aon Serang Limbangan, guru ilmu shorof dan nahwu serta belajar tarekat syatariah, tetapi tidak berlanjut dan pindah belajar tarekat yang merangkap tarekat Qadariah dan Naqsabandiyah.
- Kiyai Arif Pesantren Tengah Limbagan, guru belajar logat Tafsir Jalalain dengan Kiyai Ismail.
- Kiyai Ismail Pesantren Tengah Limbangan, guru tafsir Jalalain.
- Kiyai Mujalam Dangdeur Tarogong, guru membaca shalawat dan ibadah.
- Kiyai Raden Irsyad Arjasari, guru Faroidh dan segala ilmu yang mengharuskan untuk dihitung dan ilmu Mi’raj.
- Aceng Adzra’I Garut saat di Pesantren Bureng Surabaya, guru ilmu fikih, nahwu yang besar-besar dan ilmu madah Nabi.
- Mas Kiyai Abil Hasan Pesantren Bureng Surabaya, guru ilmu tasawuf seperti kitab hikam, minhajul Abidin, dan guru fikih Iqna.
- Kiyai Shobar Pesantren Sepanjang Sidoarjo, guru ilmu Arudh dan fiqih yang besar seperti Fathul Wahhab, Iqna, dan Hikam.
- Kiyai Minhaji Pesantren Babadan Sidoarjo, guru Aqo’id dan Hikam.
- Kiyai Hasbullah Madura Pesantren Juwana, guru ilmu alat.
- Kiyai Hasan Mustapa Garut di Makkah, guru dari segala ilmu.
- Syaikh Hasbullah bin Sulaiman Makkah, guru yang mengesahkan ilmu alat.
Dalam mempelajari agama Islam, KH. Raden Muhammad bin Alqo telah banyak menerima ilmu dari berbagai daerah, mulai dari Garut, Madura, Surabaya hingga ke Mekkah. Masa-masa awal ia belajar menjadi dasar masuknya Islam ke wilayah Bandung timur, yakni melalui Garut. Rute penyebaran agama Islam ke wilayah ini adalah setelah masuknya Islam ke Garut dan baru bisa ditambahkan rute yang baru, yaitu rute Islamisasi dari Cirebon – Kadipaten – Majalengka – Darmaraja – Garut – Bandung Timur.
Sampai sekarang, Pesantren Sukamiskin masih ada, sekalipun gaungnya seperti terlibas oleh dahsyatnya arus perputaran roda zaman. Masa kepemimpinan K. H. Dimyati merupakan masa-masa keemasan dari Pesantren Sukamiskin, karena pada periode itu banyak ribuan santri yang belajar di pesantren ini. Pesantren Sukamiskin banyak melahirkan ulama, tercatat di antaranya K.H. Zaenal Mustafa, K. H. Muhammad Burhan, dan K. H. Sohibul Wafa Tajul Arifin.
Berkembangnya Islam di Bandung Selatan
Bandung bagian selatan memiliki keunikan tersendiri karena islamisasi pertama dilakukan di sebuah wilayah yang terkenal dengan nama Kampung Mahmud. Kampung Mahmud merupakan salah satu kampung adat yang terletak di Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung Selatan. Kampung ini didirikan sekitar abad ke-17/18. Tokoh penyebar Islam pertama di kampung ini adalah Eyang Dalem Kyai Haji Abdul Manaf atau lebih dikenal dengan nama Eyang Mahmud. Ia hidup diperkirakan antara tahun 1650-1725.
Tempat asalnya beredar dua versi, yakni dari keturunan Cirebon dan keturunan Mataram. Bisa diasumsikan dari Mataram lalu ke Cirebon terus ke Bandung, tetapi para leluhurnya adalah keturunan Sunda. Namun, dilihat dari namanya, ia bukanlah orang Sunda dan mungkin dari Mataram.
Menurut pembicaraan yang turun-temurun, telah dikisahkan oleh Raden Haji Mangkurat Natapradja, yang merupakan seorang Lurah Desa Babakan Ciparay pada tahun 1915-1950, bahwa ia adalah generasi ke-9 dari Syeikh Abdul Manaf, ketika itu bupati bernama Dalem Dipati Agung Suriadinata. Beliau memiliki putra yang diberi nama Dalem Nayadirga. Nayadirga merupakan ayah dari Syeikh Abdul Manaf atau sering disebut Eyang Dalem Mahmud. Syeikh Abdul Manaf adalah keturunan yang ketujuh dari kerajaan Mataram.
Jalur silsilah dari Raja Mataram hingga ke Syeikh Abdul Manaf adalah:
- Eyang Kanjeng Sultan Mataram
- Eyang Abdurrahman
- Eyang Pangeran Atas Angin
- Eyang Kanjeng Dipati Ukur Agung
- Eyang Raden Wangsanata
- Eyang Dalem Nayasari
- Eyang Dalem Nayadirga
- Syeikh Abdul Manaf
Syeikh Abdul Manaf selain merupakan keturunan Mataram, beliau juga merupakan keturunan dari Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Jalur silsilahnya yakni:
- Syekh Syarif Hidayatullah
- Eyang Kanjeng Syekh Abdurrahman
- Eyang Pangeran Atas Angin
- Eyang Dipati Ukur satu
- Eyang Dipati Ukur dua
- Eyang Dipati Ukur tiga
- Eyang Nayasari
- Eyang Setak Dulang
- Eyang Nayadirga
- Syeikh Abdul Manaf
@uli