Rahasia Dibalik Terkendalinya Hawa Nafsu saat Berpuasa

Editor Ilustrasi. /nu.or.id
Silahkan bagikan

VISI.NEWS – Ketika seseorang berpuasa, maka ia akan menahan diri dari makan dan minum. Dengan tidak makan dan minum, maka hawa nafsu (syahwat) akan terkendali. Jika nafsu terkendali, maka sulit bagi setan untuk menggoda manusia, karena pintu utama bagi setan adalah hawa nafsu itu sendiri. Dengan terbebas dari godaan syaitan, ibadah pun lebih maksimal.

Dalam satu hadis, Rasulullah saw bersabda,

Ų¹ŁŽŁ†Ł’ Ų¹ŁŽŲØŁ’ŲÆŁ Ų§ŁŽŁ„Ł„ŁŽŁ‘Ł‡Ł بْنِ Ł…ŁŽŲ³Ł’Ų¹ŁŁˆŲÆŁ رضي الله عنه Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ł„ŁŽŁ†ŁŽŲ§ Ų±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ„Ł Ų§ŁŽŁ„Ł„ŁŽŁ‘Ł‡Ł صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł…: ŁŠŁŽŲ§ Ł…ŁŽŲ¹Ł’Ų“ŁŽŲ±ŁŽ Ų§ŁŽŁ„Ų“ŁŽŁ‘ŲØŁŽŲ§ŲØŁ! Ł…ŁŽŁ†Ł Ų§Ų³Ł’ŲŖŁŽŲ·ŁŽŲ§Ų¹ŁŽ Ł…ŁŁ†Ł’ŁƒŁŁ…Ł Ų§ŁŽŁ„Ł’ŲØŁŽŲ§Ų”ŁŽŲ©ŁŽ ŁŁŽŁ„Ł’ŁŠŁŽŲŖŁŽŲ²ŁŽŁˆŁŽŁ‘Ų¬Ł’, ŁŁŽŲ„ŁŁ†ŁŽŁ‘Ł‡Ł Ų£ŁŽŲŗŁŽŲ¶ŁŁ‘ Ł„ŁŁ„Ł’ŲØŁŽŲµŁŽŲ±Ł, ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲ­Ł’ŲµŁŽŁ†Ł Ł„ŁŁ„Ł’ŁŁŽŲ±Ł’Ų¬Ł, ŁˆŁŽŁ…ŁŽŁ†Ł’ Ł„ŁŽŁ…Ł’ ŁŠŁŽŲ³Ł’ŲŖŁŽŲ·ŁŲ¹Ł’ ŁŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŲØŁŲ§Ł„ŲµŁŽŁ‘ŁˆŁ’Ł…Ł ; ŁŁŽŲ„ŁŁ†ŁŽŁ‘Ł‡Ł Ł„ŁŽŁ‡Ł ŁˆŁŲ¬ŁŽŲ§Ų”ŁŒ. Ł…ŁŲŖŁŽŁ‘ŁŁŽŁ‚ŁŒ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł

“Abdullah Ibnu Mas’ud ra. berkata: ā€˜Rasulullah saw bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu”.(Muttafaq ‘Alaih)

Mencermati hadis di atas, seorang pemuda yang sudah cukup umur untuk menikah pasti memiliki syahwat biologis yang bergejolak dalam dirinya. Jika dirinya belum mampu untuk menikah, khawatir akan terjerumus dalam perzinaan. Maka, Rasulullah saw menganjurkannya untuk berpuasa agar gejolak sahwat dalam dirinya bisa terkendali.

Imam Al-Ghazali, dalam Ihya ‘Ulumiddin (juz 3, hal. 85) menjelaskan beberapa faedah atau manfaat saat perut dalam kondisi lapar. Di antara faedah terbesarnya adalah bisa menaklukkan hawa nafsu yang berpotensi untuk menjerumuskan dalam perbuatan maksiat. Menurut Al-Ghazali, sumber utama perbuatan maksiat adalah hawa nafsu dalam diri manusia. Sementara ā€˜bahan bakar’ hawa nafsu itu sendiri adalah makanan.

Dengan mengurangi mengonsumsi makanan, maka hawa nafsu akan meredup dan seseorang mampu mengendalikan dirinya. Jika seseorang mampu mengendalikan diri, maka ia mampu arahkan tubuhnya untuk melakukan kebaikan dan menghindari perbuatan maksiat.

