Oleh Idat Mustari
TIDAK semua rakyat Indonesia paham bahwa untuk bisa jadi calon kepala daerah atau presiden harus memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan oleh undang-undang. Boleh jadi masih banyak dari kalangan masyarakat menyangka bahwa jika ada seseorang yang mendeklarasikan dan atau di deklarasikan oleh kelompok, perkumpulan, ormas serta merta orang itu jadi calon kepala daerah atau presiden.
Memang Indonesia sebagai negara demokrasi menjamin hak warga negaranya untuk memilih dan dipilih. Hak ini dilindungi oleh konstitusi negara. Jadi siapapun di negeri ini berhak mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau presiden. Namun untuk bisa dipilih oleh rakyat tidaklah ujug-ujug. Ada aturan mainnya yang telah ditentukan oleh undang-undang Pemilu.
Berdasarkan Undang-Undang Pemilu No.7 Tahun 2017, pasal 221 menyatakan bahwa,”Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Pottik”.
Oleh karena itu, jika ada seorang tokoh dideklarasikan sebagai calon presiden, dengan acara yang meriah, dihadiri oleh ribuan masa, itu hanyalah jadi acara kenangan alias mubazir jika kemudian tak ada partai politik yang mencalonkannya. Bahkan meskipun sudah resmi dideklarasikan oleh sebuah partai politik tidak pula serta merta bisa jadi calon presiden, sebab di pasal berikutnya disebutkan bahwa, “Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 2O % (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya”.
Dengan demikian calon presiden (capres) yang akan bertarung di Pilpres 2024 harus menguasai atau didukung setidaknya 115 kursi milik partai politik di DPR RI. Berdasarkan pasal 222 UU No 17/2017 hanya PDI Perjuangan yang bisa mengusung capres/cawapres pada Pilpres 2024 tanpa harus melakukan koalisi. Sementara partai lainnya harus melakukan koalisi agar perolehan kursi DPR RI memenuhi ambang batas untuk dapat mengusung calon presiden (Presidential Threshold) minimal 20%.
Oleh sebab itu jika Anies Baswedan yang telah resmi jadi calon presiden dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang perolehan kursinya sebesar 10,26%, dan kemudian tidak ada partai lain yang mau berkoalisi, misalnya Partai Demokrat dan PKS (Partai Keadilan Sejahtera) gagal berkoalisi karena tak ada kata kesepakatan, maka Anies jadi Calon Presiden yang bukan Capres, alias hanya jadi penonton di Pilpres 2024. Kita lihat saja nanti…***
- Penulis, Pemerhati masalah Sosial, Penceramah dan Advokat.