- Pegowes asal Kabupaten Bandung H. Edi Sudjono pada 1-5 Muharram 1445 Hijriah kembali melakukan Gowes Solo Eksplorasi “Napak Tilas Jejak Wali Songo” (NTSI). Kali ini warga Komplek Permata Biru Blok B RT 01 RW 19, Cinunuk, Kec. Cileunyi, ini melakukannya di Jawa Timur dan Madura. Pengalaman gowes jemaah Masjid Baitul Muttaqin Cinunuk melakukan perjalanan tersebut akan dituangkan dalam beberapa tulisan di VISI.NEWS. Selamat mengikuti.
Perjalanan Surabaya-Gresik
Habis salat subuh berkemas barang-barang. Pukul 06.30 WIB checkout menuju Wisata Hutan Mangrove Wonorejo Surabaya, sebelum menuju Gresik. Sebelum pukul 08.00 WIB sudah tiba di lokasi. Suasana adem, sejuk dan tenang mulai terasa. Tempat ini dibuat untuk mengatasi abrasi dan erosi di wilayah Surabaya Timur, dibuka untuk umum tahun 2010.
Sekitar 30 menit menikmati tempat ini siap-siap cari sarapan di sekitar lokasi ada warung yang dibelakangnya ada tempat pemancingan ikan bandeng dan sejenisnya, membuat sarapan tambah syahdu meskipun hanya semangkok mie rebus plus telor, yang penting ada telornya biar kuat sampai siang. Lanjut beli oleh-oleh sekalian dipaketkan ke Bandung. Biaya paket hanya Rp. 20 ribu via Wahana.
Karena hari jumat sekalian salat jumat di mesjid tertua di Surabaya Mesjid Rahmat yang dibangun oleh Raden Rahmat atau Sunan Ampel +/- 600 tahun lalu yang beralamat di Jln. Kembang Kuning. Habis jumatan mencoba makanan khas rujak cingur depan mesjid, harga bersahabat hanya Rp. 12 ribu saja.
Gowes lagi menuju Gresik sekitar pukul 13.30 WIB. Dari Surabaya ke Gresik +/- 25 km, terasa berat karena panas. Lepas dari jalan pusat kota sudah terlihat truk/kontainer beriringan. Setelah jalan 30 menit jalanan semakin mencekam, betapa tidak ternyata sesama kontainer saling balapan. Ini benar-benar jalur horor jalur hantu/tengkorak. Bagi orang sana mungkin sudah terbiasa lihat suasana seperti itu, bagi saya ini bagai mimpi buruk. Pengalaman waktu gowes jalur pantura dari Cirebon-Tegal, kontainer beringan dan santuy, tapi ini Surabaya!
Akhirnya saya menepi di warung sambil pesan es teh, soak pokona mah. Info dari pemilik warung truk balapan karena rebutan kontainer di pelabuhan atau gudang. Setelah agak mereda truknya, gowes lanjut lagi sampai melewati jembatan Kali Lamong (perbatasan Surabaya-Gresik) truk-truk kontainer mulai mereda.
Alhamdulillah nyampe juga di Gresik sekitar jam 15.00.
Konon nama Gresik
berasal dari kata giri gisik, yang berarti gunung di tepi pantai, merujuk pada topografi kabupaten yang berada dipinggir pantai.
Di kota inilah ada dua peristiwa fenomenal dan monumental yaitu kehadiran pendawah perempuan pertama (wafat 1082 M) serta kedatangan walisongo angkatan pertama (tiba 1404 M).
Kedatangan Pertama Walisongo
Di kota ini pula dewan walisongo angkatan pertama (terdiri 9 orang) yg diutus oleh Sultan Muhamad I, dari Kerajaan Islam Turki Ustmani, mendarat pada tahun 1404 M. Tidak berlebihan jika dawah Islam secara “revolusioner” dan damai dimulai dari Gresik dan menyebar ke pelosok Nusantara dan Asia Tenggara. Walisongo angkatan pertama yang dipimpin oleh Maulana Malik Ibrahim/Sunan Gresik. Beliau juga seorang ahli irigasi dan tata negara. Nama lain dari Sunan Gresik adalah Kakek Bantal, Wali Quthub, Sunan Raja Wali, dikenal juga sebagai nenek moyang pertama bagi para wali. Dewan ini tidak hanya menguasai ilmu agama tapi juga pakar dibidang iptek, politik, sosial, ekonomi dan budaya. Selama ini kita hanya mengenal walisongo dengan karomah atau “kesaktian” nya saja.