Baca Juga :  Ace Hasan Soroti Ketimpangan Anggaran Pendidikan Keagamaan

Kalau kita analogikan, orang yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsu itu ibarat seorang sopir yang mengendarai truk dalam keadaan mabuk. Ia tidak bisa mengendalikan arah ke mana truknya melaju, bahkan kecelakaan sangat mungkin terjadi. Tapi sebaliknya, jika tidak mabuk, maka ia sadar dan bisa mengendalikan ke mana truknya harus melaju.

Berkaitan dengan terkendalinya hawa nafsu saat berpuasa, salah satu faedah berpuasa adalah bisa mengangkat derajat manusia ke level yang lebih tinggi, setara dengan level malaikat; makhluk yang sepanjang hidupnya didedikasikan hanya untuk beribadah kepada Allah swt.

Mengapa demikian? Berikut penjelasannya.Ā  Allah swt telah menciptakan malaikat, manusia dan hewan. Ketiganya sama-sama makhluk Allah swt, tetapi memiliki perbedaan. Malaikat diciptakan dan dianugerahi akal, tapi tidak diberikan nafsu. Oleh karena itu malaikat makhluk paling taat, mereka tidak memiliki kepentingan pribadi untuk memenuhi hawa nafsunya.

Kemudian hewan. Allah menciptakan hewan dan dianugerahi nafsu, tanpa akal. Oleh karena itu hewan tidak diperintahkan untuk beribadah (terkena taklif) karena tidak bisa memahami ajaran Islam. Sementara manusia, Allah ciptakan dan Allah anugerahkan kedua-duanya, akal dan nafsu. Oleh karena itu, manusia lebih mulia dari hewan karena memiliki akal, dan tidak bisa lebih mulia daripada malaikat karena ada nafsu dalam dirinya. Suatu saat manusia bisa bertindak jauh melenceng dari nilai-nilai ajaran Islam, seolah ia tidak menggunakan akal yang telah Allah anugerahkan untuknya. Sehingga derajatnya turun selevel dengan hewan, bahkan lebih rendah lagi.

Hewan bertindak bodoh wajar karena tidak punya akal, tapi jika manusia bertindak ceroboh itu ā€˜kurang ajar’, sudah diberi akal, tapi tidak mau menggunakan. Allah swt berfirman,

Ł„ŁŽŁ‡ŁŁ…Ū” Ł‚ŁŁ„ŁŁˆŲØŁž Ł„Ł‘ŁŽŲ§ ŁŠŁŽŁŪ”Ł‚ŁŽŁ‡ŁŁˆŁ†ŁŽ ŲØŁŁ‡ŁŽŲ§ ŁˆŁŽŁ„ŁŽŁ‡ŁŁ…Ū” Ų£ŁŽŲ¹Ū”ŁŠŁŁ†Łž Ł„Ł‘ŁŽŲ§ ŁŠŁŲØŪ”ŲµŁŲ±ŁŁˆŁ†ŁŽ ŲØŁŁ‡ŁŽŲ§ ŁˆŁŽŁ„ŁŽŁ‡ŁŁ…Ū” Ų”ŁŽŲ§Ų°ŁŽŲ§Ł†Łž Ł„Ł‘ŁŽŲ§ ŁŠŁŽŲ³Ū”Ł…ŁŽŲ¹ŁŁˆŁ†ŁŽ ŲØŁŁ‡ŁŽŲ§Ł“Ūš Ų£ŁŁˆŁ’Ł„ŁŽŁ°Ł“Ų¦ŁŁƒŁŽ ŁƒŁŽŁ±Ł„Ū”Ų£ŁŽŁ†Ū”Ų¹ŁŽŁ°Ł…Ł ŲØŁŽŁ„Ū” Ł‡ŁŁ…Ū” Ų£ŁŽŲ¶ŁŽŁ„Ł‘ŁŪš

Baca Juga :  Daya Lenting Perempuan Penyandang Disabilitas Sebagai Katup Pengaman Ekonomi Rentan

Artinya: “Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.” (QS. Al-A’raf [7]: 179)

Disinilah peran ibadah puasa. Dengan berpuasa, seorang hamba mampu mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam dirinya. Sehingga semua tindakannya selalu dituntun oleh akal yang jernih, bukan dikendalikan oleh nafsu. Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin menjelaskan tujuan dari berpuasa,

