VISI.NEWS – Pilkada Kota Depok resmi bergulir. Dominasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Kota Depok diuji setelah Wali Kota Depok Mohammad Idris pecah kongsi dengan wakilnya, Pradi Supriatna.
Idris menggandeng Anggota DPRD Jawa Barat yang juga Kepala Bidang Humas DPW PKS Jawa Barat Imam Budi Hartono. Mereka berhasil menarik dukungan 17 kursi dari PKS, PPP, dan Demokrat.
Sementara Pradi mencalonkan diri sebagai wali kota Depok dengan menggandeng politikus PDIP Afifah Alia. Pasangan ini diusung koalisi gemuk 33 kursi yang terdiri dari PDIP, Golkar, PAN, PKB, dan PSI, Gerindra.
Pada pilkada 2015, pasangan Idris-Pradi menang telak dari Dimas Oky Nugroho-Babai Suhaimi. Idris-Pradi meraih 411.367 suara atau 61,91 persen suara sah, sedangkan Dimas-Babai hanya mengantongi 251.367 suara atau 38,09 persen suara sah.
Kemenangan Idris-Pradi memperpanjang dominasi PKS di Kota Depok menjadi tiga periode. PKS telah memenangi tiga dari empat pilkada sejak Kota Depok menjadi kota madya pada 1999.
Dominasi PKS di Depok tak hanya terlihat di pemilihan wali kota dan wakil wali kota. Di DPRD Kota Depok, PKS menjadi pemenang Pemilu 2019. Mereka mengklaim 12 dari 50 kursi yang tersedia.
Sementara di tingkat nasional, PKS mampu memenangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden setidaknya dalam dua pilpres terakhir di Depok. Pada Pilpres 2014, PKS memastikan kemenangan Prabowo-Hatta dari Jokowi-JK dengan perolehan 56,83 persen berbanding 43,17 persen.
Lima tahun kemudian, PKS berhasil memenangkan Prabowo-Sandi di Depok. Prabowo-Sandi yang diusung PKS, Gerindra, PAN, dan Demokrat meraup 618.527 suara atau 57 persen suara sah. Sementara Jokowi-Ma’ruf hanya 464.472 atau 43 persen suara sah.
Namun dominasi itu mulai diuji saat hubungan PKS dengan Idris sempat merenggang awal tahun ini. PKS ingin mengajukan kadernya sendiri karena Idris tak kunjung bergabung. Di saat yang sama, Pradi dan Partai Gerindra mulai menjajaki kemungkinan untuk mencalonkan diri tanpa PKS.
Saat pencalonan dimulai, PKS kembali mengusung Idris dengan syarat menempatkan kadernya sebagai wakil. Namun tak banyak partai yang berminat mendukung, hanya PPP dan Demokrat.
Sementara itu, kemesraan PDIP dan Gerindra di tingkat nasional membawa angin segar bagi Pradi. Gerindra dan PDIP membentuk koalisi gemuk. Mereka juga menarik dukungan dari Golkar, PAN, PKB, dan PSI.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Aditya Perdana menilai pertarungan di pilkada Depok kali ini merupakan upaya PKS mempertahankan dominasinya.
Di saat yang sama, partai-partai besar yang selama ini tumbang di tangan PKS, memutuskan untuk bergabung. Mereka coba mengalahkan PKS dengan menjalin koalisi.
“Petahana PKS dan koalisi yang mendukung Pak Idris berusaha mempertahankan status quo beberapa periode terakhir. Itu yang coba dilawankan dengan kelompok Gerindra dan PDIP yang ingin pembaharuan,” kata Aditya seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Posisi ini, kata Aditya, tak serta-merta merugikan PKS. Pasalnya Idris masih menjadi sosok yang cukup kuat di Depok untuk saat ini.
Lalu basis dukungan PKS di kota ini masih cukup kuat. Meskipun melawan koalisi gemuk, PKS disebut masih bisa melakukan perlawanan seimbang.
“PKS sendiri memang cukup percaya diri ya. Bukan hanya pengalaman di beberapa periode pilkada terakhir, tapi juga memang dari sisi dukungan politik memang cukup signifikan,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin memprediksi pasangan Idris-Imam cenderung masih menjadi favorit.
Ujang menilai sebenarnya baik Idris ataupun Pradi merupakan sosok yang sama-sama kuat. Keduanya merupakan petahana yang menguasai sumber daya dan akses di pemerintahan Kota Depok.
Namun posisi Idris lebih di atas angin karena sejarah panjang PKS di Depok. Menurut Ujang, koalisi gemuk belum tentu bisa menggeser posisi PKS di Kota Belimbing.
“Keuntungan Idris itu, incumbent orang nomor satu, lebih dikenal masyarakat. Lalu didukung oleh PKS, di mana Depok adalah basis partai tersebut,” kata Ujang, Rabu (9/9).
Meski begitu, Ujang bilang kans kemenangan Idris-Imam tidak absolut. Pasangan itu masih sangat bisa kalah jika Pradi-Afifah memanfaatkan posisi mereka di pemerintahan.
“Kalau strategi salah, bisa tumbang karena yang dilawan wakilnya sendiri, tahu rahasia, banyak tahu birokrasi. Idris harus hati-hati juga walau dalam posisi diuntungkan,” ucapnya. @fen