Sunan Gresik
Ketika sepeda memasuki sekitar makam Sunan Gresik, suasana terasa adem, tenang dan resik. Mengingatkan lagi waktu ke tanah suci, diibaratkan kalau suasana Surabaya bagai Makkah (ramai) kalau Gresik bagai Madinah (tenang dan damai). Memasuki area agak sepi. Sepeda diparkir di depan. Ada beberapa penziarah mulai berdatangan. Setelah salat dan ziarah ke makam Sunan Gresik dilanjutkan ke area makam Bupati I Gresik, Kyai Tumenggung Poesponegoro dan saudaranya. Tertulis di pintu masuk beliau adalah Mursyid Thoriqoh Sathoriyah ke-29. Bentuk makam agak unik berbentuk bangunan cungkup, mirip bentuk makam Siti Fatimah binti Maemun.
Sunan Giri
Hari mulai sore, gowes dilanjutkan ke Situs Makam Syech Maulana Ainul Yakin atau Joko Samudra atau Raden Paku atau lebih dikenal dengan Sunan Giri. Tiba di lokasi sepeda diparkir depan penginapan yang dikelola Bumdes. Area cukup luas dan komplek pemakaman ada di atas bukit dan harus menaiki ratusan anak tangga. Banyak peziarah berdatangan dari berbagai pelosok. Setelah berziarah, waktu adzan magrib berkumandang, menuju masjid untuk salat. Mesjid yang terletak di sebelah kanan area komplek Sunan Giri putra Syech Maulana Ishaq dan dibangun tahun 1554 M, namun sudah mengalami perubahan atau renovasi. Jejak dakwah Sunan Giri mencapai Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Lombok, Bima sampai Maluku. Beliau juga adalah seorang Raja Islam Giri Kedaton dan merupakan anak dari Dewi Sekardadu (putri Raja Blambangan yang masih keturunan Raja Majapahit Hayam Wuruk)
Hari sudah malam, saatnya mencari penginapan melalui aplikasi dan mendapatkan sekitar 5 km. Tiba di penginapan sekitar pukul 20.00 WIB. Agak kecewa yang mana harga di aplikasi tidak sesuai dengan di tempat, jadi harus nombok. Akhirnya pasrah juga badan udah lelah cape kalau cari-cari lagi lagian sudah malam. Setelah makan nasi goreng jawa saatnya istirahat.
Bakda salat subuh siap-siap berkemas menuju situs Makam Siti Fatimah binti Maemun dan Giri Kedaton.
Siti Fatimah binti Maemun
Inilah tempat atau peristiwa yang fenomenal, betapa tidak ternyata dahulu kita mempunyai perempuan hebat, muda, cantik dan kaya raya yang berdakwah di tanah Jawa jauh sebelum kedatangan walisongo. Dialah Siti Fatimah binti Maemun bin Hibatallah. Bukti arkeolgi pada batu nisan tertulis wafat tahun 1082 M. Artinya +/- 400 tahun telah datang ke Gresik sebelum utusan walisongo yang tiba di Jawa. Perempuan hebat, cantik, kaya raya, telah berdakwah menyebarkan ajaran tauhid di tanah Jawa, yang makamnya terletak di Dusun Leran, Desa Pesucian, Kec Manyar, Kab Gresik. 12 Km sebelah barat Kota Gresik.
Gowes menuju lokasi ini jalannya datar-datar saja. Tiba lokasi sekitar pukul 07.30 pagi masih sepi dan tukang sapu mempersilahkan masuk ke kawasan pemakaman yang cukup luas. Ada yang menarik dari bentuk makamnya berupa tungkup yang tidak lazim. Ini menandakan bukan “orang biasa”, konon beliau adalah putri raja dari kerajaan Islam Perlak (kerajaan tertua di belahan pulau Sumatra utara sebelum Kerajaan Islam Samudera Pasai. Di dalam makam terdapat tiga makam yang dua adalah dayangnya. Di sisi lainnya ada beberapa makam panjang yang diyakini pamannya dan kerabatnya.
Selesai berziarah sarapan dulu di warung yang berada di sekitar situs. Mie rebus dan telur asin sudah cukup, yang penting ada telurnya sudah cukup untuk melanjutkan gowes ke Situs Giri Kedaton.
Situs Giri Kedaton
Lokasi situs ini sebenarnya dekat dengan komplek makam Sunan Giri. Karena bawa sepeda, saya mengambil jalan pemukiman. Jalan agak menanjak sedikit karena situs ini berada di puncak bukit. Sampai dilokasi sepeda diparkir dekat mesjid warga depan pintu masuk situs. Siap-siap naik puluhan anak tangga untuk mencapai ke puncak. Suasana sepi belum ada pengunjung. Di sini juga terdapat makam putra Sunan Giri yaitu Raden Soepeno. Naik ke atas puncak terdapat bangunan yang dahulunya pesantren yang berkembang menjadi keraton kerajaan Islam Giri Kedaton (1481-1680). Sekarang bangunan tersebut berfungsi sebagai mesjid. Karena lokasi di puncak pemandangannya sangat indah bahkan jembatan Suramadu pun terlihat.
(bersambung…)