أن Ų§Ł„Ł…Ł‚ŲµŁˆŲÆ من Ų§Ł„ŲµŁˆŁ… التخلق بخلق من أخلاق الله Ų¹Ų² ŁˆŲ¬Ł„ ŁˆŁ‡Łˆ Ų§Ł„ŲµŁ…ŲÆŁŠŲ©ŲŒ ŁˆŲ§Ł„Ų§Ł‚ŲŖŲÆŲ§Ų” ŲØŲ§Ł„Ł…Ł„Ų§Ų¦ŁƒŲ© في Ų§Ł„ŁƒŁ عن Ų§Ł„Ų“Ł‡ŁˆŲ§ŲŖ ŲØŲ­Ų³ŲØ Ų§Ł„Ų„Ł…ŁƒŲ§Ł† ف؄نهم Ł…Ł†Ų²Ł‡ŁˆŁ† عن Ų§Ł„Ų“Ł‡ŁˆŲ§ŲŖ. ŁˆŲ§Ł„Ų„Ł†Ų³Ų§Ł† رتبته ŁŁˆŁ‚ Ų±ŲŖŲØŲ© البهائم لقدرته ŲØŁ†ŁˆŲ± العقل على كسر Ų“Ł‡ŁˆŲŖŁ‡ ŁˆŲÆŁˆŁ† Ų±ŲŖŲØŲ© Ų§Ł„Ł…Ł„Ų§Ų¦ŁƒŲ© Ł„Ų§Ų³ŲŖŁŠŁ„Ų§Ų” Ų§Ł„Ų“Ł‡ŁˆŲ§ŲŖ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŁƒŁˆŁ†Ł‡ مبتلى ŲØŁ…Ų¬Ų§Ł‡ŲÆŲŖŁ‡Ų§ŲŒ ŁŁƒŁ„Ł…Ų§ Ų§Ł†Ł‡Ł…Łƒ في Ų§Ł„Ų“Ł‡ŁˆŲ§ŲŖ انحط ؄لى أسفل Ų§Ł„Ų³Ų§ŁŁ„ŁŠŁ† ŁˆŲ§Ł„ŲŖŲ­Ł‚ ŲØŲŗŁ…Ų§Ų± Ų§Ł„ŲØŁ‡Ų§Ų¦Ł…ŲŒ ŁˆŁƒŁ„Ł…Ų§ قمع Ų§Ł„Ų“Ł‡ŁˆŲ§ŲŖ ارتفع ؄لى أعلى Ų¹Ł„ŁŠŁŠŁ† ŁˆŲ§Ł„ŲŖŲ­Ł‚ بأفق Ų§Ł„Ł…Ł„Ų§Ų¦ŁƒŲ©.

Artinya: Tujuan berpuasa adalah supaya bisa berakhlak sebagaimana sifat as-Shamad bagi Allah, juga agar manusia bisa mengikuti sifat-sifat malaikat, yaitu mengekang syahwat sebisa mungkin. Malaikat adalah makhluk yang terbebas dari syahwat. Level manusia sendiri berada di atas hewan karena dengan cahaya akal yang dimilikinya mampu menaklukkan syahwat. Akan tetapi di bawah level malaikat karena memiliki syahwat dan diuji untuk menaklukannya. Jika ia terbuai oleh syahwatnya, levelnya akan turun setara dengan hewan. Sebaliknya, jika mampu menghancurkan syahwatnya, makan levelnya akan naik setinggi-tingginya bersama golongan para malaikat. (Ihya ā€˜Ulumiddin, juz , hal. 236)

Melalui penjelasan Al-Ghazali tersebut, kita bisa memahami bahwa puasa memiliki peran penting dalam mengendalikan nafsu (syahwat) dalam diri manusia. Nafsu memang sudah fitrah manusia, tetapi kita masih diberikan kemampuan untuk mengendalikannya, yang di antaranya dengan berpuasa.

Baca Juga :  Ketua DMI Kab. Bandung Meminta Pengurus Siap Bekerja untuk Kepentingan Umat

Dengan begitu, kita bisa lebih dekat dengan Allah sebagaimana para malaikat yang hidupnya didedikasikan hanya untuk beribadah.@mpa/nu.or.id

M Purnama Alam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Next Post

USWAH: Anak Pemarah, Ayah, Palu, dan Pagar

Sel Apr 13 , 2021
Silahkan bagikanVISI.NEWS – Langsung saja terbayang tentang mata melotot, wajah merah, otot-otot leher metongol, mulut casciscus nggak keruan. Suara menghardik, membentak, lalu brak, meja digebrak diikuti suara kasar; “Bodoh kamu…!” Jelas, itu bayangan tentang bos kalian di kantor yang sedang marah-marah. Bila sudah demikian, kecerdasannya ditaruh di laci, otak warasnya […]